AKI melonjak tinggi karena AMP tidak ditindaklanjuti.

Kementerian Kesehatan sejak tahun 1994 telah meminta setiap daerah untuk menjalankan kegiatan AMP agar dapat mencegah terulangnya kematian yang dapat dicegah. Berbagai penelitian menunjukkan kendala dalam menjalankan AMP, antara lain karena audit dianggap sebagai “pengadilan”; pelaksanaan otopsi verbal belum dijalankan dengan baik; keterlambatan dilakukannya AMP, terlalu tebalnya isi AMP, dan tidak dijalankannya rekomendasi. Namun demikian masalah terbesar adalah ternyata rekomendasi hasil audit kematian ini sering tidak dijalankan.


Hasil AMP selalu menunjukan bahwa kematian ibu dan bayi disebabkan karena penyebab-penyebab yang sering ditemukan yaitu pada ibu karena perdarahan, eklamsia dan infeksi sedangkan pada bayi karena BBLR, asfiksia dan sepsis. Sekitar 70% dari kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah menurut ilmu medis namun tetap terjadi karena beberapa faktor teknis terkait dengan kompetensi SDM, kondisi peralatan, kelengkapan obat serta mekanisme rujukan dan sebagainya. Namun demikian tindak lanjut dari temuan ini sering tidak dikerjakan.


Banyak kabupaten/kota telah menerbitkan surat keputusan bupati/walikota tentang pembentukan AMP namun seharusnya SK tersebut juga memuat keputusan bahwa apapun hasil temuan dan rekomendasi dari AMP akan mengikat bupati/walikota untuk bertanggung jawab dalam pelaksanaannya



---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <d_harbianto@...> wrote:

Dear all,

Saya tergelitik untuk berkomentar ttg kenaikan AKI ini, kebetulan beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan utk mengunjungi beberapa kab di Papua untuk melihat kondisi pelayanan kesehatan ibu anak. Hal menarik yang saya peroleh adalah bahwa AKI dan AKB memang cenderung stagnan seperti disampaikan prof Laksono, bahkan cenderung naik untuk angka absolutnya. Dari pengamatan saya permasalahan utamanya ada di 2 sisi yaitu supply (pemberi layanan dlmbhal ini pemerintah) dan demand (masyarakat). Selama kedua sisi tersebut tidak dibenahi secara serius dan terintegrasi, maka penurunan AKI akan tetap menjadi masalah besar di Indonesia.

Secara umum pemda di papua kadang meyakinkan kami dengan pernyataan bahwa; Uang bukan masalah bagi kami tapi beri kami SDM dan arahan kebijakan yang tepat utk menyelesaikan masalah ibu anak ini.

Ini memang menjadi masalah serius.

Salam.
Deni H
Peneliti PKMK FK UGM

Dikirim dari smartphone Sony Xperia™ saya

Dwie <dsusilo@...> menulis:

 
Yth Ibu dan Bapak,

Mohon ijin untuk menanggapi tanggapan pak Budi Perdana mengenai semrawutnya HIS dan validitas data yang kita miliki.  Saya jadi teringat dengan perkataan Joel Selanikio dalam presentasi TED "the surprising seeds of a big-data revolution in healtcare" (http://www.ted.com/talks/joel_selanikio_the_surprising_seeds_of_a_big_data_revolution_in_healthcare.html), dimana dia mengatakan bahwa metode pengumpulan data di Indonesia dan negara-negara berkembang lainny masih menggunakan teknologi yang sudah berusia 5000 tahun.  Petugas survey datang ke rumah-rumah penduduk dengan membawa formulir kertas untuk menanyakan misalnya status vaksinasi anak.  Hal tersebut dilakukan karena tidak ada data yang valid mengenai jumlah anak yang sudah diimunisasi yang bisa langsung dicari di internet.  Kesalahan pengisian formulir, proses entry data ke komputer yang melelahkan merupakan penyebab kualitas data menurun.  Akibatnya, keputusan diambil hanya berdasarkan data yang ada.

Apakah ini juga yang terjadi pada kasus AKI yang melonjak tinggi, yaitu data yang tidak valid.

Salam,


  


2013/9/29 Budi Perdana <budiperdana@...>
 

Yth Bapak/Ibu,

Sebelumnya saya mohon maaf kalau pendapat saya salah.

Menurut saya tingginya AKI adalah fenomena gunung es dari semrawutnya Health Information System kita. Kalau kita memang mau jujur, kita tidak punya data apapun yang valid. Apakah data cakupan imunisasi yg kita punya skrg benar2 valid? Apakah data k1 - k4 kita skrg benar2 valid?, dst.

Kita sekarang telah masuk dalam era informasi, dan mengutip Bill Gates tahun 97 lalu, di milenium yg akan datang (sekarang) org yg buta huruf bukan lg org yg tdk bisa baca tulis, tetapi org yg tdk bisa memanfaatkan informasi.

Harus ada breakthrough utk memperbaiki HIS kita, karena tanpa data yg valid, seluruh intervensi yg kita lakukan tidak akan tepat sasaran.

Salam,

Budi Perdana
Roren Kemenkes

Budi Perdana
Bureau of Planning and Budgeting
Ministry of Health Republic Indonesia
0811902127

From: <luqyboy2@...>
Date: 29 Sep 2013 04:10:25 -0700
Subject: [des-kes] RE: AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?

 

Dear all,


Mohon diberi pencerahan terkait pernyataan Menkes bahwa ada perbedaan perhitungan sehingga hasil SDKI 2012 melonjak tajam. Apakah jika metode perhitungannya sama dengan sebelumnya, AKI tidak melonjak  tapi justru turun sesuai trend yang ada sebelumnya? Sebetulnya, bagaimana metode perhitungannya? dan di mana perbedaannya?

Disampaikan juga bahwa SDKI 2012 ini dijamin akurasi dan validitasnya. Saya pikir survey sebelumnya juga diklaim demikian. Jadi tampaknya, kuncinya memang metode perhitungan.

Ini semua harus jelas dahulu sebelum kita berdiskusi panjang lebar.


terima kasih

Dwi Handono



---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> wrote:

Dear all.
Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan berkomentar.

Salam

Laksono Trisnantoro
 
Berita kemarin
Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya.

Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat popular di Indonesia.

“Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013.

Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.

Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.

Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.

Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak. Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil.

Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita selesikan dimasa mendatang,” lanjut Agung.

Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna.
 



--
Dwidjo Susilo
# Think Environment BEFORE printing #






__._,_.___


Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan
Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net






Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke