Terimakasih buat pak Panji dan Mbak Cintya atas komentarnya. Ya, SDKI 2012 memang telah menyatakan bahwa data ini tidak menggambarkan secara jelas angka MMR, namun sebagai gambaran, berdasarkan data ini setidaknya dapat dijadikan tolak ukur untuk tindakan dan kebijakan yang akan diambil. Saya rasa, saat evaluasi pencapaian MDG's 2015 nanti SDKI 2012 akan menjadi salah satu parameter. Kira2 masih ada lagi gak survey sejenis ini sebelum 2015?
---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> wrote:
-------- Original message --------
Subject: Re: [des-kes] "Mencengangkan"
From: Panji Hadisoemarto <hadisoemartopanji@...>
To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
CC:
Saya minta ijin komentar sedikit, mohon maaf kalau kurang nyambung dengan diskusi yang berjalan.
Menurut saya pengukuran MMR juga harus sedikit banyak di 'scrutinize'. Metode sibling yang digunakan di SDKI tidak bisa memberikan akurasi yang tinggi seperti ditunjukkan dengan confidence interval yang lebar. Hal ini juga disebutkan dan ditunjukkan pada laporan SDKI 2012, bahwa confidence interval estimasi MMR 2007 dan MMR 2012 sebenarnya banyak yang overlap. Jadi, walaupun point estimate-nya nampak meningkat secara signifikan, mungkin secara statistik perbedaan ini sebenarnya tidak signifikan.
Untuk mengkonfirmasi sejauh mana MMR ini memang meningkat, saya rasa kita perlu mendapat insight dari sumber lain semisal sensus 2010. Sensus yang lalu tsb juga menanyakan pregnancy-related death. Walaupun metodenya berbeda dan tidak bisa langsung dibandingkan dengan hasil SDKI, setidaknya kita bisa 1) mengkonfirmasi ada/tidaknya trend MMR antara 2007-2012, dan 2) bisa mengidentifikasi daerah mana yang menyumbangkan MMR paling banyak karena data sensus ini memungkinkan pengukuran MMR sub-nasional.
Dan tambahan sedikit dari saya sih adalah penguatan sistem registrasi kependudukan.
Salam,
Panji
khumairoh_uni@... wrote:
Satu kata yang tepat untuk mencerminkan data SDKI 2012 pada poin Maternal Mortality dan Neonatal Mortality adalah “Mencengangkan”. Deretan angka-angka dan tabel-tabel yang tertera nyata memperlihatkan gambaran yang jelas bahwa target MDG’s 2015 untuk Poin ke-4 (AKI-AKB) besar kemungkinan akan gagal tercapai. Kata “stagnasi” seperti yang pernah disampaikan pada Konas Iakmi beberapa minggu yang lalu sudah tidak cocok digunakan jika dihubungkan dengan data SDKI 2012. Penggunaan kata “peningkatan” lebih tepat digunakan. Mengapa? Data SDKI yang dirilis sebelumnya di tahun 2007 angka kematian ibu 228 kematian per 100.000 meningkat menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Flash-back data SDKI untuk angka kematian memang fluktuatif, Meningkat di jaman orde baru, turun di masa-masa permulaan di era reformasi kemudian semakin hari semakin meningkat. Pertanyaan yang akan mungkin akan muncul dari dalam diri kita adalah “Mengapa?”. Kemudian kita akan mulai berspekulasi tentang pemerintah yang belum mampu mengatasi permasalahan.
Peningkatan angka kematian ibu dan anak saat ini dihubungkan kebijakan kesehatan serta desentralisasi sistem pemerintahan Indonesia. Antara desentralisasi dan resentralisasi, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan jika diterapkan di Indonesia. Faktor pendanaan (APBD) dan kepentingan daerah menjadikan desentralisasi tidak mampu memecahkan masalah kesehatan seperti maternal mortality begitupun juga ketika negara ini kembali ke sistem resentralisasi yang akan berbenturan dengan faktor geografis, sosial dan budaya.
Saya berpikir, mengapa kita tidak mensinergiskan desentralisasi (bottom-up)-sentralisasi (top-down)?. Sederhananya, sistem yang dibuat menjadikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sejalan saling berdampingan. Pemerintah pusat membuat rencana strategis yang bersifat umum kemudian diserahkan ke setiap wilayah (Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua). Wilayah akan berperan sebagai controling pada tataran teknis ke daerah (Provinsi). Pusat berperan sebagai konseptor, penyedia dana, atau penyedia SDM kemudian wilayah berperan sebagai kontroling di daerah dan daerah sebagai pelaksana. Umpan baliknya, daerah dapat melakukan kontrol kepada pusat dan wilayah, wilayah dapat terus melaporkan perkembangan program teknis ke pusat, dan pusat melakukan mo-nev untuk kebijakan selanjutanya. Seperti inilah konsep umum yang terpikir oleh saya untuk pembangunan sistem kesehatan Indonesia.
Terakhir, saya sangat berharap program yang sudah berjalan seperti :
1. Sister Hospital, dapat terus berkembang luas hingga menyentuh daerah pedalaman Indonesia yang masih sulit untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak serta mendapat dukungan pendanaan dari kementerian kesehatan RI
2. Pencerah Nusantara, dapat berkontribusi lebih untuk Indonesia yang lebih baik dan lebih sehat. Setiap tahunnya selalu ada peningkatan dari segi kualitas dan kuantitas bagi mereka generasi indonesia terpilih dari berbagai pendidikan tinggi kesehatan yang siap ditempatkan di seluruh Indonesia.
Zly Wahyuni_FETP2013
Salam CeRia Dari FETP 2013
__._,_.___