Solusi Alami Agar Saraf Sehat
Gejala rasa lelah berlebihan, pegal-pegal, disertai kram otot dan kesemutan,
sering timbul akibat aktivitas berlebihan. Namun, keluhan itu bisa jadi
merupakan sinyal alami tubuh yang mengalami kekurangan vitamin neurotropika.
Istirahat cukup dan mengatur makanan kaya vitamin B kompleks menjadi bagian
solusinya.
Sesaat setelah bangun tidur di pagi hari, Bagus (36 tahun)
merasakan pegal-pegal, ngilu, serta kaku pada punggung dan kakinya. Kalau ia
langsung bangkit dan jalan, kaki itu bahkan bakal mengalami kram dan kesemutan.
Ia berusaha berpikir santai dan menganggapnya normal, akibat terlalu
banyak berdiri dan seringnya menginjak pedal kopling di tengah kemacetan lalu
lintas. Namun, keluhan itu kemudian tak kunjung mereda. Hanya sedikit berkurang
jika waktu tidurnya ditambah. Tak ayal, keluhan di punggung dan kaki itu
mengganggu aktivitasnya.
Sesudah berkonsultasi lebih lanjut dengan
dokter, ia mendapat penjelasan bahwa semua keluhannya itu merupakan manifestasi
gejala dari gangguan ringan, seperti akibat sikap badan yang kurang tepat saat
bekerja, cemas, tegang, depresi. Bisa juga karena tubuh mengalami kekurangan
vitamin neurotropika, yang terdiri atas vitamin B1, B6, dan B12.
Pegal-pegal dan ngilu itu disebabkan oleh ketegangan otot-otot leher,
bahu, dan kaki akibat salah postur saat bekerja atau beban yang berlebihan pada
kaki. Sikap tubuh yang salah waktu mengangkat benda berat misalnya, terlalu lama
berdiri, atau habis mengendarai kendaraan bermotor dalam waktu
lama.
Pembentuk Sel Darah
Dr. Salim Harris,
Sp.S(K), ahli saraf dari RS Medistra Jakarta menjelaskan bahwa timbulnya
pegal-pegal, ngilu, dan kaku bisa disebabkan oleh beberapa hal. Beban yang
terlalu berat pada bagian tubuh tertentu bisa jadi penyebab utama. Adanya
penekanan, jeratan, maupun gesekan, atau disebut unsur mekanik, juga memberi
peluang terjadinya keluhan tadi.
Unsur nonmekanik di sini adalah
infeksi, intoksikasi, proses imunologik, dan kemungkinan defisiensi vitamin B
dan B kompleks atau neurotropika. Kita tahu bahwa jenis vitamin ini bermanfaat
untuk menjaga kesehatan fungsi saraf.
Pola makan buruk dan penurunan
daya serap tubuh menyebabkan terjadinya defisiensi vitamin neurotropika.
Penurunan daya serap ini biasa dialami oleh mereka yang berusia 35 tahun ke
atas.
Ahli gizi dari Klinik Nutrifit Jakarta, Dr. Samuel Oetoro, MS.,
menjelaskan bahwa komponen pokok bagi penyediaan energi atau tenaga untuk gerak
tubuh adalah glukosa (zat gula) dan karbohidrat. “Dalam proses biokimia terjadi
pemecahan glukosa. Vitamin B berperan penting sebagai katalisator untuk mengubah
glukosa menjadi energi,” katanya.
Jika pasokan vitamin B kurang, tentu
proses itu tidak bisa berlangsung lancar. Akibatnya, energi yang dihasilkan
tentu tidak maksimal. “Aktualisasi dari keadaan itu adalah rasa mudah lelah,
juga timbulnya keluhan fisik berupa pegal-pegal dan kaku sesaat setelah bangun
tidur, terutama di bagian kaki,” imbuhnya.
Vitamin B juga dikenal
sebagai penjaga nafsu makan serta pencegah anemia (kurang darah) dengan
membentuk sel darah merah. Bila tubuh kekurangan vitamin B, otomatis jumlah sel
darah merah pun bakal berkurang. Gejala yang mudah diamati dari anemia antara
lain kelelahan, kehilangan nafsu makan, diare, dan murung.
Sementara
itu, vitamin B12 memiliki hubungan langsung dengan daya tahan tubuh karena
berfungsi sebagai koenzim penting untuk sintesa DNA yang mengontrol pembentukan
sel-sel baru. Vitamin ini juga sangat penting guna mencegah kerusakan sistem
saraf dengan membantu pembentukan myelin. Karena peran pentingnya bagi kesehatan
saraf itulah, vitamin B12 bersama vitamin B1 dan vitamin B6 disebut vitamin
neurotropika.
Risiko Defisiensi
Kecukupan
vitamin neurotropika akan membantu memelihara keutuhan dan kesehatan saraf,
sehingga antaran rangsangan atau simpul-simpul ke pusat kendali tubuh dan otak
akan bekerja maksimal. “Jika yang terjadi sebaliknya tentu akan mempengaruhi
kerja sistem saraf, terutama di otak,” ujar Dr. Samuel.
Otak bersama
sistem saraf secara alami menyediakan mekanisme pengendalian atas kegiatan sadar
manusia (contohnya berpikir dan gerak seluruh anggota tubuh), juga kegiatan tak
sadar (bernapas dan mencerna makanan). Saraf juga mencatat rangsangan seperti
temperatur dan rasa nyeri, pegal-pegal, serta kaku.
Jelasnya, di otak
itulah terletak pusat ingatan, pengontrol nafsu makan, pengatur fungsi mental,
suasana hati, gerak tubuh, serta siklus tidur dan bangun. Karena itu pula,
menurunnya daya tahan tubuh, termasuk kemampuan gerak, menjadi salah satu
indikasi adanya defisiensi vitamin B.
Sumber alami vitamin neurotropika
mudah dijumpai dalam makanan sehari-hari, di antaranya padi-padian (beras merah,
gandum) termasuk sereal dan roti, sayur berdaun hijau, dan kacang-kacangan
(kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, dan lain-lain). Selain itu sediaan
vitamin B juga banyak terdapat pada hati ayam dan sapi, telur, ragi, dan hasil
olahan kedelai (tempe, tahu, susu).
Dengan pola makan yang benar, yakni
mengonsumsi makanan bergizi seimbang, tubuh akan mendapatkan nutrisi yang cukup.
Itu artinya setiap kali makan kita harus menyantap makanan yang mengandung
karbohidrat kompleks (karbohidrat yang mengandung serat dan zat gizi lainnya),
vitamin serta mineral, protein, juga lemak. Tentu saja semua dalam jumlah yang
cukup, sesuai kebutuhan tubuh.
Sayang sekali saat ini tak mudah untuk
mendapatkan makanan segar alami yang berkualitas tinggi. Proses penanaman,
pemanenan, penyimpanan, perlakuan saat pengolahan, dapat menyebabkan
berkurangnya kandungan gizi dalam bahan pangan. Jadi, meskipun Anda sudah
menjalankan pola makan yang benar, masih ada kemungkinan untuk mengalami
defisiensi vitamin maupun mineral.
“Khusus pada lansia, secara alami
tubuhnya akan mengalami penurunan dalam penyerapan vitamin dan mineral, sehingga
berisiko mengalami defisiensi,’’ sebut Dr. Samuel.
Pada kondisi-kondisi
semacam itu, penggunaan suplemen vitamin dapat dipertimbangkan. Menurutnya,
suplemen akan efektif jika seseorang memang membutuhkan, sebagai pelengkap atau
mengatasi kekurangan akibat asupan vitamin dari makanan alami tidak terpenuhi.