Hmmmm... memang peraturan yang aneh...

On 3/6/06, Nugroho, Eko Sasmito <[EMAIL PROTECTED] > wrote:
Minggu, 05 Maret 2006

Perempuan di Kota Tangerang Gelisah

Hermas E Prabowo dan Soelastri Soekirno

Resah dan gelisah kini melanda kaum perempuan di Tangerang. Pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran telah menimbulkan ketakutan, terutama perempuan pekerja di pusat perbelanjaan, salon kecantikan, sampai buruh pabrik.

Apalagi kondisi Kota Tangerang sebagai kota industri nyaris sama dengan wilayah di Ibu Kota, di mana ada wilayah yang tidak tidur hingga pagi. Waktu kegiatan warga juga tak terbatas hanya sampai pukul 19.00, ketika aparat Pemerintah Kota Tangerang siap memulai razia pelacur atau mereka yang disangka pelacur karena gerak-geriknya.

Tak usahlah melihat ke dunia hiburan, puluhan pabrik di kota itu mengakhiri kegiatan sekitar pukul 20.00. Ada pula yang menerapkan shift sampai pukul 23.00. Lantas bagaimana dengan buruh perempuan yang umumnya berjalan kaki atau pulang naik angkutan kota?

Sering mereka terpaksa berdiri lama di pinggir jalan untuk menunggu angkot yang jumlahnya terbatas. Itu rutin dilakukan. Bisa-bisa petugas trantib yang sudah mengintai berhari- hari merasa sah menangkap mereka karena berada di kawasan tempat pelacur mangkal.

Kegelisahan para perempuan tak hanya sampai di situ. Pengadilan Negeri Tangerang bisa saja kembali mengulangi kesalahan fatal seperti Selasa lalu ketika menggelar sidang di halaman kantor pemerintah setempat untuk mengadili 28 perempuan dan waria yang dituduh sebagai pelacur.

Sesuai dengan aturan KUHP, sidang kasus kesusilaan harus dilakukan dalam ruang tertutup. Namun, aparat penegak hukum malah membuat sidang asusila sebagai tontonan masyarakat dalam peringatan HUT Ke-13 Kota Tangerang.

Tak pelak lagi, berbagai komentar dan tepuk tangan mewarnai hal yang seharusnya tak boleh diketahui oleh umum itu. "Kasihan terdakwanya jadi bahan ejekan pegawai pemkot," ujar seorang wartawan televisi yang tak tahan menyaksikan sidang tersebut.

Sebegitu jauh, petinggi di Kota Tangerang merasa tak ada persoalan atas tata cara penangkapan, persidangan, penjatuhan hukuman, apalagi substansi peraturan daerah (perda) itu sendiri. Wali Kota Tangerang Wahidin Halim yang mendapat dukungan dari DPRD Kota Tangerang menyatakan perda tetap berlaku.

Simaklah apa kata beberapa perempuan Tangerang mengenai perda itu. "Ngeri! Takut petugasnya nyasar ke sini, dikira kita pelacur," keluh Eli, warga Warung Mangga RT 01 RW 02 Kelurahan Panunggangan, Cipondoh, Kota Tangerang.

Eli (33) layak waswas, pasalnya ibu satu anak ini tiap hari pulang di atas pukul 21.00. Ia biasa naik angkot dari Salon Elita di Perumahan Bona Sarana Indah, Cikokol, sendirian.

Jarak dari salon ke rumah hanya tiga kilometer, tetapi dari salon, Eli harus naik ojek lebih dulu. Turun di mulut Jalan Sekretariat Negara, Kebon Nanas, dan menunggu angkot.

"Nanti kalau saya nunggu sendirian, ditangkap. Saya 'kan orang salon harus berpenampilan modis, enggak boleh ketinggalan zaman," ungkap Eli.

Sebagai pemilik sekaligus pekerja salon, Eli harus tampil menarik. Rambut dicat warna coklat. Ke tempat kerja mengenakan kaus dan celana ketat, sesuai tren. "Apa lalu saya masuk kategori pelacur? Kalau begini caranya, gawat," katanya, Jumat.

Kekhawatiran Eli muncul karena ada sejumlah pasal di perda yang membingungkan. Misalnya kalimat "Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan...".

"Yang dimaksud mencurigakan itu seperti apa? Apakah rambut pirang, badan seksi, pakaian ketat sesuai mode, atau sikap ramah?" lanjut Eli.

Lalu ada kalimat lagi: "...sehingga menimbulkan anggapan bahwa ia/mereka pelacur...".

Siapa yang berhak menganggap pelacur? Andai kebetulan ada keluarga wali kota ingin tampil tomboi dan modis lalu dianggap pelacur, apakah dia tidak sakit hati? "Ini 'kan namanya neken perempuan," demikian tutur Eli.

Perempuan, katanya, memang dilahirkan dengan segala kelebihan tubuhnya yang dapat "mengundang". "Jangankan pakai baju seksi, yang pakai pakaian wajar saja, tapi dadanya montok tetap saja membuat lelaki berpikiran ngeres meski telah ditutup pakaian rapi.

Tak hanya orang salon yang gelisah. Pekerja supermarket bersistem kerja paruh waktu juga merasakan hal yang sama. Reni (23), misalnya, karyawan counter pakaian di WTC Matahari kerap pulang malam.

Kadang ia bersama teman, tetapi tak jarang sendirian. Setiap pergi-pulang kerja dia mengenakan rok di atas lutut karena model seperti itulah yang banyak dikenakan para sales girl di sana. "Nanti saya ditangkap di jalan," katanya.

Menurut Reni, daripada mengurusi soal tubuh wanita dan perilakunya, lebih baik Pemerintah Kota Tangerang berkonsentrasi melayani masyarakat dengan baik. Memberantas korupsi dan memperbaiki pelayanan publik. "Ngurus KTP saja kadang dipersulit kok sudah macam-macam," tegas Reni.

DPRD lebih baik mengawasi kinerja wali kota. "Di negara ini memang susah. Korupsi di depan mata dibiarin, jalanan rusak dibiarin. Pasar Ciputat macet dan jorok sejak bertahun-tahun dibiarin aja. Tetapi, lihat betis cewek saja bingung. Bikin aturan ini-itu," ujar Reni kecewa.

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0603/05/metro/2483845.htm



HAPPY VALENTINE yak...:-) khususnya yg udah punya 'kesukaan' yg belon jan sedih yak masih banyak kok stok jomblo di ektw...KEEP HUNTING!

Love is out there!

Ketawa dot Com - http://ketawa.com/




YAHOO! GROUPS LINKS






HAPPY VALENTINE yak...:-) khususnya yg udah punya 'kesukaan' yg belon jan sedih yak masih banyak kok stok jomblo di ektw...KEEP HUNTING!

Love is out there!

Ketawa dot Com - http://ketawa.com/




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke