(Harian republika. Tgl 9/10/2006 / http://www.mualaf.com )
Mari kita dukung Kampanye BERSAMA BERLEBARAN BERSAMA  tahun ini dan seterusnya.

Sehabis shalat Tarawih kemarin malam saya dihentikan oleh Fadli di
serambi masjid. Saya diajak duduk bersila bersama Uun dan Kang Ngalwi.
Rupanya mereka sudah mulai terlibat dalam suatu pembicaraan dan saya
diminta bergabung.


''Kang Ngalwi punya pertanyaan dan kita diminta menjawabnya,'' kata
Fadli setelah saya duduk. ''Katanya, kita ini hidup sekampung,
seagama, sekitab suci, senabi; tapi nanti kita akan berlebaran pada
hari yang berbeda. Di kampung ini sebagian akan berlebaran hari Senin,
sebagian lagi hari Selasa. Kenapa? Apakah ini nalar? Apakah ini
patut?''



Saya tersenyum dan merasa naif. Tapi nanti dulu. Sekilas pertanyaan
itu memang terasa tidak bermutu, bahkan bodoh. Apalagi bagi mereka
yang merasa pakar di bidang agama. Oleh para alim, pertanyaan Kang
Ngalwi pasti akan digilas dengan jawaban: ''Sudahlah, pokoknya kita
hormati keyakinan masing-masing. Tahun ini, yang mau Lebaran hari
Senin maupun Selasa, semua baik-baik saja karena keduanya berpegang
dengan keyakinan masing-masing, dan keduanya punya dalil segudang
untuk membenarkan keputusan yang mereka ambil.''

Itulah kearifan tertinggi yang selama ini bisa dicapai oleh umat
Islam. Namun sebenarnya kearifan tertinggi itu masih menyisakan
perasaan tidak nyaman dalam kenyataan hidup sehari-hari, terutama di
lapisan bawah.

Jadi pertanyaan Kang Ngalwi itu tidak mengada-ada, bahkan mungkin
mewakili perasaan umum masyarakat awam.

Jelasya, masyarakat awam merasa tidak nyaman bila ada Lebaran yang berbeda hari.

Ya, bagaimana bisa nyaman (terasa konyol) ketika masjid di sebelah
sudah bertakbir dan masjid kita masih melakukan shalat Tarawih.

Bagaimana silaturahmi tidak menjadi janggal ketika kita sudah
menyantap gulai kambing, berpakaian bagus, bergembira ria karena hari
Lebaran sudah tiba tetapi tetangga masih berpuasa.

Bagaimana hati tidak terasa buntu ketika salaman kita belum bisa
diterima oleh teman yang Lebarannya baru besok hari.

''Lho, sampeyan ini diminta bergabung dengan harapan mau menjawab
pertanyaan Kang Ngalwi. Kok malah merenung,'' Fadli mengingatkan saya.

''Wah, jawaban saya pasti sudah kalian ketahui karena kita sama-sama
sering mendengar ceramah yang menyinggung masalah perbedaan hari
Lebaran,'' jawab saya.

''Baik. Kalau begitu saya ingin tanya. Kalau boleh memilih, sampeyan
lebih suka Lebaran bareng atau Lebaran sendiri-sendiri?'' kejar Fadli.

''Saya lebih suka Lebaran bareng.''
''Kenapa?''
''Rasanya, itu lebih patut, lebih enak. Bahkan andaikata Kanjeng Nabi
masih ada di tengah kita, saya yakin beliau tidak berkenan dengan
Lebaran yang tidak kompak ini.''

''Ya, betul. Jadi kenapa para alim yang memimpin umat tidak bisa
kompak dalam menentukan hari Lebaran?''

Terus terang saya malas menjawab pertanyaan ini sebab khawatir akan
ditertawakan oleh para alim. Maka saya senang ketika Uun mengambil
alih dan mencoba menjawab pertanyaan Fadli.

''Begini, Fad,'' kata Uun. ''Perbedaan keyakinan di antara para
pemimpin memang punya dasar berupa dalil-dalil. Yang jadi masalah,
saya kira, adalah sikap memutlakkan keyakinan masing-masing.''

''Memutlakkan bagaimana?''
''Memutlakkan, ya tidak bisa ditawar meski sikap itu melanggar ruh
Islam yang amat menjunjung tinggi kebersamaan. Dan membuat umat di
bawah menjadi tidak nyaman.''
''Tapi Kanjeng Nabi pernah bersabda, perbedaan di antara umat Islam
adalah rahmat.''
''Ah, kamu sendiri tahu, penerapan sabda itu tidak boleh sembarangan.
Dan saya sangat yakin Kanjeng Nabi merasa sedih dengan perbedaan hari
Lebaran ini.''
''Kalau begitu kamu punya gasasan apa?''

''Demi kemuliaan Kanjeng Nabi maka saya sampaikan gagasan ini. Tapi,
Fad, kamu jangan kaget: Mari kita putuskan jatuhnya hari Lebaran
melalui keputusan politik. Ada beberapa opsi yang ingin saya tawarkan,
tapi saya kemukakan satu saja yang paling sederhana.''
''Lebaran dengan keputusan politik?'' tanya Fadli dengan mata melebar.
Terus terang saya dan yang lain juga terkejut.

''Nah, betul kan, kalian kaget? Sebab kalian lupa Umar bin Khatab RA
pernah mengambil keputusan politik untuk mengatur suatu ritus ibadah,
dalam hal ini adalah shalat Tarawih. Bukankan shalat Tarawih berjamaah
dan dilakukan sebulan penuh merupakan pengaturan Umar bin Khatab?
Apakah itu bukan keputusan politik setelah Umar bin Khatab melihat
umat Islam waktu itu melaksanakan shalat Tarawih sendiri-sendiri
sehingga di mata beliau kurang enak dipandang?''

Kecuali Uun yang tertawa-tawa, selainnya jadi memasang wajah serius
karena merasa tersodok oleh pemikiran anak yang tidak lulus STAIN itu.
Dan, masih dengan tertawa-tawa, Uun melanjutkan omongannya.

''Bagaimana kalau umat Islam Indonesia dalam menentukan hari Lebaran
kompak saja makmum ke Makkah? Maka kita akan melaksanakan shalat Id
bareng pada hari yang sama dengan orang Makkah, hanya pelaksanaannya
kita lebih cepat empat jam. Jadi tak usah lagi ada orang yang mengaku
paling jago dalam ilmu hisab, atau paling jago dalam mengintip hilal.
Dan yang penting kita jadi lebih patut karena sebagai umat yang
mengaku paling baik, bisa berlebaran bareng.''

Uun mengakhiri omongannya dengan tertawa. Kami tak bisa berkomentar.
Dan Kang Ngalwi amat-sangat setuju. Tapi entah para alim karena Uun,
itu tadi, STAIN saja tidak tamat.

Redaksi Mualaf Center Online : Kami mengajak anda berkampanye Bersama
BerLebaran Bersama dengan mengirimkan topik ini ke Sepuluh Rekan Anda
dengan email, dengan harapan semoga Iedul Fitri tahun 1427 H ini tidak
ada perbedaan harinya. Jika dapat cc kan juga ke DPP Muhammadiyah dan
DPP NU.

(Harian republika. Tgl 9/10/2006 / http://www.mualaf.com )


Tahun ini Alim Ulama NU ikhlas mengikuti keputusan Alim Ulama
Muhammadiyah dalam penentuan Iedul Fitri 1 Syawal, bergantian di tahun
depan Alim Ulama Muhammadiyah ikhlas mengikuti keputusan Alim Ulama NU
dalam penentuan Iedul Fitri 1 Syawal, karena toh dua-duanya mengklaim
benar dalam penentuan 1 Syawal. Jika terjadi Hmmmm Indahnya
Kebersamaan kata Aa Gym.

Note: dari Kolom Resonansi Harian Republika tanggal 09 Oktober 2006


Marhaban yaa ramadhan bulan suci telah datang 
untuk mensucikan jiwa mohon maaf lahir bathin 
dengan segala ucapan dan perbuatan yg tidak berkenan.

Ketawa dot Com - http://ketawa.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/e-ketawa/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/e-ketawa/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke