meremmelek dah.........
  ----- Original Message ----- 
  From: anastasia novie 
  To: e-ketawa@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, August 16, 2007 03:09 PM
  Subject: Re: e-ketawa :-) Asal Usul Nama Indonesia (ayo panjang2an forward 
article)



  *baca sampe mata juling,mulut menganga, idung meler*
  *males*

  Vie

   
  On 8/16/07, Juls <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 





    Asal Usul Nama Indonesia 

      

    Oleh IRFAN ANSHORY 



    PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam 
catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai *Nan-hai* (Kepulauan 
Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini * 

    Dwipantara* (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata 
Sansekerta *dwipa* (pulau) dan *antara* (luar, seberang). Kisah Ramayana karya 
pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, 
istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke *Suwarnadwipa* (Pulau Emas, yaitu 
Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. 



    Bangsa Arab menyebut tanah air kita *Jaza'ir al-Jawi* (Kepulauan Jawa). 
Nama Latin untuk kemenyan adalah *benzoe*, berasal dari bahasa Arab *luban 
jawi*(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang 
pohon *Styrax sumatrana* yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini 
jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang 
Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi 
(Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, 
Mekah. 



    Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang 
pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, 
India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan 
Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia 
Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". 

    Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (*Indische 
Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien*) atau "Hindia Timur" *(Oost 
Indie, East Indies, Indes Orientales)*. Nama lain yang juga dipakai adalah 
"Kepulauan Melayu" (*Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel 
Malais*). 



    Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang 
digunakan adalah *Nederlandsch-Indie* (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah 
pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah *To-Indo* (Hindia Timur). Eduard 
Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah 
mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, 
yaitu *Insulinde*, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin 

    *insula* berarti pulau). Tetapi rupanya nama *Insulinde* ini kurang 
populer. 

    Bagi orang Bandung, *Insulinde* mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku 
yang pernah ada di Jalan Otista.



    Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang 
kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), 
memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata 
"India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah 
tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, 
naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu 
diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom 
pada tahun 1920.



    Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi 
jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit 
Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam 
bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari *Jawadwipa*(Pulau 
Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, *"Lamun huwus 
kalah nusantara, isun amukti palapa" *(Jika telah kalah pulau-pulau seberang, 
barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman 
Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. 
Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti 
yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun 
termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi 
ini dengan cepat menjadi populer penggunaann ya sebagai alternatif dari nama 
Hindia Belanda. 



    Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan 
wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan 
negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama 
yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul. 



    Nama Indonesia



    Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, *Journal 
of the Indian Archipelago and Eastern Asia* (JIAEA), yang dikelola oleh James 
Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari 
Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa 
Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai 
redaksi majalah JIAEA. 



    Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel *On 
the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian 
Nations*. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi 
penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (*a 
distinctive name*), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan 
penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: *Indunesia*atau 

    *Malayunesia* (*nesos* dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 
artikelnya itu tertulis: *... the inhabitants of the Indian Archipelago or 
Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.* 



    Earl sendiri menyatakan memilih nama *Malayunesia* (Kepulauan Melayu) 
daripada *Indunesia* (Kepulauan Hindia), sebab *Malayunesia* sangat tepat untuk 
ras Melayu, sedangkan *Indunesia* bisa juga digunakan untuk Ceylon 

    (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa 
Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang 
menggunakan istilah *Malayunesia* dan tidak memakai istilah *Indunesia*. 



    Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan 
menulis artikel *The Ethnology of the Indian Archipelago.* Pada awal 
tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air 
kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. 

    Logan memungut nama *Indunesia* yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya 
dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. 



    Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada 
halaman 254 dalam tulisan Logan: *Mr. Earl suggests the ethnographical term 
Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely 
geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian 
Islands or the Indian Archipelago.* Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya 
Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa 
dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi! 



    Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam 
tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di 
kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar 
etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) 
menerbitkan buku *Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel*sebanyak 
lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air 
kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah 
"Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa 
istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara 
lain tercantum dalam *Encyclopedie van Nederlandsch-Indie*tahun 1918. Padahal 
Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan. 



    Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah 
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda 
tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama *Indonesische 

    Pers-bureau.*



    Makna politis



    Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah 
dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan 
kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna 
politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! 

    Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian 
kata ciptaan Logan itu. 



    Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa *Handels

    Hoogeschool* (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan 
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama 
*Indische 

    Vereeniging*) berubah nama menjadi *Indonesische Vereeniging* atau 
Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi 
Indonesia Merdeka. 



    Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan 
datang (*de toekomstige vrije Indonesische staat*) mustahil disebut "Hindia 
Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan 
India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (*een 
politiek doel*), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di 
masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (* 

    Indonesier*) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya." 



    Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan *Indonesische Studie 
Club*pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama 
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 *Jong Islamieten 
Bond* membentuk kepanduan *Nationaal Indonesische Padvinderij*(Natipij). Itulah 
tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". 
Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa 
kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 

    28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.



    Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota *Volksraad* (Dewan Rakyat; DPR 
zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo 
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama 
"Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi 
Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah. 



    Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan 
Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk 
selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah 
Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia. 



    Dirgahayu Indonesiaku!***



    *Penulis,* *Direktur Pendidikan "Ganesha Operation"* 



     






    -- 
    Save The Cheerleader !!!! 





   


------------------------------------------------------------------------------


  Internal Virus Database is out-of-date.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.10.19/917 - Release Date: 7/25/2007 
1:16 AM

Reply via email to