'Hantu' kelangkaan gas kian mendera Jawa Timur
oleh : Adam A. Chevny Jatim dilanda kekurangan pasok gas. Wajarlah jika
industriwan ketar-ketir, karena terkait dengan kelangsungan proses produksi
usaha mereka. Eksplorasi dan produksi gas harus digenjot.

      Kelangkaan pasok gas bumi 'menghantui' lagi industri pengguna energi
tersebut di Jawa Timur. Problem kekurangan gas sebetulnya telah berlangsung
sejak beberapa tahun terakhir di provinsi tersebut, tetapi tahun ini kian
'gawat'.

      Hal itu ditandai dengan menurunnya utilisasi di sejumlah industri
pengguna bahan bakar gas. Demi kelangsungan produksi, industri bersangkutan
melakukan konversi ke bahan bakar lain terutama minyak. Konsekuensinya
menambah biaya produksi, mengingat bahan bakar gas tergolong paling murah.

      Selain harga gas cukup kompetitif, penggunaan bahan bakar yang ramah
lingkungan itu sekaligus tidak memerlukan penampungan dan transportasi
pengangkutan.

      Dapat dipastikan kekurangan gas dalam jumlah besar masih akan
berlanjut hingga tahun depan, dan baru akan mulai ada penambahan pasok awal
2007 dari Amerada Hess ke PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) 100 MMSCFD
(million standard cubic feet per day). Perusahaan kontraktor production
sharing itu mengelola sejumlah sumur di Blok Pangkah, pantai utara Kab.
Gresik.

      Penyerap gas bumi di Jatim terdiri dari PT PJB, anak perusahaan PT
PLN, yang membutuhkan untuk kegiatan pembangkit listrik di Gresik.

      Selain itu, PT Petrokimia Gresik untuk memproduksi pupuk urea dan
amonia serta PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Jawa bagian timur yang
mendistribusikannya kepada kalangan industri manufaktur, jasa, komersial
serta pelanggan rumah tangga.

      Kebutuhan ketiga penyerap gas tersebut-seluruhnya BUMN-sedikitnya 387
MMSCFD, tetapi pasokannya hingga pertengahan bulan ini hanya sekitar 248,5
MMSCFD dari Kodeco, Lapindo Brantas, Energi Mega Persada (EMP) Kangean,
menyusul kian menurunnya produksi dari lapangan tua di beberapa lokasi di
Jatim baik onshore maupun offshore.

      Akibatnya, terjadi 'perebutan' untuk mendapatkan pasokan gas dengan
harga beli di atas US$3 per MMBTU (million British thermal unit).
Masing-masing merasa perlu memperoleh pasokan dengan volume sesuai
kebutuhan, untuk menjaga kelancaran industri yang dikelolanya.

      Gas yang 'diperebutkan' terutama produksi EMP Kangean sebanyak 90
MMSCFD, di mana Petrogres mendapatkan 50 MMSCFD dan sisanya dibagi PGN
Jabati dengan PT PJB. Namun, PJB sejak awal tahun ini disebutkan hanya
memperoleh 10 MMSCFD untuk Unit Pembangkitan Gresik.

      Khusus PT PGN, adalah mengupayakan tetap berlangsungnya kegiatan
industri manufaktur yang menjadi pelanggan BUMN tersebut disebabkan menyerap
banyak tenaga kerja. Tentu saja PT Petrokimia Gresik juga penting dipenuhi
gasnya, agar mampu memproduksi pupuk sesuai kebutuhan petani. Demikian pula
PT PJB memerlukan untuk menjaga pasok listrik di sistem Jawa-Bali.

      Industri 'lumpuh'

      Kenyataannya, Jatim yang kaya sumber gas bumi dengan cadangan terbukti
di ladang-ladang provinsi tersebut mencapai 2,468.01 trilliun SCF sesuai
dengan data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP
Migas), tetapi industri pengguna energi tersebut justru tidak mampu
melakukan kegiatan produksi sesuai dengan kapasitas terpasang. Ibaratnya,
industri tersebut bagai ayam kelaparan di lumbung padi.

      Akibatnya, PT PGN Jabati merasa perlu menerapkan hemat gas bagi para
pelanggannya mulai awal tahun ini hingga entah kapan. Penyalur gas bumi itu
hingga akhir tahun lalu melayani pelanggan 210 industri, 63 komersial (hotel
dan restoran) dan 8.557 rumah tangga.

      General Manager PT PGN Jabati, Trijono, mengakui pembatasan penggunaan
gas itu terpaksa dilakukan demi keberlangsungan pendistribusian secara
merata. Volume penurunan pemakaian gas yang diminta PGN Jabati 25% per hari,
menyusul berkurangnya pasok dari KPS 3 MMSCFD per hari akibat menurunnya
sumber dari ladang bahan bakar tersebut.

      BUMN-yang mulai mendistribusikan gas sejak l994-tersebut ta-hun lalu
merealisasikan penjualan gas 102,12 MMSCFD, yang mengalami kenaikan
dibandingkan penjualan pada 2003 tercatat 91,25 MMSCFD.

      Selama lima tahun terakhir penjualan PT PGN Jabati tumbuh 25% per
tahun, tapi kemampuan pasok tahun ini diduga melorot.

      "Kami, pada posisi pertengahan Mei ini, hanya mendapat pasok 90,5
MMSCFD [dari Lapindo Brantas, EMP Kangean dan Kodeco], sementara
kebutuhannya paling kurang 115 MMSCFD. Belum termasuk banyak industri yang
menjadi daftar tunggu dengan kebutuhan sekitar 100 MMSCFD," ujarnya.

      PGN Jabati mematok harga gas untuk pelanggan industri US$2,80 per
MMBTU ditambah Rp370/m3 per Agustus tahun lalu. Pelanggan sektor komersial
berkisar Rp1.500 - Rp1.800 per m3 dan rumahtangga hanya Rp1.400 - Rp1.700
per m3. Namun, harga jual gas untuk industri bulan ini dinaikkan menjadi
US$3,8 per MMBTU secara utuh tanpa diperhitungkan tambahan per m3.

      Dengan tingkat harga sebesar itu dinilai tidak memberatkan pelanggan
industri. Problem yang dirasa berat justru menurunnya pasokan gas dari
kalangan perusahaan KPS.

      Menurut Trijono, kalangan industri manufaktur yang menjadi pelanggan
PGN terancam menghentikan produksi. Bahkan bulan ini sejumlah industri skala
besar di Jatim telah menghentikan kegiatan produksi antara lain PT Emdeki,
PT Miwon Indonesia, PT Gresik Power, PT Samator, akibat rendahnya tekanan
gas menuju pabrik tersebut.

      Sebagian lagi mengalihkan ke bahan bakar non-gas demi mengejar target
produksi. "Industri pelanggan kami lumpuh dalam beberapa bulan mendatang,
jika perusahaan KPS tidak membuka sumur gas," tutur Trijono.

      KPS yang dimaksudkannya semisal Kodeco yang mengelola Blok Kujung I,
II dan III di perairan berdekatan Pulau Madura. Namun, Kodeco disebutkan
lebih cenderung membuka Kujung III yang berisi minyak, menyusul kenaikan
harga minyak di pasar internasional.

      Salah satu industri skala besar di Jatim yang mengeluhkan penurunan
pasok gas adalah PT Kertas Leces (Persero) berlokasi di Kab. Probolinggo.
Kebutuhan normal industri kertas berlogo burung hantu itu atas gas mencapai
12 MMSCFD, tetapi pasokan dari PGN Jabati hanya 9,6 MMSCFD berbarengan
dengan kenaikan harga bahan bakar tersebut sejak awal tahun ini.

      Presdir PT Kertas Leces, Robert Simanjuntak, mengatakan dengan
menurunnya pasokan gas akan digantikan dengan bahan bakar lain, sehingga
dipastikan akan menimbulkan terdongkraknya biaya dari komponen energi.

      "Komponen untuk energi mencapai 24% dari total biaya produksi kertas
atau senilai Rp13 miliar per bulan, maka kami akan mengompensaskan dengan
menaikkan harga jual produk kertas 6%," ujarnya di sela-sela peringatan HUT
PT Kertas Leces ke-47 di Surabaya belum lama ini.

      PT Kertas Leces tahun ini menargetkan produksi kertas 160.000 ton dan
memproyeksikan pendapatan Rp1 triliun, di antaranya 50% dikontribusikan
hasil penjualan di pasar domestik dan sisanya ekspor ke beberapa negara
seperti Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Hong Kong.

      Kendala pasokan gas disebutkan cukup menyulitkan kegiatan
operasionalisasi pabrik PT Kertas Leces, di tengah besarnya peluang pasar
domestik terutama berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada) mulai bulan depan.

      PT Petrokimia Gresik (Petrogres) juga menghadapi masalah sama
[kekurangan gas] sejak beberapa tahun terakhir, di mana BUMN produsen pupuk
itu hanya memperoleh 48 MMSCFD dari EMP Kangean. Sedangkan kebutuhannya
sedikitnya 60 MMSCFD.

      "Kami telah menandatangani MoU dengan EMP Kangean [yang akan
mengembangkan lapangan Terang Sirasun] untuk memperoleh tambahan pasokan gas
dengan tingkat harga setara pembeli lain seperti PT PLN maupun PT PGN,"
ungkap Dirut PT Petrogres, Arifin Tasrif, belum lama ini.

      Petrogres sebelumnya telah pula melakukan negosiasi dengan Amerada
Hess yang dijadwalkan mulai menghasilkan gas pertama pada akhir 2006. Namun,
Amerada sudah menandatangani kontrak pasokan dengan PT PLN/PT PJB sebanyak
100 MMSCFD.

      Direktur Produksi PT PJB, Bagiyo Riawan, mengatakan kontrak pasokan
gas 100 MMSCFD itu ditandatangani di Jakarta akhir tahun lalu, yang akan
dimanfaatkan memenuhi kebutuhan Unit Pembangkit (UP) Gresik berkapasitas
terpasang 2.260,18 MW.

      Pembangkit listrik tenaga gas itu membutuhkan bahan bakar 242 MMSCFD,
tetapi sejauh ini hanya memperoleh pasokan dari Kodeco 100 MMSCFD dan EMP
Kangean hanya 10 MMSCFD dari semula 40 MMSCFD dengan kontrak hingga 2011.

      "Tidak terpenuhinya kebutuhan gas di UP Gresik mengakibatkan kami
mengkonversinya ke HSD (high speed diesel) dan residu yang kini
masing-masing seharga Rp2.200 per liter dan Rp2.300 per liter," ujarnya.

      UP Gresik merupakan salah satu dari enam unit pembangkit yang dikelola
PT PJB, selain UP Paiton, UP Muara Karang, UP Brantas, UP Cirata dan UP
Muara Tawar. Kapasitas totalnya 6.492 MW.

      Bagiyo menambahkan pengkonversian dari gas ke bahan bakar minyak (BBM)
mengakibatkan BUMN tersebut tahun ini mengalokasikan anggaran operasional
menjadi sekitar Rp10,8 triliun dari tahun lalu Rp9 triliun untuk seluruh
pembangkit.

      Karena itu, lanjutnya, BP Migas diminta mengatur volume pembagian
jatah gas dari EMP Kangean secara adil, demi kelangsungan ketersediaan
energi listrik.

      Terpenuhi 2007

      Menurunnya pasok gas bumi yang membuat penggunanya di Jatim
kelimpungan diyakini tidak berlangsung lama. Masih banyak harapan bagi
industri pengguna gas bumi untuk mendapatkan pasokan bahan bakar tersebut,
menyusul akan berproduksinya sejumlah KPS mulai akhir 2006.

      Kepala Divisi Eksploitasi BP Migas, Kuswo Wahyono, mengatakan pada
akhir tahun depan sejumlah perusahaan KPS memproduksi gas sedikitnya 500
MMSCFD yakni Exxon Mobil Madura BD, Amerada Hess, EMP Kangean, Kodeco, Joint
Operation Body Pertamina-Medco Madura.

      Dengan demikian, menurut dia, total kebutuhan gas Jatim yang
diperkirakan sekitar 700 MMSCFD pada 2007 akan tercukupi, setelah adanya
pemboran pengembangan hingga Februari tahun ini sebanyak 36 sumur dan tahun
lalu terealisasi pengembangan delapan sumur off shore dan on shore.

      "Selain itu, sesuai catatan di kantor kami terdapat rencana pemboran
hingga posisi Februari tahun ini sebanyak 10 sumur, maka kekurangan gas di
Jatim akan tercukupi mulai awal 2007 mendatang," ujarnya pada Pelatihan
Wartawan Bidang Migas Jatim 2005.

      Community Development Officer Amerada Hess (Pangkah) Indonesia,
Hartono, mengakui perusahaan KPS tersebut saat ini tengah melakukan
pengerjaan konstruksi di lapangan Pangkah, dan menjadualkan pemasokan gas ke
PT PJB sebanyak 100 MMSCFD mulai akhir tahun depan.

      "Kontrak dengan PT PLN telah ditandatangani di Jakarta akhir tahun
lalu, maka diharapkan pasokan gas ke Unit Pembangkit Gresik akan terwujud
sesuai jadwal," paparnya.

      Boleh jadi problem para pengguna gas di Jatim akan terjawab secara
tuntas pada awal 2007, sesudah dilakukannya eksplorasi maupun eksploitasi.
Namun, Jatim dalam jangka panjang tentulah masih membutuhkan eksplorasi
baru, termasuk memanfaatkan ladang-ladang marginal yang banyak terdapat di
provinsi tersebut.
      [Close]
      http://www.bisnis.com/



      © Copyright 1996-2004 PT Jurnalindo Aksara Grafika


---
Outgoing mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/EpW3eD/3MnJAA/cosFAA/GEEolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Bantu Aceh! Klik:
http://www.pusatkrisisaceh.or.id 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke