http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2003/1015/ind1.html
SWASEMBADA KEDELAI DAN JAGUNG MASIH SEBATAS MIMPI JAKARTA ? Teriknya matahari tidak menyurutkan penduduk Desa Darawolong, Kabupaten Karawang, Jawa Barat untuk menyaksikan panen perdana kedelai yang dilakukan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M.S Soewandi. Di atas tanah seluas 75 ha, kedelai yang pertama kali ditanam pada pertengahan Juli 2003 menghasilkan panen yang dianggap sangat berhasil. Panen kedelai varietas lokal ini mampu mencapai 3,6 ton/ha. Padahal target sebelumnya cuma 3 ton/ha. Menanam kedelai merupakan sesuatu yang baru bagi daerah lumbung beras ini. ?Kami dulu sulit meminta dan meyakinkan penduduk agar mau memberikan tanahnya ditanami kedelai setelah panen padi,? ujar Ata Sukarta, salah seorang penggerak kelompok tani di desa Darawolong, Selasa (14/10). Penanaman kedelai ini dijamin tidak akan mengganggu tanaman padi. Karena rumusannya penanaman baru bisa dilakukan setelah panen padi dua kali. Biasanya tanah penduduk dibiarkan menganggur apabila panen selesai,namun kali ini tanah terus berproduksi. Keberhasilan panen perdana ini dengan konsep kemitraan dengan dunia usaha, mendorong Menperindag untuk memikirkan meneruskan proyek ini menjadi 6000 ha. Daerah-daerah lain juga akan ikut dilibatkan. Pemicunya, target swasembada kedelai! Tidak hanya kedelai, komoditi jagung masuk dalam program peningkatan produksi ala Menperindag. Kalau kedelai di Kerawang maka jagung di daerah Kebumen. Diharapkan pendapatan petani juga ikut terdongkrak bila produksi semakin meningkat. ?Targetnya tahun 2005 swasembada jagung dan kedelai, produksi akan mampu memenuhi semua kebutuhan industri dan masyarakat,? ujar Rini Soewandi optimis. Ironis memang setelah pernah mengecap produksi jagung dan kedelai dalam jumlah besar, Indonesia kini menjadi importir produk kedua komoditi itu dengan nilai triliunan rupiah. Sadarkah kita, bila kecap, tahu atau tempe yang kita konsumsi bisa jadi dari kedelai impor. Jagung dan kedelai, dua komoditi yang paling sangat tinggi impornya di samping gula dan beras. Setiap tahun Indonesia mengimpor biji kedelai tak kurang 1,1 juta ton dan jagung 1,3 juta ton. Bahkan bungkil kedelai Indonesia merupakan net importir dengan jumlah impor rata-rata 1 juta ton. Padahal, kedua komoditi ini dianggap sangat vital bagi ketahanan pangan. Namun ternyata produksi jagung dan kedelai tidak mampu mengimbangi laju peningkatan kebutuhan masyarakat. Seiring pertambahan pendudukdengan kebutuhan jagung dan kedelai melonjak sementara peningkatan produksi berjalan terseok-seok. Potensi Pasar Impor Banyak sebenarnya program yang pernah dilakukan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan itu tapi semuanya berlalu begitu saja. Di antaranya Program Pengapuran, Supra Insus, Opsus kedelai dan program yang paling terkenal ketika era pemerintahan Soeharto, yakni Program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi Kedelai Jagung) menuju swasembada 2001. Tetapi, sampai saat ini pun Indonesia belum mampu melakukan swasembada komoditi itu. Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Siswono Yudohusodo mengatakan, ke depan akan terjadi lonjakan kebutuhan pangan yang amat besar. Pasar pangan sebenarnya merupakan potensi untuk memperkuat pertanian. Jika salah penanganan, pasar pangan amat besar itu akan dimanfaatkan dengan baik sebagai pasar yang empuk oleh produsen pangan dari luar. Pasar domestik memang telah menjadi potensi yang luar biasa bagi produsen pangan, termasuk jagung dan kedelai dari luar negeri. Apalagi mengingat harga jagung dan kedelai impor masuk dengan harga murah. Siswono menegaskan, impor dirangsang oleh pertama, kebutuhan dalam negeri yang amat besar; kedua, harga di pasar international yang rendah, ketiga, produksi dalam negeri yang tidak mencukupi; dan keempat, adanya bantuan kredit impor dari negara eksportir. Bahkan ditengarai produk-produk itu masuk dengan cara dumping. Pembuktian adanya dumping ini dilansir oleh Institutet for Agriculture and Trade Policy (IATP) yang bermarkas di Minnesota, Amerika Serikat. Selain jagung dan kedelai, produk yang juga didumping adalah gandum, beras dan kapas. Kelima komoditas ini diekspor dengan harga di bawah biaya produksi. Siswono menambahkan, akibat tekanan dari negara-negara eksportir kedelai dan jagung berupa penyediaan kredit ekspor, sejak 10 tahun terakhir produksi kedelai dan jagung mengalami penurunan. Di lain pihak, petani Indonesia justru tidak memperoleh kebijakan yang nyata terhadap keberpihakan terhadap petani. Padahal kedua komoditi ini masuk dalam skema proteksi dari perdagangan bebas. ?Agar pembangunan pertanian memiliki arah yang jelas, negara perlu menetapkan politik pertanian yaitu keputusan sangat mendasar di bidang pertanian pada tingkat negara, yang menjadi arah ke depan, untuk menjadi acuan semua pihak yang terlibat, dengan sasaran membangun kemandirian di bidang pangan,? ujar Siswono. Produksi Menurun Kedelai, menunjukkan penyusutan lahan dan produksi. Pada 2000 luas lahan 824.484 ha kemudian turun menjadi 678.848 ha pada 2001 dan menyusut lagi pada 2002 menjadi 544.522 ha tahun 20002. Seiring dengan penyempitan lahan, juga produksi anjlok. Tercatat produksi kedelai pada 2000 mencapai kisaran 1 juta ton dan tahun 2001 sebanyak 827 ribu ton dan pada 2002 hanya bisa sebesar 573 ribu ton. Kacang kedelai bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap dan susu. Jenis industri yang tergolong skala kecil - menengah ini tetapi dalam jumlah sangat banyak menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedelai. Lonjakan importasi kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan seperti tahu, tempe yang jenis makanan ini semakin banyak atau populer digunakan sebagai pengganti daging. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, produksi jagung pada 2002 mengalami kenaikan sementara kedelai mengalami penurunan. Produksi jagung tahun 2002 naik sebesar 3,28 persen atau 0,31 juta ton pipilan kering, dari 9,35 juta ton pipilan kering tahun 2001 menjadi 9,65 juta ton pipilan kering tahun 2002. Tetapi kenaikan produksi jagung ini tidak diikuti dengan naiknya luas panen jagung tahun 2002 yang malah mengalami penurunan. Penurunan luas panen jagung diperkirakan sebesar 4,84 persen. Berbeda dengan produksi jagung, untuk produksi kedelai tahun 2002 sebaliknya malah mengalami penurunan sebesar 18,61 persen. Dari 0,83 juta ton biji kering pada 2001 menjadi 0,67 juta ton biji kering di tahun 2001. Atau mengalami penurunan sebesar 0,15 juta ton biji kering. Penurunan ini karena turunnya luas panen kedelai sekitar 19,79 persen atau 0,13 juta hektare. Departemen Pertanian selalu mengusung angka produksi jagung sekitar 9 juta ton lebih. Produksi jagung tertinggi terjadi tahun 1998 sebanyak 10,1 juta ton dari luas areal panen 3,8 juta ha. Tapi, di tengah produksi yang cukup tinggi tersebut, kebutuhan industri pakan ternak ternyata justru dipasok dari impor. Industri pakan membutuhkan setiap tahun 3,5 juta ton jagung dari jumlah produksi dalam negeri hanya mampu menyediakan 2 juta ton dan 1,5 juta ton merupakan impor. Kebutuhan untuk pangan hanya berkisar 0,5 juta ton. Konsumen jagung terbesar selama ini adalah untuk pangan dan industri pakan ternak. Bahan baku pakan ternak 50 persen adalah jagung. Seiring membaiknya kehidupan ekonomi ekuivalen dengan peningkatan konsumsi protein hewani,maka bertumbuhnya industri pakan menuntut penyediaan jagung yang semakin besar. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Indonesia (GPMT), Budiarto Soebijanto menegaskan, pihaknya tidak akan mau impor kalau produksi nasional bisa mencukupi. Selain kualitas lebih bagus, harga impor juga malah justru lebih mahal dari produk lokal. Dia menepis tudingan yang menyebutkan apabila jagung impor lebih murah. Bahkan demikian tingginya harga jagung dari AS, pengusaha kini mengalihkan sebagian impornya dari Cina. Harga impor dari Cina US$125/ton, sedangkan dari AS mencapai US$130/ton. ?Kalau ada produksi di dalam negeri buat apa impor. Lebih menguntungkan beli di dalam negeri dari impor. Selain kualitas lebih bagus bisa di beli dengan jumlah sedikit. Sedangkan impor harus beli satu kapal dan bayar pakai dolar lagi,? tegas Budiarto. Dia menekankan, pasokan jagung seluruhnya habis diserap industri pangan maupun pakan ternak. ?Kalau memang berlebih pasti ada tumpukan jagung. Sekarang, buktikan di mana ada tumpukan itu,? ujarnya. Untuk meningkatkan produksi, banyak desakan agar mengenakan bea masuk terhadap jagung dan kedelai. Saat ini bea masuk jagung dan kedelai tidak dikenakan sama sekali. Di lain pihak, pemerintah dalam hal ini Depperindag tidak berniat sama sekali untuk mengenakan bea masuk. Karena itu, desakan untuk menaikkan bea masuk tidak mendapat respon. Menurut Rini Soewandi, tanpa bea masuk harga jagung dan kedelai justru sudah baik. Harga kedelai saat ini mencapai kisaran Rp3500/kg dan sudah cukup menguntungkan bagi petani. Sedangkan harga jagung, menurut Budiarto cukup tinggi dan selalu mengikuti harga jagung impor mencapai kisaran Rp1200/kg. Bea masuk bukan program utama pemerintah untuk menaikkan pemasukan negara tapi lewat pajak dan bea cukai. Bea masuk hanya alat stabilisasi harga. Harga saat ini sudah bisa merangsang petani untuk menanam lebih banyak lagi,? ujar Menperindag. Semangat petani untuk meningkatkan produksi harus diakui sangat besar. Namun, keberpihakan pemerintah terhadap petani juga harus ada. Apabila instrumen itu tidak ada target swasembada kedelai dan jagung rasanya masih jauh dari harapan atau masih sebatas impian. (SH/naomi siagian) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/