PRT Dikasih NPWP! Shinta Shinaga - detikcom Jakarta - Salah sasaran surat penetapan nomor pokok wajib pajak (NPWP) semakin menjadi-jadi. Bahkan pembantu rumah tangga pun dapat NPWP. Menggelikan sekaligus memprihatinkan.
Itulah salah satu fakta yang terungkap dari membanjirnya surat elektronik pembaca detikcom, Rabu (12/10/2005). Simak juga beragam pengalaman pembaca lainnya. Faiz: Pembantu di rumah saya, Nn, 25 tahun, menerima surat NPWP dari Ditjen Pajak. Padahal gaji yang dia terima dari kami per bulan hanya sebesar Rp 350.000. Kok bisa ya? Kepada yang terhormat bapak/ibu di Perpajakan, tolong dong kerjanya yang bener, jangan ngawur gitu. Malu Pak/Bu sama rakyat, Bapak/Ibu kan rata-rata berpendidikan S1, banyak yang dari STAN lagi. Dicky Indrolaksono: Orangtua saya yang sudah tidak bekerja lagi justru dikirimi surat NPWP, padahal penghasilan saja tidak ada, bergantung dari tabungan dan anak-anak. Ini kan aneh. Terus gimana yah cara mengurusnya, sebab saya takut nanti orangtua saya dikejar-kejar sama kantor pajak. Apalagi dari yang saya dengar, kantor pajak kalau menagih pajak mirip debt collector. Andi Sugandi: Orangtua saya kaget ketika menerima surat NPWP. Ayah saya pensiunan pegawai Depkes dengan uang pensiun Rp 650.000 per bulan. Dia buka warung kelontong untuk tambahan hidup, punya rumah semi permanen kurang lebih 190 meter, dan hidup beserta ibu dan 1 keponakan untuk bantu jaga warung. Apakah kriteria ini layak dapat NPWP menurut Ditjen Pajak? Dudi Suhendar: Ayah saya dikirimi surat NPWP. Anehnya, ayah saya dikenakan pajak penghasilan dan badan usaha. Sedangkan kenyataannya, ayah saya sudah berumur 67 tahun, bukan pensiunan, tidak mempunyai rumah mewah, mobil mewah, yacht, pemegang saham, atau pun badan usaha. Dia dahulunya karyawan swasta biasa. Ayah saya bingung harus mengadu ke mana. Endy Arif Budyanto: Dua tahun lalu saya menerima surat NPWP. Saya lupa tanggal tepatnya. Lucunya, misalnya surat tertanggal 1 Oktober, saya baru menerima tanggal 25 Oktober. Anehnya, di surat ada tertulis, jika dalam 15 hari sejak tanggal surat ini, saudara tidak melaporkan, maka saudara telah melanggar bla...bla...bla...lucu kan? Alfred C: Setahu saya data yang dipakai untuk menjaring wajib pajak itu diambil dari salinan kartu keluarga di kelurahan. Dan dengan serta-merta main kirim saja. Bahkan mertua saya yang sudah punya nomor NPWP saja dikirimi lagi. Dan kalau tidak dilaporkan, pajak tahunannya bisa dikenai denda. Sepertinya ada objekan antara petugas pajak dan pegawai kelurahan, demi namanya target wajib pajak. Jadi kerjanya membabi buta. Semakin banyak yang dikirimi, semakin sukses kerjaannya kalee...Aneh bin ajaib perpajakan di negeri ini. Yustarom: Orangtua saya pensiun dari pegawai negeri sipil (PNS) sejak sekitar 7 tahun lalu, dan juga mendapat surat NPWP tersebut. Dia dikenakan PPh 21, 25 dan 29. Di dalam surat tersebut juga dicantumkan bahwa orangtua saya adalah pegawai swasta, bukan PNS. Saya tidak mengerti, data tersebut didapat dari mana ya? NKS Wijaya: Saya sudah mendaftar hampir setahun untuk mendapatkan NPWP. Sampai hari ini saya belum mendapatkan NPWP saya. Tentu saja menjadi hal yang ironi kalau saya yang mau membayar pajak tetapi dipersulit oleh petugas pajak. Arie Fiantisca: Saya ingin beli rumah lewat KPR, harganya tidak sampai Rp 100 juta. Tapi kok syaratnya harus punya NPWP. Menurut saya, ini aneh dan keterlaluan. Gimana rakyat kecil bisa punya tempat tinggal, kalau yang pas-pasan saja masih "dipalakin". Mudah- mudahan Pak Hadi Purnomo (Dirjen Pajak) punya cara lain untuk meningkatkan wajib pajak. Suhartono Sanjoto: Bulan lalu, saya menerima surat NPWP melalui alamat mertua saya. Lucunya, saya diberi nomor NPWP dengan jenis usaha kantor berita. Padahal, saya tidak pernah usaha sendiri dan sampai sekarang cuma wartawan. Saya menduga, Ditjen Pajak tidak memiliki database akurat sebelum melayangkan surat dan menerbitkan NPWP. Karena merasa salah sasaran, saya kembalikan surat itu ke Ditjen Pajak. Semula, saya ingin mendiamkan saja, namun saya takut nanti kena pajak yang tidak semestinya. Eko Maryadi: Saya wartawan freelance/stringer media asing di Jakarta. Saya bukan pegawai tetap, tidak punya gaji tetap, tidak punya kantor maupun usaha. Saya mendapat surat NPWP yang menyebut status saya pegawai swasta dengan status usaha tunggal. Apakah wartawan freelance seperti saya bisa dikategorikan pegawai swasta? Saya ingin berdialog dengan Dirjen Pajak Hadi Purnomo lewat surat ini. Pajak itu harusnya setara dengan pelayanan publik oleh pemerintah. Kita hidup di zaman demokrasi, bukan di zaman kerajaan, di mana setiap warga harus memberi upeti kepada raja. Peningkatan pajak harus dibarengi dengan pelayanan publik lebih baik kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, pajak rakyat ditarik, tapi pelayanan pemerintah kepada publik masih amburadul. Inka: Saya tinggal di Medan, dan pernah dikirimi surat NPWP. Saya masih menganggur. Tapi setiap hari tetap bayar pajak, karena setiap yang saya beli telah dikenakan pajak, termasuk membeli sebungkus rokok. Saya sangat berharap pemerintah dan terutama kantor pajak bisa memiliki data yang baik dan benar serta dimanfaatkan dengan benar untuk kepentingan dan kemajuan negara kita ini. William S: Saya sih tidak heran kalau keakuratan data (calon) wajib pajak di kantor pajak itu ngawur, sebab yang ngetik itu anak-anak kerja praktek atau karyawan kontrakan yang kerjanya terus-menerus dikejar deadline. Sementara petugas pajak yang asli lebih baik menunggu di 'pos-pos yang basah'. Tiga tahun lalu saya beli rumah. Tetapi setiap bulan Mei-Juni selalu ada surat pemberitahuan untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan, dengan ancaman denda segala. Karena saya penghuni baru, maka saya kirimkan sanggahan melalui Surat Tercatat ke Kantor Pajak, menyatakan bahwa kemungkinan itu CV dari pemilik lama. Saya sudah berikan alamatnya dan nomor teleponnya. Tetapi di tahun berikutnya dikirimkan kembali SPPT. Loh, berarti Surat Tercatat yang saya kirimkan dulu itu tidak ditindaklanjuti. Akhirnya saya abaikan saja SPPT dari Kantor Pajak tersebut. Jadi, pengiriman formulir sanggahan itu belum tentu akan ditindaklanjuti Kantor Pajak. Yah, begitulah Indonesiaku. Maramis: Saya bekerja di luar negeri/offshore (India). Gaji mereka transfer ke Indonesia setelah dipotong pajak/tax deduction bila saya off di Jakarta. Apakah saya harus memiliki NPWP? Haruskah saya bayar pajak lagi di Indonesia walau gaji saya sudah dipotong perusahaan saya bekerja di luar negeri? Bagaimana cara membuat laporan pajaknya? Jeffry Gaspersz: Saya termasuk yang dikirimi surat NPWP akibat cara kerja Ditjen Pajak yang semrawut dan ngaco. Kira-kira apa yang harus saya perbuat? Sobari Tanuwijaya: Tolong jelaskan cara menghitung PTKP, kan ada batasannya, sampai berapa dipotong berapa? Zulkarnain: Dalam waktu yang bersamaan saya menerima 2 surat dan 2 NPWP. Dua-duanya keliru dalam data pekerjaan. Saya disebut karyawan swasta, padahal saya PNS. Bagaimana cara menyanggahnya? Rismanta: Saya kaget banget terima surat NPWP. Setelah baca detikcom, ternyata yang bingung tidak cuma saya saja ya. Saya jadi punya 2 NPWP nih. Memang sih disuruh balikin bila sudah punya NPWP. Saya heran dengan database kantor pajak. Sebelum kirim surat NPWP, apa tidak dilihat dulu datanya? Atau hanya main hantam kromo saja? (sss) --- Outgoing mail is certified Virus Free. Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com). Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005 ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/