http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/05/utama/2267686.htm
ANALISIS EKONOMI BI, Awas Resesi...! Martin PH Panggabean Spekulasi bahwa Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga moneter, BI Rate, semakin menumpuk. Mayoritas pengamat memprediksi kenaikan BI Rate sebesar 100 basis poin sehingga mencapai 13,25 persen. Semua analis yang dikutip hampir seluruh media massa mengaitkan prediksi kenaikan BI Rate itu dengan angka inflasi yang terus membubung, melebihi angka 18 persen saat ini. Saya berbeda pendapat dengan pengamat dengan berbagai alasan. Pertama, saya tidak percaya kebijakan moneter melulu melihat kepada angka inflasi headline-yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Saya percaya angka yang relevan untuk kebijakan moneter adalah inflasi inti. Sejak pertengahan tahun 2004 Bank Mandiri telah secara reguler mengeluarkan estimasi angka inflasi inti kepada publik. Minggu lalu anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) akhirnya mengungkapkan peran penting inflasi inti dalam pengelolaan suku bunga. Di berbagai negara, terutama negara maju dengan laju inflasi yang relatif rendah, kedua jenis angka inflasi ini tidaklah jauh berbeda. Akan tetapi, untuk Indonesia (dan negara-negara dengan inflasi tinggi lainnya), perbedaannya bisa cukup besar. Contohnya, pada Oktober lalu angka inflasi BPS sebesar 17,3 persen, sementara menurut BI angka inflasi inti adalah 8,7 persen (mirip dengan angka inflasi inti Bank Mandiri yang 8,5 persen). Dengan kata lain terdapat selisih 8,6 persen. Pada November lalu angka inflasi inti Bank Mandiri sebesar 9,4 persen (angka inflasi inti BI konon belum selesai dihitung). Dari sudut inflasi inti memang terjadi kenaikan, tetapi tidak separah angka yang dikeluarkan BPS. Dengan melihat angka inflasi inti bulan November sebesar 9,4 persen, jelas bahwa suku bunga BI Rate sebesar 12,25 persen masih cukup memadai. Paling tidak sampai akhir Desember 2005. Kalaupun dirasa mendesak, saya hanya merekomendasikan kenaikan sebanyak 25-50 basis poin. Alasan kedua untuk tidak mendukung kenaikan BI Rate yang agresif karena BI harus waspada atas kejutan (shock) lanjutan pada tahun 2006. Untuk itu, BI harus menyediakan penyangga (buffer) yang memadai bagi BI Rate. Secara implisit, kita tahu angka 13 persen adalah level yang semakin mengkhawatirkan bagi perbankan karena volume intermediasi yang semakin berkurang diiringi kredit seret yang meningkat. Secara eksplisit, Bank Indonesia sudah menyiratkan akan timbulnya masalah perbankan jika BI Rate ditaruh di atas 13 persen. Dengan demikian, jika BI terlalu agresif menaikkan suku bunga pada saat ini (katakanlah sampai tingkat 13 persen sehingga buffer zone langsung dihilangkan), kemudian terjadi kejutan tambahan, ke manakah BI Rate akan dibawa? Ke tingkat 14-15 persen? Bukankah ini memperbesar risiko sistemik perbankan dan ekonomi makro kita? Oleh sebab itu, walaupun menaikkan 25 basis poin dianggap tidak memadai, saya lebih mendukung adanya error on the conservative side. Alasan ketiga, mengapa kita memerlukan kenaikan BI Rate yang kecil karena tingkat yang sekarang sudah cukup memadai untuk menarik masuknya dana asing. Kalau tidak percaya, cobalah lihat betapa rupiah kita selalu berusaha masuk ke tingkat Rp 9.000 per dollar AS selama sebulan terakhir. Lihat pula perburuan di pasar obligasi. Itu semua didukung oleh masuknya pemodal asing yang tergiur tingginya imbal-hasil (yield) dari obligasi pemerintah. Tentu kita (rada-rada) bersyukur mereka mau membawa modalnya ke sini. Namun, dengan menaikkan BI Rate secara berlebihan, kita menghadiahi mereka dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari yang sepantasnya. Itu jelas tidak perlu. Alasan keempat mendukung kebijakan kenaikan BI Rate yang terukur karena adanya ancaman resesi perekonomian di depan mata kita. Sebelum menuai debat yang tak perlu, lebih baik saya jelaskan apa yang dimaksudkan. Untuk negara-negara dengan pertumbuhan tinggi, kontraksi ekonomi seperti tahun 1998 amat jarang terjadi. Bahkan, kalau ditarik beberapa dekade ke belakang, baru tahun 1998 kita merasakan pertumbuhan ekonomi negatif. Apa artinya kita tidak pernah resesi? Oleh sebab itu, konsep resesi yang relevan bagi kita adalah apa yang disebut sebagai resesi pertumbuhan. Sederhananya, mobil Anda sebenarnya mampu berjalan 100 kilometer per jam. Namun, karena sesuatu hal, ia hanya mampu melaju 80 kilometer per jam. Ini disebut resesi pertumbuhan. Inilah yang membayangi perekonomian kita. Proyeksi Bank Mandiri atas pertumbuhan ekonomi triwulan keempat ini sebesar 4-4,5 persen. Jauh di bawah angka 6,7 persen pada saat terbentuknya kabinet baru. Jelas ini merupakan resesi pertumbuhan. Angka ini didukung pula oleh coincident economic indicator Bank Mandiri yang menunjukkan kecenderungan serupa. Yang lebih parah lagi, leading economic indicator Bank Mandiri menunjukkan bahwa pelemahan ini masih akan terus berlangsung, paling tidak sampai triwulan pertama tahun 2006. Apa artinya indikator-indikator ini bagi BI Rate? Inilah faktor yang terlewatkan dalam debat publik selama ini. Dengan (nyaris) masuknya ekonomi Indonesia ke dalam siklus resesi, sebenarnya tekanan inflasi sudah melemah, dan di bulan-bulan mendatang kita kemungkinan akan menyaksikan inflasi yang semakin terkendali. Oleh sebab itu, sebenarnya inflasi dapat terkendali tanpa perlu menaikkan BI Rate terlalu agresif. Sebaliknya, skenario mimpi buruk saya adalah jika BI menaikkan BI Rate secara agresif, dan melalui tindakannya, justru mendorong ekonomi Indonesia tersungkur di daerah resesi pertumbuhan yang semakin dalam. Ini pasti bukan jenis sambutan hangat yang ditunggu kabinet baru hasil reshuffle. Namun, saya, yakin BI pun sadar akan adanya bahaya ini. Martin PH Panggabean Ekonom, Kepala Bank Mandiri [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help tsunami villages rebuild at GlobalGiving. The real work starts now. http://us.click.yahoo.com/T42rFC/KbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/