http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=138272
BLOK CEPU Kesepakatan Dibuat dengan Terpaksa Rabu, 15 Maret 2006 JAKARTA (Suara Karya): Pengalihan status kontrak lapangan minyak Blok Cepu dari technical assistant contract (TAC) menjadi kontrak kerja sama (KKS) dicurigai sebagai rekayasa pemerintah melegalkan pengelolaan Blok Cepu oleh ExxonMobil. Karena itu, anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto menyebut pengalihan status kontrak itu ilegal dan merupakan penjarahan. Sementara anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo menilai, kesepakatan tentang pengelolaan Blok Cepu dibuat berlandaskan beberapa kelemahan dan dilakukan dalam kondisi terpaksa. Itu, katanya, ulah pemerintah sendiri melalui tim perunding yang diturunkan menghadapi ExxonMobil. "Jadi, yang membuat kita kesulitan adalah negosiator dan pemimpin kita sendiri, bukan pihak asing," ujarnya di Jakarta, kemarin. Karena itu, menurut Dradjad, Dirut Pertamina Ari Soemarno harus siap menghadapi tuntutan publik yang kemungkinan muncul di kemudian hari mengenai kesepakatan tentang pengelolaan Blok Cepu ini. Ari, katanya, sulit menghindari risiko itu karena dia merupakan pihak yang menandatangani kesepakatan pengelolaan Blok Cepu. "Saya sudah ingatkan Soemarno (Dirut Pertamina): Anda yang meneken, Anda yang bertanggung jawab kalau di belakang hari muncul masalah hukum," katanya. Menurut Dradjad, kesepakatan tentang pengelolaan Blok Cepu ini bisa dimentahkan melalui tekanan politik. Di lingkungan DPR sendiri, katanya, sudah gencar upaya menggulirkan hak angket. Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, sebelum penandatanganan KKS - sekitar awal September 2005 -, Pertamina dan ExxonMobil menyerahkan Blok Cepu ke pemerintah. "Itu hitam di atas putih," katanya. Menurut Purnomo, perubahan TAC menjadi KKS bukan keinginan pemerintah, melainkan kehendak Pertamina dan ExxonMobil. Sesuai UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, sebenarnya tidak ada lagi bentuk TAC dalam pengelolaan wilayah kerja migas. Terkait itu, TAC yang masih berlaku harus diubah menjadi KKS. Selanjutnya, menurut Purnomo, pemerintah mengembalikan 100 persen kepemilikan Blok Cepu ke Pertamina. Ini merupakan keistimewaan terhadap Pertamina sebagai BUMN di sektor migas. "Pertamina kemudian farm out 50 persen senilai 400 juta dolar AS ke ExxonMobil. Karena itu, kepemilikan Blok Cepu menjadi 50 persen Pertamina dan 50 persen ExxonMobil," ujarnya. Purnomo juga menjelaskan, pemerintah menerbitkan PP Nomor 34/2005 yang menyebutkan berapa pun bagian Pertamina berdasarkan KKS, BUMN tersebut mendapat bagian 40 persen dari Blok Cepu. "Jadi, meski KKS menyebutkan bagian Pertamina hanya 6,75 persen, sesuai PP itu, pemerintah akan memperoleh tambahan bagian hingga 40 persen," katanya. Sesuai KKS, porsi bagi hasil produksi Blok Cepu adalah 85 persen pemerintah, 6,75 persen Pertamina, 6,75 persen ExxonMobil, dan 1,5 persen BUMD. Sementara itu, para profesional di bidang perminyakan yang tergabung dalam Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) menilai kesepakatan pengelolaan Blok Cepu bermuatan politis dan dilakukan atas tekanan pihak AS. "Kesepakatan itu tidak mencerminkan proporsi maksimal untuk tenaga ahli Indonesia dalam menduduki posisi kunci (di organisasi pengelola Blok Cepu)," kata Abdul Muthalib Masdar yang berbicara atas nama IAG dan HAGI. Menurut Masdar, organisasi baru pengelola Blok yang dibuat sesuai kesepakatan tim perunding pemerintah dan pihak ExxonMobil terlalu gemuk. "Itu pemborosan. Gaji pihak asing berlipat ganda dibanding gaji tenaga dalam negeri," katanya. Di lain pihak, Koordinator Gerakan Rakyat Penyelamat Blok Cepu, Marwan Batubara, yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendesak pemerintah agar membatalkan kesepakatan operasi bersama (Joint Operation Agreement/JOA) yang menetapkan ExxonMobil sebagai operator utama Blok Cepu. Dia juga menghimbau DPR agar menggunakan hak angket untuk mengusut pelanggaran dalam negosiasi pengelolaan Blok Cepu yang merupakan ladang kaya minyak di Jateng ini. (Andrian/Indra/Rully/Rina/Lutfia ++++ http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=138275 ANALISIS EKONOMI Pertanggungjawaban Blok Cepu Oleh Ichsanuddin Noorsy Pemerhati Masalah Kebijakan Publik Rabu, 15 Maret 2006 Negeriku malang, negeriku pecundang. Itulah julukan yang paling tepat untuk melihat bangsa Indonesia saat ini. Kebijakan-kebijakan yang dibuat di sektor energi, sejak era pemerintahan Presiden BJ Habibie, membuat bangsa kita mengalami "sakratul maut" alias sekarat. Entah bangsa kita telah tertipu atau ditipu oleh teori-teori yang meninabobokkan. Yang pasti, kebijakan yang diambil seperti enak tetapi pahit. Itulah yang terjadi bertubi-tubi, sehingga kekayaan sumber daya alam negeri kita betul-betul mengalami degradasi tak terperikan. Coba lihat dengan mata yang jernih dan jujur: adakah kebijakan di sektor energi betul-betul menenteramkan dan mengarah pada kesejahteraan rakyat? Nyaris semua kebijakan itu menyengsarakan! Belum lagi pengambilan kebijakan di sektor energi ini dilatari hal-hal tidak logis. Begitu pula kebijakan menyangkut lapangan minyak Blok Cepu. Pangkal persoalan lapangan minyak ini bermula dari pengalihan pola technical assistant contract (TAC) ke kontrak kerja sama (KKS). Ini mesti ditelisik sebagai sebuah kesalahan. Harus pula diteliti siapa figur yang mendorong lahirnya kesepakatan tentang itu. Pertanggungjawaban pengalihan pola TAC ke KKS, sekalipun sah sebagai sebuah kesepakatan, jelas mempunyai motif. Karena itu, harus ditelusuri bagaimana kesepakatan tersebut bisa lahir. Lalu siapa figur serta aktor intelektualnya. Dengan demikian, terbuka peluang bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menggugat pemerintah kepada Mahkamah Agung. Karena kontrak itu jelas telah menyengsarakan rakyat Indonesia sekarang dan di masa datang. Kalau kita menarik konklusi, maka negeri ini memang sudah masuk perangkap kolonialisme. Walaupun sejak zaman Soekarno sudah terpasang, perangkap tersebut terus berlangsung hingga sekarang ini. Di era pemerintahan Presiden Soeharto, AS mendapatkan konsesi tambang Freeport di Papua yang memiliki kekayaan emas berlimpah tiada tara. Lalu di masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono sekarang ini, AS sejak jauh hari sudah menargetkan menguasai Blok Cepu. Target tersebut terbukti bisa mereka capai melalui kesepakatan yang dibuat pihak ExxonMobil dan tim perunding pemerintah. Tapi seperti juga konsesi tambang Freeport, penguasaan Blok Cepu oleh pihak AS ini niscaya berbuntut negatif: di belakang hari, masyarakat memprotes karena mereka tidak puas. Terlebih kalau proses pengalihan pola pengelolaan Blok Cepu ini - dari TAC ke KKS - direkayasa lewat aturan-aturan yang sengaja dibuat. Lepasnya pengelolaan Blok Cepu ke tangan ExxonMobil ini niscaya merupakan tamparan menyakitkan: bahwa harkat dan martabat kita selaku bangsa terhinakan - karena kebijakan pemerintah lebih berpijak pada asing ketimbang bagi kepentingan rakyatnya sendiri. Kebijakan pemerintah yang membuat pengelolaan Blok Cepu jatuh ke tangan ExxonMobil ini lebih terasa menyakitkan karena ExxonMobil sudah sejak lama melihat bahwa lapangan minyak tersebut menyimpan cadangan sangat besar - dan karena itu mereka akan melakukan upaya apa pun untuk bisa menguasainya. Jadi, kenapa pemerintah tidak mengambil kebijakan bahwa Blok Cepu dikelola oleh anak bangsa kita sendiri? Bantahan demi bantahan menyatakan kontrak pengalihan status kontrak pengelolaan Blok Cepu dari TAC ke KKS bersih dan tidak cacat. Juga pemberian hak pengelolaan kepada ExxonMobil sudah sesuai aturan dan disepakati bersama. Namun patut dicatat bahwa kebijakan yang dibuat bisa dikondisikan terlebih dahulu dan telah dirancang sedemikian rupa. Alhasil, sebelum disusun perumusannya, kebijakan pengalihan status kontrak Blok Cepu ini sudah sampai pada kata sepakat. Ini yang disebut rekayasa dokumen yang sistematis, sehingga di kemudian hari sulit untuk membuktikan adanya penyimpangan pada pengalihan status kontrak itu. Namun itu bukan berarti tak bisa ditelusiri. Paling tidak, manakala pemerintahan sudah berganti, persoalan ini bisa terkuak. Karena itu, bagi pihak-pihak yang berperan besar dalam pengalihan TAC ke KKS Blok Cepu akan dituntut pertanggungjawabannya di kemudian hari. Rakyat mungkin saja menggugat dan meminta mereka diusut dan diproses secara hukum.*** [Non-text portions of this message have been removed] Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/