http://www.wakalanusantara.com/artikel02.php
Jakarta, 15 September 2008
Krisis Palsu Minyak dan Pangan
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara

Pertanyaan kita adalah apakah penyebab dan akar krisis
ekonomi dan pangan tersebut? Apakah kelangkaan
(scarcity) dari sumber energi dan pangan, sebagaimana
dikatakan oleh para pejabat? Ataukah inflasi
sebagaimana dikatakan oleh para ekonom? Ataukah ada
persoalan lain?

Salah satu faktor yang dituding sebagai penyebab
krisis ekonomi dunia akhir-akhir ini adalah harga
minyak mentah dunia. Dalam kurun enam bulan belakangan
ini, menyusul krisis kredit perumahan di AS sejak
September 2007, harga minyak terus-menerus naik.
Sebelum memasuki kuartal terakhir 2007 lalu harga
minyak hanya sekitar 70 dolar AS. Dalam waktu yang tak
terlalu lama harga ini bergejolak dan, sesudah
melewati angka psikologis 100 dolar AS/barel, terbukti
tak kunjung reda, bahkan kini telah mencapai angka
tertingginya, 115-an dolar AS.

Belum ada tanda-tanda gejolak ini akan berakhir, kita
disodori oleh krisis baru yang lebih mengkhawatirkan,
yakni krisis pangan. Media masa memberitakan mulai
terjadinya kerusuhan di berbagai kota di dunia.
Insiden orang kelaparan pun makin membayangi. Para
pejabat di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) bahkan
menyebutkan krisis pangan ini sebagai the silent
tsunami yang melanda dunia.

Pertanyaan kita adalah apakah penyebab dan akar krisis
ekonomi dan pangan tersebut? Apakah kelangkaan
(scarcity) dari sumber energi dan pangan, sebagaimana
dikatakan oleh para pejabat? Ataukah inflasi
sebagaimana dikatakan oleh para ekonom? Ataukah ada
persoalan lain?

Tulisan ini ingin membuktikan bahwa memang ada
persoalan yang ditutup-tutupi, atau setidaknya
dialihkan, hingga akar masalah yang sebenarnya tidak
diketahui umum.



Komodifikasi dan Muslihat Uang Kertas
Persoalan sesungguhnya bukan terletak pada komoditi
itu sendiri, baik minyak atau pun pangan atau komoditi
apa pun, melainkan pada manipulasi yang merusak
tatanan alamiah. Krisis minyak atau pangan, atau
komoditi apa pun, tidak pernah disebabkan oleh
kelangkaan komoditi itu sendiri. Implikasinya, krisis
komiditi tidak pernah bermula dari komoditi itu
sendiri, melainkan bermula dari komodifikasinya dan
alat transaksi yang digunakan sebagai penukar komoditi
tersebut, yakni uang fiat (kertas) yang tidak memiliki
nilai apa pun kecuali selembar kertas itu sendiri.

Pertama-tama kita pahami, pada dataran teknis, memang
ada persoalan distribusi, tapi bukan produksi. Sumber
daya alam (SDA) selalu melimpah, kalau tidak di semua
daerah, di suatu daerah lainnya. Persoalannya, dalam
era kapitalisme sekarang ini, sumber daya alam (SDA)
sepenuhnya telah dikomodifikasikan, artinya dikuasai
hanya oleh segelintir orang. Ketika telah
dikomodifikasikan maka SDA tidak lagi diproduksi dan
didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan semua orang,
melainkan untuk memenuhi ketamakan segelintir orang
yang menguasainya.

Lantas, kedua, ketika komoditi itu telah berada di
tangan segelintir orang, maka fungsi asasinya sebagai
alat pemenuhan kebutuhan hidup manusia tidak lagi
dipedulikan, komoditi sepenuhnya menjadi sumber
kekayaan. Inilah hal sebenarnya yang hari-hari ini
sedang kita saksikan: kelangkaan energi dan pangan
yang jadi persoalan mayoritas manusia, dijadikan
sumber kekayaan-melimpah segelintir orang yang
menguasainya di gudang-gudang mereka. Dengan kata
lain, krisis minyak dan pangan, yang
digembar-gemborkan media massa di seluruh dunia saat
ini, adalah semu belaka.

Dan, ketiga, hal inilah yang seharusnya membuka mata
kita semua, sebagaimana akan ditunjukkan di bawah
nanti, sistem mata uang kertas sebagai pengganti
komoditi, adalah instrumen penghisapan oleh segelintir
orang. Sistem uang kertas adalah sistem rente, atau
riba, yang sangat menindas, karenanya diharamkan dalam
Islam. Alat tukar yang halal (karena keadilannya)
haruslah sesama komoditi, dua yang terbaik di
antaranya emas dan perak.



Dalam Dinar Harga Minyak Stabil
Harga minyak mentah (Indonesia) terus mengalami
kenaikan dalam lima tahun terakhir, dari 37.58 dolar
AS (2004) menjadi 53.4 dolar AS (2005), menjadi 64.29
dolar AS (2006), menjadi 72.36 dolar AS (2007), dan
terakhir melonjak menjadi 95.62 dolar AS/barel (2008).
Kenaikannya adalah 154% (dari 37.58 menjadi 95.62
dolar AS/barel). Kalau kita ambil harga minyak mentah
dunia, pada tingkat yang tertinggi sekarang ini,
taruhlah sekitar 115 dolar AS/barel, maka kenaikannya
lebih tinggi, 206%. Secara flat kenaikan rata-rata
harga minyak mentah Indonesia per tahunnya (dalam
dolar AS) adalah 38.5%, sedang minyak dunia sebesar
50.1%.

Sementara itu, kurs dinar emas sendiri dari tahun ke
tahun juga terus-menerus naik. Pada tahun 2004 satu
dinar adalah 54 dolar AS, menjadi 60 dolar AS (2005),
berikutnya (2006) menjadi 85 dolar AS, lalu 95 (2007),
dan saat ini (2008) menjadi 127 dolar AS, sebelum
kembali turun ke 117 dolar AS (Mei 2008). Jadi, dinar
emas sendiri mengalami apresiasi cukup besar, meskipun
lebih rendah dari kenaikan harga minyak mentah, yaitu
135% (dari 54 dolar AS menjadi 117 dolar AS/dinar).
Rata-rata apresiasi dinar emas per tahun, dalam
periode ini, adalah 29.16%, terpaut sekitar 9% dari
rata-rata kenaikan harga minyak mentah (Indonesia) di
atas.

Sekarang kita lihat harga minyak mentah, dalam periode
yang sama, dalam dinar emas. Pada tahun 2004 harga
minyak mentah Indonesia adalah 0.7 dinar emas/barel,
yang sesudah mengalami kenaikan lumayan tinggi setahun
kemudian (2005) yakni 28%, menjadi 0.9 dinar
emas/barel, kembali turun 11% setahun kemudian (2006)
menjadi 0.76 dinar emas/barel. Dalam kurun tiga tahun
terakhir, ketika situasi sangat tidak stabil – yang
selalu ditampilkan kepada kita sebagai ’krisis’
– harga minyak dalam dinar emas justru sangat
stabil, tidak beranjak dari 0.76 dinar emas/barel.
Dalam periode ini (2006-2008) harga minyak mentah
dalam dolar AS naik secara drastis, sekitar 49%! (dari
64.29 ke 95.62 dolar AS/barel). Dalam dinar emas tidak
berubah alias kenaikannya 0%!

Dengan cara ini kita melepaskan kaitan antara SDA
dengan uang kertas (dolar AS). Kita kembalikan kaitan
antara satu SDA (minyak) dan SDA lainnya (emas).
Dengan jelas terbukti, antara keduanya, tidak terjadi
pergeseran nilai tukar, inflasinya 0%. Kalau pun
terjadi pergeseran, lebih karena faktor alamiah,
kelangkaan atau kelebihan pasok, yang dalam waktu
segera mengalami keseimbangan baru, sesuai dengan
hukum supply-demand itu sendiri. Dengan adanya
intervensi uang kertas, sebagai pengganti salah satu
SDA yang dipertukarkan, dengan nilai nominal yang
ditetapkan secara paksa oleh hukum negara, rusaklah
hukum alamiah supply-demand ini. Segelintir orang,
para pengganda uang kertas itu lah, yang meneguk
keuntungan sepenuhnya dari rusaknya hukum alam
tersebut. Maka, timbullah krisis palsu SDA seperti
saat ini. Krisis yang sebenarnya adalah pada sistem
mata uang kertas!

===
Paket Umrah Mulai Rp 15,4 juta
Informasi selengkapnya ada di:
http://www.media-islam.or.id

Syiar Islam. Ayo belajar Islam melalui SMS

Untuk berlangganan ketik: REG SI ke 3252

Untuk berhenti ketik: UNREG SI kirim ke 3252. Sementara hanya dari Telkomsel 
Informasi selengkapnya ada di http://syiarislam.wordpress.com


      
___________________________________________________________________________
Cari tahu ramalan bintang kamu - Yahoo! Indonesia Search.
http://id.search.yahoo.com/search?p=%22ramalan+bintang%22&cs=bz&fr=fp-top

Kirim email ke