Pernyataan Sikap Peringatan Hari Ham Internasional Negara Wajib Memberi Perlindungan Hak Asasi Manusia di Saat Krisis Ekonomi Global Rakyat Bersatu Melawan Kapitalisme dan Fundamentalisme Tanggal 10 Desember diperingati masyarakat Internasional sebagai hari Hak Asasi Manusia (Ham) se-dunia. Dalam sejarahnya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan sebuah piagam yang dikenal sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948 silam. DUHAM telah menjadi kesepakatan internasional yang diacu untuk mengatur promosi sekaligus proteksi terhadap martabat kemanusiaan setiap individu. Kapitalisme Penghalang Utama Penegakan HAM Persoalan penegakan HAM hari ini bertitik tolak dari satu kegagalan perlindungan Negara terhadap hak rakyat untuk hidup layak dan bermartabat. Berbagai rezim di era reformasi gagal memenuhi dan melindungi hak asasi warganya sebagai akibat dari pilihan model pembangunan negara yang berwatak kapitalistik . Sistem Kapitalisme mendasari prakteknya pada prinsip komodifikasi (bisa diperdagangkan) – apapun dihalalkan untuk dijadikan komoditas mulai dari tenaga kerja buruh yang dirampas nilai lebihnya oleh kapitalis, hingga pendidikan, air bersih, listrik, dan berbagai kepentingan public yang diprivatisasi. , Kapitalisme juga menempatkan negara-negara berkembang sebagai sumber bahan mentah yang dikeruk habis dan meninggalkan persolan lingkungan yang parah: hutan rakyat musnah, limbah tambang dan dampaknya diwariskan kepada rakyat – seperti dalam tragedy Lapindo. Sementara itu konsumsi negara maju di bawah sistem kapitalisme telah menempatkan persoalan lingkungan, seperti dampak perubahan iklim dan yang paling terancam adalah kehidupan rakyat dunia ketiga yang termiskin. Kerakusan dan keangkuhan sistem ekonomi kapitalisme ini telah mengantarkan pada krisis ekonomi global, yang turut merembet ke Indonesia. Kebangkrutan kapitalisme global jelas mengakibatkan mayoritas rakyat pekerja rentan kehilangan perlindungan dari kemiskinan dan kehilangan jaminan sosial. Bukannya melakukan kewajiban Negara untuk menegakkan HAM terutama di masa krisis, rezim Yudhoyono justru menempatkan kelas buruh sebagai tumbal. Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri menyebabkan jutaan buruh terancam terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ironisnya rezim Yudhoyono berdalih kebijakan itu dipilih semata-mata untuk kepentingan penyelamatan fundamen ekonomi nasional. Padahal kebijakan itu dilakukan semata sebagai bentuk pengabdian negara tehadap kepentingan kapitalisme global. Sistem kapitalisme telah menyebabkan krisis multi dimensi akibat over produksi dan lemahnya daya beli kaum buruh. Tragisnya, pada saat krisis lagi-lagi pemodal mengemis pada negara untuk menolongnya. Terbukti program Bailout dan Buyback saham BUMN dikeluarkan dengan cepat untuk menolong pergerakan pasar saham yang rontok, padahal kebijakan ini menghabiskan trilunan rupiah dan hanyalah menolong pemodal yamg mengalami kerugian. Kebijakan pemerintah menolong pemodal tersebut dituangkan dalam PERPU No. 4 Tahun 2008 tentang JPS keuangan, dimana hakikatnya adalah seperti BLBI tahun 1998. Mengapa Rakyat Kehilangan Hak Asasi Manusia di Masa Krisis Kapitalisme? Indonesia sebenarnya telah memiliki ragam perangkat hukum dan UU yang secara formal mengatur perlindungan terhadap hak asasi manusia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya TAP no XVII/MPR/1998 tentang HAM, UU No. 39/199 tentang HAM dan UU No 26/ 2000 tentang Peradilan Ham. Bukan itu saja, sejumlah kovenan (aturan) internasional tentang ham seperti ekonomi, sosial dan budaya(ekosob) dan sipil politik (sipol) telah diratifikasi. Secara khusus, bahkan Indonesia telah memiliki lembaga negara yang mengawasi dan melindungi hak asasi manusia melalui kehadiran lembagai Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Ironisnya hingga kini perwujudan dan promosi penegakan hak asasi manusia jalan di tempat kalau tidak mau dibilang gagal. Memang di era pemerintahan Yudhoyono ada satu kasus yang ‘mengesankan’ negara peduli terhadap HAM, yaitu kasus pembunuhan aktivis ham Munir. Namun,alih-alih menuntaskan, penyelesaiaan hukum atas kasus itu malah bertendensi politis. Pasalnya, kasus yang diduga melibatkan kekuatan konspirasi ini, di reduksi hanya menjadi kasus personal yang bermotifkan tidak lebih dari sekedar persoalan dendam pribadi. Sehingga tak heran, muncul anggapan penuntasan kasus kematian aktivis ham Munir lebih sarat dengan kepentingan ‘pencitraan’ rezim penguasa ketimbang upaya pemenuhan hak asasi manusia. Rakyat kehilangan harapan bahwa HAM dapat ditegakkan karena buktinya hingga kini masih banyak kasus kejahatan kemanusiaan masa lalu yang nasibnya terkatung-katung. Mulai dari masih pekatnya misteri dibalik kasus holocaust (pembunuhan massal) dalam peristiwa 1965, Pembunuhan aktivis buruh Marsinah, kasus 27 Juli, Trisakti, Semanggi, serta kasus penghilangan orang (aktivis) secara paksa, adalah beberapa rentetan daftar kasus kejahatan kemanusiaan yang tak tertuntaskan. Belum lagi impunitas (kekebalan hukum) yang didapatkan para jenderal penjahat ham dalam pengadilan ham adhoc Timor Leste dan Tanjung Priok adalah bukti lain dari kegagalan rezim di era reformasi dalam menegakkan hak asasi manusia. Ketidak pedulian negara terhadap soal penegakan HAM berimplikasi terhadap terus bermunculannya kasus-kasus pelanggaran baru di era reformasi. Penembakan petani Alas Tlogo Pasuruan, Jawa Timur, penggusuran pemukiman rakyat miskin perkotaan serta stigmatisasi kriminal rakyat miskin perkotaan dalam bungkus razia preman, adalah beberapa contoh kasus pelanggaran HAM baru di era reformasi. Ancaman Baru: Fundamentalisme Yang Juga Memusuhi Hak Asasi Manusia Di era rezim reformasi ini, pelanggaran ham, juga muncul dalam sejumlah produk undang-undang dan aturan yang mengakomodir ilusi fundamentalisme (SARA) dan mengakibatkan diskriminasi. Lihat saja pengesahan UU Pornografi dan sejumlah peraturan daerah/ desa dikriminatif (contoh: Perda 8/2205 tentang Pelarangan Pelacuran di Kotamadya Tanggerang , Perda 6/2003 Kab. Bulukumba tentang pandai berbicara Alquran bagi siswa dan calon pengantin, serta Peraturan Desa no. 5/2006 tentang Pelaksanaan Hukum Cambuk) adalah pruduk aturan yang bersifat diskriminatif terhadap golongan atau kelompok rentan dan minoritas (perempuan dan LGBT). Produk undang-undang dan aturan itu dikemas dalam bingkai syariat agama anti kemaksiatan dan moralitas yang subtansi mengarah pada pembatasan ruang gerak perempuan dan kelompok rentan lainnya. Tragisnya selain muncul melalui produk aturan /undang-undang, fundamentalisme juga tindakan fisik. Kasus tragedi penyerbuan aktivis Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) dan penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah di sejumlah daerah adalah contohnya. Kasus-kasus itu menunjukkan kegagalan negara dalam mengantisipasi bangkitnya kekuatan fundamentalisme agama di era reformasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, sistem kapitalistime yang tetap dipertahankan di era reformasi ini menjadi akar dari persoalan gagalnya negara memenuhi dan memproteksi hak asasi rakyatnya. Sistem kapitalisme juga justru memicu lahirnya fundamentalisme agama yang menjadi kekuatan baru yang justru mengancam keberagaman: salah satu nilai terpenting dalam hak asasi manusia: Bangsa Indonesia memerlukan suatu pegangan bersama tentang penegakan HAM buat rakyat di masa krisis, yang meliputi terlaksananya sepenuhnya Hak Ekonomi Sosial Budaya dan Sipil Politik yang tak akan terlaksana bila masih berkuasanya Kapitalisme dan merajalelanya Fundamentalisme yang diskriminatif. Sebagai jalan keluar, kami menawarkan sosialisme sebagai gagasan dalam sistem baru Negara dan kehidupan sosial. Sebagai langkah mendesak penegakan HAM dalam kerangka sosialisme termaktub dalam tuntutan kami sebagai berikut: 1. Hak atas pekerjaan – tolak PHK massal, cabut SKB dan tetapkan upah layak nasional, perlindungan terhadap buruh migrant dan tolak union busting 2. Hak atas perumahan layak untuk rakyat miskin – Stop Penggusuran 3. Laksanakan reforma agrarian – sediakan sarana produksi untuk petani dan nelayan 4. Hak atas pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan mencerdaskan 5. Hak atas kesehatan gratis – obat dan pelayanan kesehatan gratis untuk rakyat miskin 6. Tuntaskan kasus pelanggaran HAM dan penuhi hak korban – adili jendral pelanggar HAM 7. Hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan – boycott UU Pornografi dan perda diskriminatif 8. Tegakan keadilan ekologi 9. Stop diskriminasi terhadap perempuan dan LGBT – Berikan perlindungan terhadap perempuan, anak dan LGBT 10. Boikot pemilu 2009 Kami meyakini sosialisme akan menjadi alternatif bagi keadilan sosial dalam sebuah negara yang menjunjung perlindungan dan jaminan harkat dan martabat kemanusiaan. Jakarta 10 Desember 2008 Komite Bersama Peringatan Hari Ham Internasional 10 Desember 2008 Perhimpunan Rakyat Pekerja, Kongres Aliasi Serikat Buruh Indonesia, ABM, SP PLN, LBH Jakarta, KSN PBHI Jakarta, LBH Apik, Kontras, KPI, Kalyanamitra, Kapal Perempuan, Arus Pelangi, SP LIATA, ARM-JCSC, IKOHI, Progresip, SP3, JGM, YPKP 65, SNT, LBH Migran, WALHI, SHI, FKW, HIMKI, BPKBB. SBTPI, SMI, ELSAM, IMPARSIAL, LBHM Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja JL Gading 9 No 12 Pisangan Lama, Jakarta Timur Phone/Fax: (021) 47881632 Email: [EMAIL PROTECTED] / [EMAIL PROTECTED] Website: www.prp-indonesia.org Petugas Kesekretariatan: - Fandris (021-99485643) - Rizky (08999869106) Buat sendiri desain eksklusif Messenger Pingbox Anda sekarang! Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/ [Non-text portions of this message have been removed]