akselerasi infrastruktur -
economy.okezone.com<http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/02/18/279/193783/akselerasi-infrastruktur>

 Analisa Ekonomi
 Akselerasi Infrastruktur
Indonesia masih merupakan negara yang paling lemah dibandingkan
negara-negara lain di Asia Tenggara dalam hal ketersediaan infrastruktur.
Rabu, 18 Februari 2009 - 07:28 wib

*BAGAIMANA* kondisi infrastruktur Indonesia? Hasil survei terbaru World
Economic Forum yang berjudul Global Competitiveness Report 2008-2009
menunjukkan, kondisi infrastruktur di Indonesia menempati peringkat ke-86
dari 143 negara.

Pada tahun sebelumnya, peringkat Indonesia hanya nomor 91 dari 131 negara.
Kendati agak membaik, Indonesia masih merupakan negara yang paling lemah
dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara dalam hal ketersediaan
infrastruktur. Infrastruktur penting dibangun lantaran kehidupan masyarakat
tidak dapat terlepas dari kebutuhan infrastruktur yang memadai.

Infrastruktur adalah fasilitas fisik beserta layanannya yang diadakan untuk
mendukung bekerjanya sistem sosial-ekonomi, agar menjadi lebih berfungsi
bagi usaha memenuhi kebutuhan dasar dan memecahkan berbagai masalah.

Dari dimensi ekonomi, infrastruktur mencakup infrastruktur transportasi
(jalan, rel, pelabuhan, bandara); infrastruktur ekonomi (bank, pasar, mal,
pertokoan); infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, pintu-pintu
pengambilan, dan distribusi air irigasi); serta infrastruktur sosial
(bangunan ibadah, balai pertemuan, dan pelayanan masyarakat). Kemudian
infrastruktur kesehatan (puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan);
infrastruktur energi (pembangkit listrik, jaringan listrik); dan
infrastruktur telekomunikasi (BTS, STO, jaringan telepon).

Infrastruktur yang memadai akan memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Coba saja,kalau Anda melewati jalan darat
trans-Sumatra,trans- Kalimantan, trans-Sulawesi, pasti mengeluh akibat
banyaknya jalan rusak dengan lubang menganga di sana-sini. Rakyat pedesaan
dan daerah tertinggal harus menempuh waktu berjam-jam untuk pergi ke pasar,
sekolah, atau pusatpusat hiburan yang umumnya berlokasi di kota, ibu kota
provinsi/kabupaten/kota.

Kalau menggunakan jalan udara, masalah yang muncul bila ke kawasan timur
Indonesia, adalah tidak setiap hari ada pesawat. Kalaupun ada, pesawat pasti
harus transit di banyak kota.Bayangkan saja, perjalanan Jakarta-Jayapura
memakan waktu 8-9 jam, yang jauh lebih lama daripada Jakarta-Tokyo dan
Jakarta-Melbourne yang sekitar hanya 5-6 jam. Fakta di atas membuktikan
akselerasi pembangunan infrastruktur merupakan hal yang amat mendesak untuk
diprioritaskan.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukannya tidak
menyadari hal ini.Simak saja Departemen Pekerjaan Umum yang memperoleh
alokasi anggaran tinggi dibanding departemen yang menangani infrastruktur
lainnya. Pada 2008, alokasi anggaran Departemen PU mencapai Rp36,1 triliun.
Bahkan dengan paket stimulus fiskal, pemerintah telah menetapkan anggaran
Rp10,2 triliun untuk menambah alokasi anggaran proyek infrastruktur yang
telah ditetapkan dalam APBN 2009 senilai Rp102 triliun.

Dana itu disiapkan sebagai salah satu langkah untuk mengantisipasi
memburuknya krisis ekonomi global. Melalui dana stimulus itu, pemerintah
berharap dapat membuka lapangan kerja di tengah krisis keuangan global.
Paket kebijakan infrastruktur secara eksplisit mulai dituangkan dalam Inpres
No 6/2007 hingga Inpres No 5/2008. Paket ini merupakan konsolidasi dari
langkah-langkah strategis yang terkoordinasi dalam mewujudkan reformasi
kebijakan, regulasi, dan kelembagaan penyelenggaraan infrastruktur.

Sayangnya, sampai saat ini, implementasi paket-paket kebijakan tersebut di
era SBY tidak seluruhnya tuntas sesuai tenggat dan outputyang digariskan.
Tidak selesainya semua program dalam paket kebijakan tersebut disebabkan
beberapa faktor. Pertama, target kuantitatif yang tidak realistis. Target
pembangunan yang jauh lebih tinggi dari kemampuan pasokan, merupakan target
yang tidak realistis.

Terlebih ketika pembebasan tanah yang selama ini merupakan kendala utama
dalam pembangunan jalan,khususnya jalan tol, tersendat-sendat dan menemui
banyak masalah di lapangan. Kedua, persiapan teknis kurang dilakukan secara
menyeluruh. Target yang optimistis dalam pembangunan jalan tol, tidak
seimbang dengan upaya untuk menyiapkan berbagai prasyarat yang diperlukan.

Seharusnya dalam penawaran sebuah proyek, kesiapan administrasi dan
persyaratan teknis harus segera dilakukan. Kenyataannya, belum ada satu pun
proyek jalan tol yang memiliki dokumen spesifikasi proyek (Project Specific
PPP Package). Ketiga, sering terhambatnya masalah pengadaan tanah untuk
pembangunan infrastruktur. Berkenaan dengan pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan kepentingan umum, pemerintah telah mengeluarkan beberapa
peraturan penting, di antaranya Perpres No 36/2005.

Kenyataannya, proses pembangunan infrastruktur ini berhadapan dengan
ketersediaan tanah yang semakin terbatas dan pasar tanah yang belum
terbangun dengan baik. Hal ini mendorong kenaikan harga tanah secara tidak
terkendali, terutama di daerah perkotaan. Meskipun pembangunan infrastruktur
terkait erat kepentingan masyarakat banyak, seperti pembukaan jalan baru,
tidak membuat masyarakat dengan rela menyerahkan sebagian tanahnya untuk
dialihkan menjadi sarana umum.

Bagaimana mempercepat penyediaan infrastruktur di Indonesia? Pemerintah
telah mengeluarkan kebijakan Peningkatan Manajemen Pembangunan Infrastruktur
mengenai penyiapan petunjuk operasional kerja sama pemerintah dan swasta
dengan Peraturan Presiden No 67/2005. Kerja sama pemerintah dengan swasta
sering kali disebut dengan kemitraan pemerintah dan swasta atau Public
Private Partnership (PPP). Di Indonesia, sebenarnya konsep PPP ini dipilih
sebagai alternatif oleh pemerintah sejak pembangunan infrastruktur mulai
agak tersendat karena terjadinya krisis moneter.

Baru pada 2005, pemerintah mulai serius untuk menerapkan konsep PPP. Diawali
dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan
Januari 2005. Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan pemerintah
kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerja sama pemerintah-swasta.
Sementara pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia Infrastructure
Conference and Exhibition 2006), pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk
10 model proyek yang diunggulkan).

Secara garis besar, terdapat tiga hal yang harus segera diselesaikan
pemerintah. Pertama, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan
PPP. Memang pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan
Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diketuai menteri koordinator bidang
perekonomian pada Mei 2005. Namun, implementasi percepatan infrastruktur
terbukti masih belum optimal.

Kedua, melakukan harmonisasi, reformasi, dan revisi terhadap berbagai aturan
pusat dan daerah yang saling bertentangan dan menghambat investasi dalam
bidang infrastruktur. Ketiga, pembangunan infrastruktur perlu memasukkan
dimensi spasial: infrastruktur nasional, regional, perkotaan, dan perdesaan.
Dalam hal ini, pendekatan pengembangan wilayah dinilai mampu memenuhi
berbagai tuntutan kompabilitas tersebut.

Pembangunan infrastruktur berbasis ruang perlu diprioritaskan untuk kawasan
perbatasan, daerah terisolir, daerah konflik, daerah bencana dan rawan
bencana. Oleh karena itu, strategi percepatan infrastruktur perlu
diintegrasikan dengan percepatan pembangunan daerah tertinggal.* (*)

PROF MUDRAJAD KUNCORO PHD
Guru Besar Fakultas Ekonomika & Bisnis UGM* * (sindo//rhs)*


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke