Kepemimpinan
Minoritas

Perhitungan JK [Kompas 24
Mei 2009] dikatakannya sebagai berikut “SBY itu sama dengan Demokrat. Demokrat
itu sama dengan SBY. Dengan berbagai upaya mereka mendapatkan suara sekitar 20
juta. Pemilih kita ada 170 juta. Anggap yang memilih 120 juta. Ada 100 juta
yang dalam pemilu legislatif lalu tidak memilih Partai Demokrat dan kita bisa
raih”

Sementara hasil2 Kongres
GolPut Jogja-Bandung [SMS 23 Mei 2009] adalah antara lain “Rakyat dihimbau
untuk menangkan GolPut minimal 60%”

Data Pemilih Syah Pemilu
Legislatif per KPU ada di seputar 50%.

Artinya tingkat Kepemilihan
ada di rentang dibawah 50% bilamana “partai” GolPut berjaya mengingat pula 
praduga
JK bahwa perebutan suara terjadi di skala 100 jutaan oleh ke-3 Pasangan
Kontestan sehingga pada Ronde-1 sangat boleh jadi tidak ada yang menggapai
lebih daripada 50%, mempertimbangkan SWOT masing2 Pasangan Kontestan, alias 
besar
kemungkinan dilanjut ke Ronde-2.

Di Ronde-2 pun masih dapat
diprakirakan bahwa kedua Pasangan Kontestan yang berlaga memperebutkan seputar
50% suara bahkan bisa jauh berkurang kalau “partai” GolPut semakin Berjaya.

Bilamana semua itu terjadi
dan kelak secara normatif KPU berkeputusan tetap, maka dapat dipastikan yang
diperoleh adalah Kepemimpinan Minoritas.

Memang pada ujung2nya, semua
terpulang kepada semua pemilik Daulat Rakyat dan Sistim Penyelenggaraan PilPres
itu sendiri.

Singkat kata, buah daripada
model “MPR” Outdoor yang kini diberlakukan (karena MPR Indoor sudah dibonsai
per UUD Tahun 1945 versi 2002) adalah kemungkinan sangat besar berwujud
Kepemimpinan Minoritas.

Oleh karena itulah saatnya
kini selayaknya para “pemegang saham” Daulat Rakyat berpikir ulang, supaya
Kepemimpinan Nasional senantiasa adalah Keterpilihan Mayoritas mutlak (minimal
50% + 1).

Dalam konteks politik
ekonomi nasional, barangkali menjadi strategik  untuk melakukan pengkajian 
komprehensif tentang
biaya Pemilu 2009 dan Pemilu 2004 yang terjadi, berbasis “MPR” Outdoor dibanding
biaya Pemilu 1999 yang berbasis MPR Indoor, mana yang jauh lebih manfaat
ketimbang mudharat, dalam pengertian beresiko lebih tinggi baik material maupun
immaterial, seperti merebaknya beragam model politik uang terkait politisi
busuk dan pemilih busuk, penggelembungan dan pemggembosan suara sehingga
keterwakilan rakyat sebagai pemangku kepentingan Kedaulatan yang merata justru 
menjadi
bermasalah, meruyaknya ketidakpastian hukum, dlsb.

Jakarta Selatan, 26 Mei 2009

Deklarator, Permufakatan
Benteng Pancasila 12 Mei 2009,

Pandji R Hadinoto / www.jakarta45.wordpress.com / HP
: 0817 983 4545

 




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke