Saya tinggal di Perumahan Bintara Loka Indah (BLI) yang terletak di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi. Di sebelah utara BLI adalah daerah Cakung. Di sebelah Timur adalah Kranji, dan Pondok Kopi atau Klender di sebelah Barat.
Bersebelahan dengan perumahan BLI adalah perumahan Griya Bintara Indah (GBI) dan perumahan Pondok Cipta (PI). Pada bulan Februari 2007 lalu, wilayah 3 perumahan ini terendam banjir besar untuk pertama kalinya dalam sejarah. Memang, banjir besar terjadi di mana-mana waktu itu di Jabodetabek. Meskipun begitu sejak beberapa tahun terakhir sebelum 2007 itu wilayah 3 perumahan itu sudah sering mengalami banjir kecil jika hujan lebat hampir 1 jam saja. Itu tidak mengherankan, karena dulu wilayah ini adalah wilayah persawahan yang mudah menyerap air hujan. Apalagi dulu di sebelah Barat dan Utara ada danau tempat air hujan berkumpul. Sekarang danau sudah ditimbun oleh pemerintah daerah sendiri untuk menjadi jalan raya dan perumahan. Sedangkan persawahan sudah lenyap total menjadi perumahan PI, BLI dan GBI. Hampir tidak ada lagi tanah terbuka untuk resapan air hujan, kecuali ada tersisa sedikit di sebelah utara perumahan BLI dan GBI. Tanah terbuka ini juga berada di sisi jalan terusan I G Ngurah Rai. Sisa tanah terbuka yang sedikit itu amat berarti bagi warga 3 perumahan, yaitu BLI, GBI, dan PI sebagai tempat meresapkan air ketika terjadi hujan lebat kurang dari 1 jam saja. Sebenarnya ada saluran air untuk membuang air hujan ke arah Utara (ke kali Cakung). Saluran itu menyebrangi bawah rel KA, namun saluran air ini melewati sebuah perumahan, yaitu Harapan Baru Regency, yang tentu saja tidak boleh dikirimi air dari wilayah 3 perumahan BLI, GBI dan PI, karena akan menyebabkan 'banjir kiriman'. Sementara itu wilayah 3 perumahan itu (BLI, GBI, PI) juga mendapat 'kiriman' air hujan dari wilayah terutama dari sebelah selatan dan Timur. Sehingga persoalan banjir karena hujan di wilayah ini memang rumit dan tidak mungkin ditangani sendri secara swadaya oleh warga sekitar. Peran pemerintah daerah amat diperlukan untuk mengatasi masalah banjir ini. Misalnya, bagaimana merancang kembali saluran-saluran air agar bisa menuju Banjir Kanal Timur agar setiap kali hujan lebat, air dapat mengalir dengan lancar tanpa sempat tergenang atau menyebabkan banjir. Di tengah kegalauan warga yang belum mendapatkan solusi pada banjir ini, tiba-tiba warga dikejutkan oleh pembangunan pertokoan dan gudang milik Indo Grosir di tanah yang sebelumnya menjadi harapan warga 3 perumahan agar menjadi tempat resapan air hujan. Sebagaimana sudah disebut di atas, warga BLI, GBI, dan PI masih merasa beruntung karena masih memiliki sedikit sisa tanah di sebelah utara untuk tempat resapan air hujan. Pembangunan ini sudah berjalan kira-kira 2 minggu. Area ini yang tadinya lebih rendah dari wilayah 3 perumahan sekarang sudah diurug dan ketinggiannya bahkan 3 meter lebih tinggi dari 3 wilayah perumahan. Warga sudah mencoba menemui developer dari pertokoan dan gudang Indo Grosir ini, namun nampaknya persyaratan yang ditetapkan oleh aturan atau undang-undang telah dilanggar oleh developer. Misalnya persyaratan Amdal yang dicurigai oleh warga tidak dilaksanakan sebagaimana yang sudah diatur dalam undang-undang. Developer pun bahkan dengan arogan cenderung mengabaikan masukan atau analisa banjir yang disampaikan warga. Melalui surat pembaca ini, saya ingin bertanya kepada yang berwenang atau yang mengetahui mengenai soal ini, apakah bisa Amdal diberikan kepada Indo Grosir, padahal jelas sekalgi bagi warga, bahwa wilayah yang dibangun Indo Grosir itu telah berfungsi sebagai tanah resapan air hujan sebelumnya dan amat berarti bagi warga untuk mencegah banjir? Pembangunan Indo Grosir itu pun jelas sekali akan menyebabkan banjir yang lebih parah, bahkan jika terjadi hujan lebat kurang dari 1 jam saja. Lagi pula, bukankah ada peraturan bahwa perkulakan (grosir) tidak boleh dibangun dekat dengan pasar tradisional yang hanya berada beberapa ratus meter saja di di pasar Cakung. Melvy Dewi. Lihat juga: http://kontroversiindogrosir.blogspot.com