Presiden
idola itu telah menyebut seorang Sersan –hanya
sersan, bukan Jenderal-  dengan sebutan
yang dikatakannya sebagai telah Bertindak Bodoh  -bertindak
bodoh, bukan disebut sebagai Tak ber-Akal Sehat, juga bukan disebut sebagai 
Dracula-  karena sang Sersan itu telah menahan salah
seorang temannya, pada tanggal 22 Juli 2009 yang lalu. 
 
Presiden berhasil
menduduki kursi kekuasaannya, tentu karena dipilih oleh mayoritas rakyatnya. 
Pilihannya
itu tentu dikarenakan pertimbangan selera pemilihnya, juga berarti adalah idola
mayoritas rakyatnya. Tapi ternyata sosok figur sang Presiden yang diidolakannya
itu, oleh mayoritas rakyat yang dulu memilihnya itu tak serta merta senantiasa 
dianggap
sosok yang selalu bertindak benar,
apapun tindakannya harus terus dibelanya dengan loyalitasyang membabi buta. 
 
Paling
tidak, hal itu ditunjukkan oleh sebuah survei responden yang dilakukan oleh Pew 
Research Center, hanya 29% responden
saja yang yang menyatakan setujudan membenarkanapa yang telah dikatakan
oleh sang Presiden yang diidolakannya itu. 
 
Responden
selebihnya menyatakan tidak setujudan tidak membenarkantindakan
Presidennya. Publik merasa marah atas pilihan
katasang Presiden Idolanya itu. Di benak publik, Presiden telah tergesa-gesa
memilih kata yang semena-mena untuk melakukan penggambaran terhadap situasi
yang sesungguhnya belum diketahuinya dengan pasti itu.
 
Harap
maklum, mungkin Presiden telah bertindak tergesa-gesa, sehingga menjadikannya
tidak bisa dengan mantap dan tegas mengatakan bahwa isi pidatonya itu sebagai 
bukan isu, bukan rumor, dan bukan pula
gosip, ini mungkin karena belum mendapatkan laporan data-data inteljen yang 
valid. 
 
Agak
mengherankan juga, CIA dan FBI yang sedemikian canggih dan sistematis itu,
tidak bisa cepat menyajikan data-data inteljen sebagai penguat dasar pidatonya
sang Presiden. Padahal di zaman Presiden Bush yang telah lalu itu, pidatonya
selalu merujuk data-data yang katanya adalah data-data inteljen yang valid.
Tapi kali ini, CIA dan FBI telah kecolongan, Obama berpidato justru tanpa dasar
data-data inteljen.
 
Sehingga,
isu soal Gates-Crowley, merujuk pada upaya yang dikatakan oleh Barack Obama 
(Presiden pertama USA yang berkulit hitam)
yang mengatakan polisi telah bertindak
bodohitu karena mengecap orang kulit
hitamsebagai penjahat itu, itu
telah berkembang menjadi isu panasdi
tingkat nasional..
 
Karena
ternyata pernyataan Presiden di soal tindakan seorang polisi berkulit putih
terhadap warga berkulit hitam itu tidak mendapatkan pembelaan yang semestinya 
dari
sebagian besar warga USA. 
 
Maka
Obama dengan terpaksa harus melakukan ‘Diplomasi
Minum Bir’ untuk mendinginkan suasananya. Sersan Polisi James Crowley,
diundang oleh Presiden Barack Obama, dijamu dalam acara santai minum bir di
Gedung Putih.. 
 
Acara
santai itu dihadiri juga oleh Wakil Presiden, Joe Biden, dan Henry Louis Gates
Jr, seorang profesor berkulit hitam dari Harvard University. Dalam pertemuan
santai di kursi taman itu, Obama meminum Bud
Light, Crowley meminum Blue Moon,
Bidden meminum Bucklerrendah
Alkohol, sedangkan Gates meminum Sam Adam
Light.
 
Sekalipun
Amerika Serikat adalah negara adidaya. Namun ternyata, Presidennya tak berlaku
mentang-mentang sebagai penguasa yang adidaya. Obama, Presiden idola rakyatnya
itu ternyata berjiwa kesatriadan
bertindak bijaksana. 
 
Pertimbangan akal sehatdan jiwademokratnyaserta kerendahan hatinyatelah 
menuntunnya
untuk cepat bertindak meredakan ketegangan itu. Walaupun polisi itu tidak
berpangkat perwira tinggi (hanya
berpangkat bintara) tak sungkan telah diundangnya ke Istananya, untuk  
melakukan islah secara adat, dengan ritual
minum bir bersama.   
 
Ternyata
juga, bagi publik Amerika, walau Presiden Obama telah dipilih oleh mayoritas
rakyatnya. Mereka menganggap bahwa tak
selamanyaPresiden yang diidolakannya itu selalusebagai yang teraniaya. 
 
Bagaimana
dengan Indonesia ?.  
 
 
Catatan
Kaki :
        * Sayang sekali, pejabat-pejabat
tinggi Gedung Putih seharusnya jeli dan bijaksana, sehingga tak ada salahnya
jika Obama semestinya belajar dan menimba ilmu dulu dari Indonesia untuk
menangani soal-soal yang seperti itu. Sehingga mayoritas rakyat Amerika Serikat
akan selalu menganggapnya sebagai pihak yang selalu teraniya, senantiasa
bertindak benar, dan terus akan dibelanya dengan loyalitas yang membabi buta.
        * Artikel ini
dapat juga dibaca di Kompasiana dengan mengklik disini.
        * Artikel ini
dapat juga dibaca di Politikana dengan mengklik disini.
 
*** 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke