Dari milis sebelah: ---------- Forwarded message ---------- From: Bonnie S <bon...@globaljust.org> Date: 2009/8/4 Subject: [Wartawan-Indonesia] Penyataan IGJ tentang Pemilu 2009: Pemilu alat Pelanggengan Kekuasaan Neoliberalisme di Indonesia To: koran-nasio...@yahoogroups.com, wartawan-indone...@yahoogroups.com, forumsosialindone...@yahoogroups.com, emansip...@yahoogroups.com, nasional-l...@yahoogroups.com, temu_er...@yahoogroups.com, beritakitasend...@yahoogroups.com, indo-marx...@yahoogroups.com
*Pemilu alat Pelanggengan Kekuasaan Neoliberalisme di Indonesia* *Hal : Pernyataan IGJ atas Hasil Pemilu 2009 **Pemilu alat Pelanggengan Kekuasaan Neoliberalisme di Indonesia* *Lampiran : 1 (satu) Rangkap * ** *Salam Keadilan Global* Pemilu 2009 baik pemilu legislative maupun pemilu eksekutif telah usai. Pelaksanaan pemilu kali ini adalah yang paling buruk paling tidak sejak tumbangnya rezim Orde Baru. Hak paling mendasar setiap warga Negara gagal dipenuhi oleh penyelenggara pemilu. Jutaan warga negara kehilangan Hak Pilih dikarenakan namanya tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Diatas legitimasi politik yang sangat rendah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan partai Demokrat dan Pasangan SBY Boediono sebagai pemenang dalam pemilu legislative dan pilpres 2009. Pemerintahan SBY adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kacaunya penyelenggaraan Pemilu. Pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri telah gagal menyediakan data yang akurat yang diperlukan KPU dalam penyelenggaran Pemilu. Data yang disediakan pemerintah ditenggarai penuh dengan segala bentuk rekayasa dan manipulasi dalam rangka memenangkan *incumbent* yaitu pasangan SBY-Boediono. Diduga bahwa data pemilu 2009 tidak merujuk pada data kependudukan yang *outentik* akan tetapi diambil dan diektraksi dari data-data daftar nama, alamat, umur, penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan data kependudukan sebagai-mana yang seharusnya. Program karikatif pemberantasan kemiskinan ala pemerintahan SBY selama 5 tahun telah diselewengkan untuk kepentingan *Money* Politik yang besar dalam pemilu 2009. Ini terkait momentum waktu penyaluran BLT dan lain-lain, yang dilakukan menjelang detik-detik penyelenggaraan Pemilu. Padahal program ini dibiayai dengan utang luar negeri khususnya yang diperoleh dari lembaga keuangan *Multilateral, World Bank* *(WB)* dan *Asian Development Bank (ADB)* dengan bunga tinggi. Lebih dari 120 juta orang di Indonesia telah mendapat sogokan *money* politik dari pemerintahan SBY dikarenakan kemiskinan mereka melalui berbagai bentuk program karikatif yang dibiayai utang LN tersebut. Program yang sejatinya adalah bagian dari strategi neoliberalisme dalam rangka menjadi *antibiotic* sesaat atas rasa sakit kemiskinan berkepanjangan yang dihadapi bangsa Indonesia akibat eksploitasi ekonomi neoliberalisme yang berlangsung secara *massiv* dalam 5 tahun terakhir. Sebelumnya lembaga keuangan multileral melalui utang luar negeri telah memperalat rezim SBY untuk mensukseskan agenda neoliberal, privatisasi, liberalisasi investasi dan perdagangan bebas, deregulasi. Bahkan di masa pemerintahan SBY neoliberalisme telah dilaksanakan melalui konstitusionalisasi berbagai aturan pelaksanaan pasar bebas neoliberal yang ditandai dengan lahirnya undang-undang yang sangat pro pada modal asing dan perdagangan bebas. Dominasi dan ekploitasi modal asing yang besar telah menyeret bangsa ini dalam kemiskinan yang dalam. Lebih dari 100 juta orang di Negara ini hanya berpendapatan perkapita dibawah 2 US$ per hari. Sehingga untuk menyelematkan muka pemerintahan pendukung neoliberal , maka diberikanlah tambahan utang baru untuk mengatasi kelaparan, rasa sakit yang dialami mayoritas warga negara. Sehingga kemenangan SBY jelas merupakan kemenangan dari rezim neoliberalisme dalam rangka mewujudkan secara penuh rencana mereka di negeri ini. Kemengan SBY adalah kemenangan Bank Dunia, ADB yang merupakan agen dari pemerintahan Negara-negara Maju. Dapat dipastikan di masa depan akan semakin banyak dana utang akan digunakan sebagai alat untuk memperluas kebijakan neoliberal. Bahkan saat ini ini Indonesia tengah akan diserahkan oleh SBY sebagai tumbal untuk menyokong Negara-negara maju dalam mengatasi krisis global. Indonesia akan memperoleh utang luar negeri melalui skema *counter cyclical policy*dengan kompensasi menyerahkan sumber daya alam Indonesia kepada investasi luar negeri dan membuka pasar Indonesia secara lebar bagi ekspansi pasar produk luar luar negeri. Dukungan modal asing yang besar terhadap pemerintahan SBY mutlak harus dilawan. Indonesia harus diselamatkan dari penjajahan ekonomi yang lebih panjang. Seluruh kekayaan alam migas, mineral, batubara, sawit, kekayaan hutan, yang saat ini sebagian besar dikuasai asing mutlak harus dikembalikan ke tangan rakyat. Seluruh BUMN strategis, perbankkan, Bank Indonesia (BI) yang kepemilikan sahamnya dikuasai asing harus dikembalikan kepada Negara. Strategi perlawanan ke depan harus merupakan strategi pada dua level politik yaitu parlementer dan ekstra parlementer. Dengan cara demikian maka kelemahan oposisi yang terjadi selama lima tahun sebelumnya dapat lebih diperbaiki. Kelompok oposisi harus berani membelah diri menjadi kelompok anti neoliberalisme yang berhadap-hadapan dengan kelompok neoliberal di Eksekutif dan Mayoritas di Parlemen. Hanya dengan cara ini maka diharapkan dukunganan rakyat akan semakin luas dan cita-cita kedaulatan dan kemerdekaan sejati dapat diwujudkan bukan hanya *sekedar teks proklamasi*. Jakarta, 3 Agustus 2007 ** *Indah Suksmaningsih* Direktur Institute for Global Justice - IGJ *Lampiran 1.* *Pemilu Neoliberal, Kemengan Neoliberal dan Pentingnya Oposisi * *Latar belakang * Hingga hari ini hasil pemilu masih dipermasalahkan. Tidak hanya olah pihak yang kalah, akan tetapi seluruh kalangan yang peduli pada perbaikan proses demokrasi di Indonesia. Sumber gugatan terhadap hasil pemilu adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah. Daftar nama pemilih idealnya diambil dari data kependudukan hasil sensus kependudukan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Akan tetapi kali ini DPT yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari data yang diolah oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Gugatan DPT cukup beralasan, mengingat DPT adalah dasar bagi pelaksanaan pemilu. Kacaunya DPT menyebabkan seluruh proses pemilu menjadi kacau. Mulai dari pemungutan suara di TPS hingga perhitungan suara. Lihat saja, KPU tidak pernah bisa menghasilkan perhitungan suara terakhir sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan tidak pernah berhasil menghitung suara sesuai dengan jumlah orang yang menggunakan hak suaranya. Untuk mencukup-cukupi perhitungan ahir suara, KPU melakukan perhitungan suara di ruang tertutup tanpa disaksikan wartawan dan bahkan oleh saksi partai. Kuat kecurigaan perhitungan hasil pemilu oleh KPU penuh dengan manipulasi dan rekayasa. Ada dua kemungkinan mengapa DPT bermasalah. *Pertama,* data kependudukan Indonesia bermasalah dan tidak lengkap. Kesalahan akibat data kependudukan yang buruk berimbas kemana-mana. Inilah yang menyebabkan banyak pihak tidak yakin terhadap angka-angka capaian ekonomi yang diumumkan pemerintah, seperti berkurangnya angka kemsikinan, pengangguran dll. Bagaimana mungkin angka-angka yang dipublikasikan pemerintah bisa benar sementara tidak ada data kependudukan yang memadai di Negara ini. *Kedua,* memang data-data DPT tidak diambil dari data-data kependudukan akan tetapi bersumber dari data-data lainnya, yang direkayasa sedemikian rupa sehingga memudahkan pihak berkuasa melakukan kecurangan dalam memenangkan Pemilu. Meskipun demikian, amburadulnya DPT bukanlah sesuatu yang tidak disengaja. Kacaunya data-data- DPT, banyaknya nama pemilih fiktif, ganda, dll, adalah sesuatu yang diduga disengaja. Mengapa demikian ? karena selama proses pemilu berlangsung dari pemilu legislative sampai pemilu presiden, data-data tersebut tidak dapat dibenahi. Bukan saja karena tidak mau dibenahi akan tetapi juga kerana tidak dapat dibenahi. Dan tidak ada langkah yang cukup transaparan untuk mengumumkan data-data itu ke publik. Apa motifasi utamanya, tentu ditujukan bagaimana mempermudah kecurangan. Sementara pengawasan publik terhadap proses pemilu terpecah konsentrasinya oleh karena dua isu yang sangat menyedot perhatian disaat proses pemilu berlangsung yaitu pertama, ditangkapnya Antasari Ashar ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada saat proses pemilu legislative kerana dugaan kasus perselingkuhan dan pembunuhan dan kedua peledakan bom di Hotel JW Mariot oleh serangan terorisme. Terlepas dari ditengah hiruk pikuk gugatan terhadap hasil pemilu ada persoalan mendasar yang dilupakan oleh banyak pihak seiring berjalannya waktu, yaitu bahwa proses pemilu kali ini dan kemenangan sementara SBY-Boediono adalah hasil dari pekerjaan yang begitu sistematis dari para konseptor neoliberalisme di Indonesia termasuk didalamnya bagimana mempertahan rezim bonekanya di Negara ini. Kemenangan SBY adalah jalan termurah bagi perusahaan multinasional, lembaga keuangan internasional dan Negara-negara maju (G8) dalam rangka memuluskan jalan untuk melanjutkan dominasi dan ekspolitasi ekonomi Indonesia. SBY dengan Boediono adalah ibarat *tutup dan tambun* merupakan pasangan neoliberal yang klop. ** *Proyek Neoliberalisme yang dibiayai Utang Luar Negeri * Dimasa Rezim Orde Baru, proyek neoliberal masuk melalui utang luar negeri, kemudian ditujukan untuk pembangunan infrastuktur dalam rangka menopang pembukaan penanaman modal di sektor tambang, kehutanan dan perkebunan skala besar. Program-program utang tersebut tidak berhenti meskipun rezim Soeharto tumbang. Di masa reformasi, karena disadari bahwa akibat dari investasi skala besar khususnya di sektor ekstraktif yang merusak dan menggangu produksi dan produktifitas rakyat, maka utang luar negeri kembali disalurkan tidak hanya untuk membiayai perubahan UU, konsultan asing dalam rangka proyek hutang, infrastuktur dalam rangka mendukung investasi asing, akan tetapi juga didalurkan dalam bentuk dana bantuan pangan, bantuan langsung tunai, bantuan kesehatan dan usaha-usaha kecil yang bukan usaha pokok rakyat (misalnya para petani dilatih menjadi pengrajin dll). Jumlah utang luar negeri selalu bertambah dari waktu-ke waktu. Bank Dunia sebagai pimpinan utama dari program liberalisasi ekonomi Indonesia yang bekerja untuk Negara-negara maju mempublikasikan sedikitnya 1,45 miliar USD diusulkan untuk tahun 2009. Proyek yang dibiayai bank Dunia tersebut diantaranya *Strengthening Statistics<http://web.worldbank.org/external/projects/main?pagePK=64283627&piPK=73230&theSitePK=447244&menuPK=447284&Projectid=P106384> * senilai 45 juta USD sebagai kelanjutan dari program sebelumnya. Meskipun hingga saat ini data statistik Indonesia yang paling dasar yaitu data kependudukan tidak pernah beres. Dalam situs *website* Bank Dunia, tergambarkan bahwa dari tahun 2004 hingga 2009 bank dunia membiayai sedikitnya 82 proyek utang senilai kira-kira 8,5 miliar USD dalam rangka memperluas neoliberalisme termasuk didalamnya program BLT, PNPM mandiri, raskin, selain prioritaslembaga tersebut membiayai pembuatan peraturan perundang-undangan dan infrastruktur Investasi luar negeri. Umumya program bantuan luar negeri untuk jaring pengaman social semacam itu adalah hutang dengan bunga tinggi. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu memperkuat analisis tentang peran lembaga keuangan multinasonal tersebut dalam pemangan SBY dalam pemilu 2009. *Posisi Hutang Luar Negeri (ODA Pemerintah) dari Berbagai Sumber* ** *Sumber * *Tahun (Desember)* *2006* *2007* *2008*** ADB 9,409.21** 10,177.03** 10,867.09** World Bank (IBRD) 7,420.81** 6,821.80** 6,964.08** Sub Multiletaral 18,836.74** 19,054.57** 20,337.19** Bilateral 28,106.95** 28,608.07** 32,788.73** Total Keseluruhan 46,943.69** 47,662.64** 53,125.92** *Sumber : Bank Indonesia, 2009* Bank dunia sendiri mengakui telah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap proyek yang disebutnya sebagai upaya pemberantasan kemiskinan di Indonesia. Lembaga Keuangan Multilateral tersebut memberikan komitmen dana untuk mendukung *condisonal cash transfer program* (BLT) sebagai kompensasi atas kesetian pemerintah Indonesia Menaikkan harga BBM sebanyak tiga kali sepanjang 2004 - 2009. Demikian juga Bank Dunia mendukung program pemberian utang skala besar bagi masyarakat pedesaan. *Kami sangat senang bisa mendukung upaya Pemerintah Indonesia memperluas PNPM ke setiap kecamatan dan kelurahan pada tahun 2009,* kata *Joachim von Amsberg, Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia*. Bersama ADB memberikan dukungan bagi program ketahanan beras *Rice Fortification* for *the Poor.* *Dalam grant assitent report ADB **disebutkan Jepang membiayai dalam skema JFPR* (*Japan* *Fund for* *Poverty Reduction) **yang merupakan program beras bersubsidi terbesar dunia yang bernama RASKIN. **Selain *Selain itu utang luar negeri juga ditujukan program bidang kesehatan lainnya. Seluruh program jaminan social yang dibiayai oleh hutang luar negeri tersebut tidak hanya menghancurkan kedaulatan bangsa ini, akan tetapi menunjukkan lemahnya kredibilitas pemerintah. Kekuatan ekonomi bangsa ini telah dijebak dalam utang berkepanjangan *(debt trap)* hingga tidak ada jalan keluar samasekali. Bahkan untuk program jaminan social bagi rekyat Negara harus mengemis hutang baru. Itu berarti konsekuensinya harus menyerahkan lebih banyak kekayaan alam Indonesia untuk diekploitasi modal asing dan dipersembahkan bagi perdagangan bebas. Jika melihat ekonomi Indonesia saat ini, tampaknya seluruh yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi 4 6 persen hanya cukup untuk membayar bunga hutang. ** *Kemenangan Pemilu Melalui Rekayasa Sitematis* Ada baiknya trelebih dahulu kita memahami pola umum mein curang dalam pemilu. Ini penting sebelum kita secara lebih khusus memahami pola yang dijalankan rezim neoliberal dalam memenangkan agen pendukungnya dalam pemilu 2009 dengan cara-cara yang lebih khusus dan dijalankan dengan skenario yang sangat baik. DPT adalah sumber informasi paling awal dan paling penting dalam seluruh proses pemilu, kemudian dimanipulasi sedemikian rupa sehingga lembaga pengawas pemilu dan partai-partai akan kehilangan jejak untuk menemukan bukti-bukti kecurangan. Meskipun bukti dapat diketemukan, akan tetapi pembuktian secara hukum dan penyelesaiannya akan membutuhkan waktu yang relatif lama dan seringkali tidak memiliki signifikasi dengan hasil pemilu. Langkah manipulasi DPT hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas atas lembaga yang melakukan pendataan dalam hal ini adalah pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber data awal pemilu 2009 adalah berasal dati Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Data tersebut yang kemudian disusun oleh KPU menjadi DPT dengan pemutahiran ala kadarnya. Amburadulnya data kependudukan (demografi) dalam pemerintahan SBY - JK, ikut berkontribusi mempermudah manipulasi data dalam pemilu 2009. Langkah manipulasi yang berkaitan langsung dengan DPT dilakukan melalui tiga cara, (1) Penggelembungan data pemilih, (2) Pengurangan data pemilih (3) Memanipulasi identitas pemilih tanpa atau dengan mengurangi atau menambah jumlah pemilih. Ketiga cara tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dan atau sendiri-sendiri, tergantung pada peluang dan kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pihak yang melakukannya. Bagi yang melakukan kecurangan, masing-masing cara memiliki manfaat sendiri. Cara (1) dan cara (2) biasanya dilakukan secara beriringan. Penggelembungan data pemilih dapat dilakukan di wilayah-wilayah yang menjadi basis pemilih partai sendiri, sementara pengurangan atau penciutan data dapat dilakukan di wilayah-wilayah menjadi basis lawan. Keuntungan yang diperoleh berlipat ganda, yaitu dari pengurangan suara lawan dan penggelembungan suara sendiri. Dalam pemilu, khususnya pemilu legislatif, kemenangan bersifat relatif terhadap lawan. Dengan demikian cara pertama (1) dan cara kedua (2) dapat dilakukan sendiri-sendiri, tergantung pada seberapa besar peluang hal ini dapat dilakukan tanpa diketahui oleh lawan-lawan politik. Cara paling tidak beresiko adalah cukup mengurangi jumlah pemilih di kantong-kantong pemilih lawan. Dengan demikian suara lawan akan berkurang dan secara otomatis akan menambah perolehan suara pihak yang melakukan kecurangan secara relatif. Cara (3), yang dilakukan dengan manipulasi identitas pemilih, adalah cara yang dapat dilakukan melalui lembaga penyelenggara pemilu. Cara ini merupakan strategi pemenangan yang paling mungkin dilakukan oleh pihak yang berkuasa, dengan cara mengontrol penuh lembaga penyelenggara pemilu. Lembaga ini akan diminta melakukan rekayasa pelaksanaan pemilu dan perhitungan suara mulai dari tingkat TPS sampai dengan KPU. Manipulasi nama pemilih merupakan kejadian yang terjadi secara merata di semua tempat dalam pemilu kali ini. Bayangkan jumlah pemilih bertambah 15,1% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2004 yakni sebanyak 148,0 juta jiwa. Akan tetapi faktanya banyak sekali orang yang namanya tidak tercantum dalam daftar pemili tetap. Lalu pertanyaannya, kemana nama-nama pemilih tersebut? Didalam DPT, di masing-masing TPS, jumlah pemilih tidak berkurang dan bahkan bertambah. Akan tetapi, dan hampir merata di setiap TPS, banyak pemilih yang tidak tercantum namanya. Hal ini berarti, banyak sekali nama-nama palsu didalam DPT tersebut. Jumlahnya diperkirakan dapat mencapai 20-30 persen di setiap TPS. Banyaknya nama-nama palsu tersebut membuka peluang terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Ada beberapa pola yang paling umum digunakan, yaitu; (1) nama-nama palsu tersebut dicontreng oleh orang lain atau joki; (2) kertas suara atas nama pemilih siluman dicontreng oleh penyelenggara pemilu. Kecurangan dengan cara pertama umumnya dengan memanfaatkan ketidak-jelian saksi-saksi partai atau pengawas pemilu dalam menghitung; (1) berapa jumlah DPT? (2) berapa jumlah orang yang datang dan menggunakan hak suaranya? (3) berapa suara sah dan tidak sah? (4) berapa hasil ahir perhitungan suara? Jika teliti, maka akan dengan mudah akan ditemukan jejak suara joki dari selisih antara jumlah orang menggunakan hak pilihnya dengan suara yang dihitung baik yang suara sah maupun suara tidak sah. Kecurangan dengan cara kedua umunya memanfaatkan ketidaklengkapan data-data pengawas dan saksi partai mengenai kejadian di TPS (data 1-4) sehingga mereka tidak punya jejak sama sekali terhadap data-data pemilu siluman. Kecurangan semacam inilah diduga yang paling massif terjadi selama pemilu legislative 2009. *Rekayasa DPT dan Money Politik yang Luas * Pengalaman peralihan kekuasaan di Indonesia mencatat sejarah yang kurang baik, kudeta berdarah dan disertai dengan konflik horizontal yang luas. Banyak pengamat sejarah Indonesia mengemukakan bahwa berbagai tragedi politik Indonesia tidak lepas dari interpensi asing dalam upaya mereka menguasai negeri ini. Pemilu tentu menjadi jalan termurah. Apalagi modal asing tampaknya telah memilih SBY sebagai kandidat mereka. SBY. Lima tahun terakhir adalah periode pelaksanaan neolibneralisme paling sukses di Indonesia. Melalui SBY konsepsi neliberalisme dijalankan melalui konstitusionalisasi segala bentuk aturan dalam mengusung invesrasi asing (TNC/MNC), liberalisasi perdagangan dan deregulasi sektor keuangan. Dimasa pemerintahan SBY tiga kali BBM dinaikkan, mendorong BBM pada harga keekonomian (harga pasar), melakukan liberalisasi perdagangan dengan dan pemberian hak istimewa yang luas kepada penanam modal asing. Pemerintahan ini melahirkan UU tentang Penanaman modal yang sangat pro pada modal asing yaitu UU No. 25 Tahun 2007. Dimasa pemerintahan SBY berbagai perjanjian perdagangan bebas ditandatangani seperti IJEPA dan Asean FTA. Impor meningkat tajam, tidak hanya produk manufactur tapi juga pangan, gula, garam, beras, daging, susu dll. Akibat dari segala kebijakan investasi, perdagangan dan keuangan yang tidak pro rakyat dan pro ekonomi nasional, terjadilah kemiskinan, pengangguran, kekuarangan pangan, minimnya kesehatan dan pendidikan yang semakin tidak terjangkau secara luas. Lalu dimulailah program jaminan sosial, dalam bentuk sumbangan-sumbangan yang luas dan massal. Program-progran jaminan sosial yang diperluas tersebut dananya bersumber dari utang luar negeri. Bahkan sebagian bungnya cukup tinggi. Pihak pemberi pinjaman menyediakan dana yang cukup untuk untuk rezim pendukungnya agar memenangkan pemilu 2009 melalui program utang luar negeri. Dengan program jaminan sosial tersebut sekaligus obat dari masalah krisis ekonomi dan sosial yang bersumber dari berbagai kebijakan neoliberal yang dijalankan dengan cara membabi buta. * * *Program Pemenangan Pemilu 2008 (sumber data DPT)* ** *NO* *JENIS* *ORANG * *(Juta)* *ANGGARAN (TRILIUN)* 1 BLT 18,8 12,03 2 *RASKIN* 19,1 11,60 3 *Jamkesmas *** 36,1 7,20 4 *PNPM Mandiri*** 41,3 13,7 *KUR *** 1,56 12.01 5. *PNS (kenaikan dan gaji 13)*** 4,06 ** *TOTAL * *120.92* *49.34* http://www.setneg.go.id Dari data-data tersebut disusunlah DPT. Hal ini hampir dapat dipastikan mengingat data pada pemilu Legislative dan Prilpres berbeda sama sekali dengan data pemilu pilkada di daerah-daerah. Diduga data yang dikerjakan dengan rapi oleh Depdagri ini, bersumber dari nama, alamat, nomor KTP para penerima BLT, Raskin, Askeskin dll. Itulah mengapa ada nama yang ganda, bahkan gandanya berkali-kali, karena para peneriman raskin, seringkali adalah penerima BLT dan bisa jadi mereka adalah penerima raksin. Jumlah DPT keseluruhan sekitar 176.367.056 PEMILIH<http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&url=http%3A%2F%2Fwww.indonesia.go.id%2Fid%2Findex.php%3Foption%3Dcom_content%26task%3Dview%26id%3D10111%26Itemid%3D695&ei=2clxSrOmJ4zq6gOrrMW7Cw&usg=AFQjCNEhJ0sldGz13okWdPThKfMV62RnsQ&sig2=zzc74dgISb1UbNvu6DswOw>. Jika diambil dari nama-nama penerima bantuan pemerintah tersebut maka tersedian DPT sebanyak 120,92 juta. Berarti ada 55.44 juta pemilih lagi yang mesti dicari. Darimana datanya nama ganda diperkirakan minimal antara 10 15 persen. Yang berarti jika 10 persen jumlahnya sekitar 17.63 juta. Nama ganda cukup digandakan dari para penerima BLT. Sisanya 37.81 juta nama yang berasal dari kelas menengah, mahasiswa dll yang selalu golput dan enggan menggunakan hak pilihnya. Ini sesuai dengan perhitungan ahir ; Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, jumlah pemilih yang menggunakan haknya dalam Pilpres 8 Juli 2009 yaitu 127.999.965 orang sisanya 49.212.158 orang tidak menggunakan haknya. Sementara dari jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya, suara sah tercatat sebanyak 121.504.481 dan suara tidak sah 6.479.174. Dengan DPT semacam itu, dan jika tidak ada korupsi terhadap anggaran untuk kelompok masyarakat miskin tersebut, maka dipastikan pasangan *incumbent* dapat memperoleh 68,56 persen suara.* Ini tidak jauh dari pilpres. H*asil Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pemilihan Presiden 2009. Pasangan yang didukung 24 partai itu menyapu 60,8 persen dari 121.504.481 suara sah atau 73.874.562. Dapat disimpulkan bahwa dalam pemilu legislative dan pilpres berlangsung Praktek *money *politik paling luas, hampir dapat dipastikan penduduk miskin yang menerima sumbangan untuk mengatasi sesaat rasa lapar akibat kemiskinan akan memilih partai dan calon yang bekuasa, atau paling tidak sebagian besar diantara mereka. Ini dampaknya sama saja dengan *money* politik. Meski demikian tidak semua dana tersebut didistribusikan sesuai dengan peruntukannya. Mengapa dugaan ini muncul ? hingga kini masih banyak orang mengeluhkan mahalnya biaya kesehatan, atau banyak juga protes yang berlangsung akibat pendidikan, kesehatan dan susahnya mengembangkan usaha kecil menengah karena langkanya permodalan. Korupsi terhadap dana ini memang belum kita dapat buktikan. Lebih lanjut harus ada hasil evaluasi yang mendalam dan audit terhadap penyaluran dana-dana tersebut ke masyarakat. Kuat dugaan bahwa sebagai dari dana tersebut belum digunkan sebagaimana mestinya atau mungkin digunakan sebagai anggaran kampanye. Sekali lagi ini harus diaudit dengan transaparan. Menjawab pertanyaan, meski anggaran kanmpanye yang diumumkan oleh SBY Boediono relative kecil dibandingkan pasangan lainnya, akan tetapi kita mengetahui bahwa sebagian besar media nasional dikuasai pasangan ini, sebagian besar lembaga survey yang mengeluarkan hasil survey dan hasil perhitungan cepat yang hampir persis dengan angka kemenangan SBY. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa anggaran SBY Boediono sangat besar. entah dari mana dana tersbeut, boleh jadi tidak dikeluarkan SBY sendiri akan tetapi dikeluarkan oleh dana-dana funding asing yang bekerja melakukan operasi rahasia dalam mendukung rezim ini dengan cara menyogok media, membiayai lembaga survey dan memberi sumbangan uang secara tidak legal kepada KPU. Maka untuk membuktikan agen neoliberalisme yang bekerja untuk pemenangan SBY Boediono maka lebih jauh lagi harus dilakukan audit terhadap 3 lembaga selain juga audit terhadap pasangan calon ini, yaitu (1) Depdagri sebagai penysun DPT, (2) KPU sebagai penyelenggara pemungutan dan perhitungan suara dan (3) sumber dana lembaga-lembaga survey yang disebarkan. *Proyek Neoliberalisme = Pemiskinan Massal * Akibat dari kebijakan neoliberalisme ekonomi Indonesia memang bertumbuh. Bahkan saat ini Indonesia adalah termasuk 20 Negara dengan PDB terbesar di dunia dan menjadi keanggotaan tetap Negara G20. Akan tetapi ini adalah pertumbuhan dari makro ekonomi. PDB yang besar ditopang oleh utang luar negeri yang besar, yang membentuk konsumsi yang besar, baik pemerintah, rumah tangga maupun perusahaan. PDB yang besar dibentuk oleh ekspor yang besar yang dilakukan oleh perusahaan swasta dan didominasi oleg swasta asing. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu berlkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Masuknya investasi asing dan utang luar negeri sudah pasti akan meningkatkan PDB. Peningkatan ekspor perusahaan-perusahaan asing akan meningkatkan PDB. Akan tetapi hal tersebut tidak meningkatkan pendapatan masyarakat. Justru yang terjadi sebaliknya, utang luar negeri dan modal asing akan semakin mereduksi ruang penghidupan dan bahkan menggancurkan produktifitas rakyat. Sebagai contoh. Investasi PT. Freeport di Papua dan ekspor yang dilakukan perusahaan tersebut adalah pembentuk terbesar dari PDRB Papua. Akan tetapi pada saat yang sama masyarakat Papua akan semakin kehilangan ruang penghidupannya karena tanah-tanah berada dalam lokasi kontrak karya perusahaan tersebut. Selain itu aktivitas pembuangan limbah perusahaan dalam jumlah yang sangat besar telah menurunkan kualitas lingkungan yang kemudian berimplikasi pada penurunan produktifitas usaha tani, nelayan dan lain-lain. demikian pula dengan investasi PT. Newmont di Nusa Tenggara (PT. NNT) dan investasi lainnya disektor migas, mineral dan batubara yang telah mengambil sekitar 42 juta lahan di Indonesia, sekitar 40 persen kawasan hutan yang ada. Investasi skala besar dalam rangka pengerukan sumber daya alam tersebut akan meningkatkan PDB pada satu sisi akan tetapi memiskinkan rakyat pada sisi yang lain. Para investor dan lembaga keuangan internasional yang mendanainya proyek-proyek sakala besar menyadari bahayanya situasi tersebut, sehingga ditempuhlah langkah-langkah menyalurkan dana sumbangan untuk mengatasi kemiskinan yang pasti muncul. Tentu tidak gratisan akan tetapi dengan memberi utang baru. Meski utang yang telah ada disadari akan sulit bagi Indonesia untuk membayar kembali. Saat ini total hutang pemerntah mencapai 1700 triliun ditambah dengan utang swasta dari luar negeri jumlahnya mencapai 2500 triliun lebih. Kewajiban membayar bunga dan cicilan pokok lebih dari 450 triliun. Keadaan ini adalah keadaan yang sangat sulit. Karena hampir seluruh yang dihasilkan oleh pertumbuhan ekonomi hasil kerja seluruh masyarakat Indonesia sendiri tidak cukup untuk membiayai bunga dan cicilan pokok utang luar negeri. Tanpa BLT, Raskin, Askeskin yang terus menerus bertambah, maka angka kemiskinan akan semakin bertabah. Karenanya program-program masih dapat dipertahankan untuk menjadi sumber dana konsumsi masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini dikontribusikan sebagian besar oleh konsumsi, bukan oleh produktifitas. Dan tenyata anggaran untuk mempertahankan konsumsi yang besar tersebut bersumber dari utang luar negeri. Yang paling prioritas dari pemerintahan ini adalah bagaimana mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan ekspor yang tinggi. Maka cara satu-satunya untuk melakukan hal tersebut adalah bagimana memasukkan lebih banyak hutang luar negeri dalam rangka membangun infrastuktur untuk mendukung investasi asing dan menghilangkan segala bentuk *restriksi* bagi arus ekspor bahan mentah dan sumber daya alam keluar negeri. Sementara masyarakat Indonesia sendiri yang semakin tidak produktif menunggu bantuan sumbangan dana social dari pemerintahnya dalam rangka membeli produk impor, garam, beras, kedelai, daging, susu, hingga barang-barang bekas dari luar negeri. ** *Kabutuhan Oposisi yang Luas untuk Kemadirian Nasional * Dalam tahun-tahun mendatang agenda neoliberal akan semakin intensif. Melalui forum G-20 yang berlangsung beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia adalah pihak yang paling bersemangat untuk mengusulakan agenda-agenda liberalisasi dan anti proteksi. Bahkan perwakilan Indonesia SBY-Sri Mulyani mengakui bahwa usulan *Counter cyclical policy * yang menjadi salah satu strategi Negara-negara maju untuk keluar dari krisis adalah usulan Indonesia. *Counter cyclical* adalah semacam strategi untuk melawan arus penurunan ekonomi akibat pelemahan global dengan memanfaatkan Negara berkembang seperti Indonesia. Caranya adalah dengan memberikan utang kepada Negara-negara miskin agar dapat digunakan sebagai dana stimulus dalam rangka mendukung perdagangan dan investasi global. Dengan demikian dalam lima tahun ke depan akan lebih banyak sumber daya alam perkebunan, tambang mineral, batubara, migas dll yang akan dikeruk. Lebih banyak lagi barang dari luar yang harus dibeli kembali dari dana yang diperoleh dari utang luar negeri. Program-program ini akan disertai dengan upaya untuk mengilusi rakyat melalui BLT, raskin dll juga akan bertambah. Ditambah lagi dengan kampanye *brainwashing* yang dilakukan melalui media-media, seperti kampanye ayo sekolah, BLT, kesehatan gratis, yang tidak pernah sungguh-sungguh ada. Seluruh rencana tersebut tentu tidak boleh dibiarkan. Upaya untuk membendung kekuatan asing baik secara langsung maupun melalui rezim pendukungnya di eksekutif dan parlemen mutlak harus dilawan dengan strategi yang lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Kekuatan harus dilipatkangandakan melaui penggabungan kekuatan parlemen dan ekstra parlemen. Langkah ini dapat dilakukan dengan membentuk opsosi yang kuat dengan menggabungkan kekuatan parlemen dan ekstra palemen dalam satu program antineoliberalisme yang semakin solid. Oposisi ini tidak hanya harus lebih berani akan tepai harus pula semakin kosisten. Selain itu opsosi harus menstrukturkan badan dan alat perjuangannya dengan baik agar dapat melakukan tindakan yang efektif dan luas ditengah-tengah massa. Oposisi harus memiliki lembaga *thinktank* yang memadai yang dapat melakukan counter riset dan ivestigasi untuk menandingi propaganda palsu dan ilusi yang disampaikan oleh penguasa agen neoliberalisme. ***** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com http://capresindonesia.wordpress.com http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/