Dari milis sebelah:

---------- Forwarded message ----------
From: Bonnie S <bon...@globaljust.org>
Date: 2009/8/4
Subject: [Wartawan-Indonesia] Penyataan IGJ tentang Pemilu 2009: “Pemilu
alat Pelanggengan Kekuasaan Neoliberalisme di Indonesia”
To: koran-nasio...@yahoogroups.com, wartawan-indone...@yahoogroups.com,
forumsosialindone...@yahoogroups.com, emansip...@yahoogroups.com,
nasional-l...@yahoogroups.com, temu_er...@yahoogroups.com,
beritakitasend...@yahoogroups.com, indo-marx...@yahoogroups.com




*“Pemilu alat Pelanggengan Kekuasaan Neoliberalisme di Indonesia”*

*Hal                    : Pernyataan IGJ atas Hasil Pemilu 2009 **“Pemilu
alat Pelanggengan Kekuasaan Neoliberalisme di Indonesia”*

*Lampiran        : 1 (satu) Rangkap  *



**

*Salam Keadilan Global*

Pemilu 2009 baik pemilu legislative maupun pemilu eksekutif telah usai.
Pelaksanaan pemilu kali ini adalah yang paling buruk paling tidak sejak
tumbangnya rezim Orde Baru. Hak paling mendasar setiap warga Negara gagal
dipenuhi oleh penyelenggara pemilu.  Jutaan warga negara kehilangan Hak
Pilih dikarenakan namanya tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Diatas legitimasi politik yang sangat rendah Komisi Pemilihan Umum (KPU)
menetapkan partai Demokrat dan Pasangan SBY –Boediono sebagai pemenang dalam
pemilu legislative dan pilpres 2009.

Pemerintahan SBY adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kacaunya
penyelenggaraan Pemilu. Pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri  telah
gagal menyediakan data yang akurat yang diperlukan KPU dalam penyelenggaran
Pemilu. Data yang disediakan pemerintah ditenggarai penuh dengan segala
bentuk rekayasa dan manipulasi dalam rangka memenangkan *incumbent* yaitu
pasangan SBY-Boediono. Diduga bahwa data pemilu 2009 tidak merujuk pada data
kependudukan yang *outentik* akan tetapi diambil dan diektraksi  dari
data-data daftar nama, alamat, umur, penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT),
Beras Miskin (Raskin),  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri, Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin), Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan data
kependudukan sebagai-mana yang seharusnya.

Program karikatif pemberantasan kemiskinan ala pemerintahan SBY selama 5
tahun telah diselewengkan untuk kepentingan *Money* Politik yang besar dalam
pemilu 2009. Ini terkait momentum waktu penyaluran BLT dan lain-lain, yang
dilakukan menjelang detik-detik penyelenggaraan Pemilu.  Padahal program ini
dibiayai dengan utang luar negeri  khususnya yang diperoleh dari lembaga
keuangan *Multilateral,  World Bank* *(WB)* dan *Asian Development Bank
(ADB)* dengan bunga tinggi. Lebih dari 120 juta orang di Indonesia telah
mendapat sogokan *money* politik dari pemerintahan SBY dikarenakan
kemiskinan mereka melalui berbagai bentuk program karikatif yang dibiayai
utang LN tersebut.

Program yang sejatinya adalah bagian dari strategi neoliberalisme dalam
rangka menjadi *antibiotic* sesaat atas rasa sakit kemiskinan berkepanjangan
yang dihadapi bangsa Indonesia akibat eksploitasi ekonomi neoliberalisme
yang berlangsung secara *massiv* dalam 5 tahun terakhir.  Sebelumnya lembaga
keuangan multileral melalui utang luar negeri telah memperalat rezim SBY  untuk
mensukseskan agenda neoliberal, privatisasi, liberalisasi investasi dan
perdagangan bebas, deregulasi.  Bahkan di masa pemerintahan SBY
neoliberalisme telah dilaksanakan melalui konstitusionalisasi berbagai
aturan pelaksanaan pasar bebas neoliberal  yang ditandai dengan lahirnya
undang-undang yang sangat pro pada modal asing dan perdagangan bebas.
Dominasi dan ekploitasi modal asing yang besar telah menyeret bangsa ini
dalam kemiskinan yang dalam. Lebih dari 100 juta orang di Negara ini hanya
berpendapatan perkapita dibawah 2 US$ per hari. Sehingga untuk menyelematkan
muka pemerintahan pendukung neoliberal , maka diberikanlah tambahan utang
baru untuk mengatasi kelaparan, rasa sakit yang dialami mayoritas warga
negara.

Sehingga kemenangan SBY jelas merupakan kemenangan dari rezim neoliberalisme
dalam rangka mewujudkan secara penuh rencana mereka di negeri ini. Kemengan
SBY adalah kemenangan Bank Dunia, ADB yang merupakan agen dari pemerintahan
Negara-negara Maju. Dapat dipastikan di masa depan akan semakin banyak dana
utang akan digunakan sebagai alat untuk memperluas kebijakan neoliberal.
Bahkan saat ini ini Indonesia tengah akan diserahkan oleh SBY sebagai tumbal
untuk menyokong Negara-negara maju dalam mengatasi krisis global. Indonesia
akan memperoleh utang luar negeri melalui skema *counter cyclical
policy*dengan kompensasi menyerahkan sumber daya alam Indonesia kepada
investasi
luar negeri dan membuka pasar Indonesia secara lebar bagi ekspansi pasar
produk luar luar negeri.

Dukungan modal asing yang besar terhadap pemerintahan SBY mutlak harus
dilawan. Indonesia harus diselamatkan dari penjajahan ekonomi yang lebih
panjang. Seluruh kekayaan alam migas, mineral, batubara, sawit, kekayaan
hutan, yang saat ini sebagian besar dikuasai asing mutlak harus dikembalikan
ke tangan rakyat. Seluruh BUMN strategis, perbankkan, Bank Indonesia (BI)
yang kepemilikan sahamnya dikuasai asing harus dikembalikan kepada Negara.
Strategi perlawanan ke depan harus merupakan strategi pada dua level politik
yaitu parlementer dan ekstra parlementer.  Dengan cara demikian maka
kelemahan oposisi yang terjadi selama lima  tahun sebelumnya dapat lebih
diperbaiki. Kelompok oposisi harus berani membelah diri menjadi kelompok
anti neoliberalisme yang berhadap-hadapan dengan kelompok neoliberal di
Eksekutif dan Mayoritas di Parlemen. Hanya dengan cara ini maka diharapkan
dukunganan rakyat akan semakin luas dan cita-cita kedaulatan dan kemerdekaan
sejati dapat diwujudkan bukan hanya *sekedar teks proklamasi*.



Jakarta, 3 Agustus 2007



**

*Indah Suksmaningsih*

Direktur Institute for Global Justice - IGJ





*Lampiran 1.*

*Pemilu Neoliberal, Kemengan Neoliberal dan Pentingnya Oposisi *



*Latar belakang *

Hingga hari ini hasil pemilu masih dipermasalahkan. Tidak hanya olah pihak
yang kalah, akan tetapi seluruh kalangan yang peduli pada perbaikan proses
demokrasi di Indonesia. Sumber gugatan terhadap hasil pemilu adalah Daftar
Pemilih Tetap (DPT)  yang bermasalah. Daftar nama pemilih idealnya diambil
dari data kependudukan hasil sensus kependudukan yang dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS). Akan tetapi kali ini DPT yang dibuat Komisi Pemilihan Umum
(KPU) berasal dari data yang diolah oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

Gugatan DPT cukup beralasan, mengingat DPT adalah dasar bagi pelaksanaan
pemilu. Kacaunya DPT menyebabkan seluruh proses pemilu menjadi kacau.  Mulai
dari pemungutan suara di TPS hingga perhitungan suara. Lihat saja, KPU tidak
pernah bisa menghasilkan perhitungan suara terakhir sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan dan tidak pernah berhasil menghitung suara sesuai dengan
jumlah orang yang menggunakan hak suaranya. Untuk mencukup-cukupi
perhitungan ahir suara, KPU melakukan perhitungan suara di ruang tertutup
tanpa disaksikan wartawan dan bahkan oleh saksi partai. Kuat kecurigaan
perhitungan hasil pemilu oleh KPU penuh dengan manipulasi dan rekayasa.

Ada dua kemungkinan mengapa DPT bermasalah. *Pertama,* data kependudukan
Indonesia bermasalah dan tidak lengkap.  Kesalahan akibat data kependudukan
yang buruk berimbas kemana-mana. Inilah yang menyebabkan banyak pihak tidak
yakin terhadap angka-angka capaian ekonomi yang diumumkan pemerintah,
seperti berkurangnya angka kemsikinan, pengangguran dll. Bagaimana mungkin
angka-angka yang dipublikasikan pemerintah bisa benar sementara tidak ada
data kependudukan yang memadai di Negara ini. *Kedua,* memang data-data DPT
tidak diambil dari data-data kependudukan akan tetapi bersumber dari
data-data lainnya, yang direkayasa sedemikian rupa sehingga memudahkan pihak
berkuasa melakukan kecurangan  dalam memenangkan Pemilu.

Meskipun demikian, amburadulnya DPT bukanlah sesuatu yang tidak disengaja.
Kacaunya data-data- DPT, banyaknya nama pemilih fiktif, ganda, dll, adalah
sesuatu yang diduga disengaja. Mengapa demikian ?  karena selama proses
pemilu berlangsung dari pemilu legislative sampai pemilu presiden, data-data
tersebut tidak dapat dibenahi. Bukan saja karena tidak mau dibenahi akan
tetapi juga kerana tidak dapat dibenahi. Dan tidak ada langkah yang cukup
transaparan untuk mengumumkan data-data itu ke publik. Apa motifasi
utamanya, tentu ditujukan bagaimana mempermudah kecurangan. Sementara
pengawasan publik terhadap proses pemilu terpecah konsentrasinya oleh karena
dua isu yang sangat menyedot perhatian disaat proses pemilu berlangsung
yaitu pertama, ditangkapnya Antasari Ashar ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pada saat proses pemilu legislative kerana dugaan kasus
perselingkuhan dan pembunuhan dan kedua peledakan bom di Hotel JW Mariot
oleh serangan terorisme.

Terlepas dari ditengah hiruk pikuk gugatan terhadap hasil pemilu ada
persoalan mendasar yang dilupakan oleh banyak pihak seiring berjalannya
waktu, yaitu bahwa proses pemilu kali ini dan kemenangan sementara
SBY-Boediono adalah hasil dari pekerjaan yang begitu sistematis dari para
konseptor neoliberalisme di Indonesia termasuk didalamnya bagimana
mempertahan rezim bonekanya di Negara ini. Kemenangan SBY adalah jalan
termurah bagi perusahaan multinasional, lembaga keuangan internasional  dan
Negara-negara maju (G8) dalam rangka memuluskan jalan untuk melanjutkan
dominasi dan ekspolitasi ekonomi Indonesia.  SBY dengan Boediono adalah
ibarat *tutup dan tambun* merupakan pasangan neoliberal yang klop.

**

*Proyek Neoliberalisme yang dibiayai Utang Luar Negeri *

Dimasa Rezim Orde Baru, proyek neoliberal masuk melalui utang luar negeri,
kemudian ditujukan untuk pembangunan infrastuktur dalam rangka menopang
pembukaan penanaman modal di sektor tambang, kehutanan dan perkebunan skala
besar. Program-program utang tersebut tidak berhenti meskipun rezim Soeharto
tumbang.

Di masa reformasi, karena disadari bahwa akibat dari investasi skala besar
khususnya di sektor ekstraktif yang merusak dan menggangu produksi dan
produktifitas rakyat, maka utang luar negeri kembali disalurkan tidak hanya
untuk membiayai perubahan UU, konsultan asing dalam rangka proyek hutang,
infrastuktur dalam rangka mendukung investasi asing, akan tetapi juga
didalurkan dalam bentuk dana bantuan pangan, bantuan langsung tunai, bantuan
kesehatan dan usaha-usaha kecil yang bukan usaha pokok rakyat (misalnya para
petani dilatih menjadi pengrajin dll). Jumlah utang luar negeri selalu
bertambah dari waktu-ke waktu.

Bank Dunia sebagai pimpinan utama dari program liberalisasi ekonomi
Indonesia yang bekerja untuk Negara-negara maju mempublikasikan sedikitnya
1,45 miliar USD diusulkan untuk tahun 2009. Proyek yang dibiayai bank Dunia
tersebut diantaranya *Strengthening
Statistics<http://web.worldbank.org/external/projects/main?pagePK=64283627&piPK=73230&theSitePK=447244&menuPK=447284&Projectid=P106384>
* senilai 45 juta USD sebagai kelanjutan dari program  sebelumnya.  Meskipun
hingga saat ini data statistik Indonesia yang paling dasar yaitu data
kependudukan tidak pernah beres.

Dalam situs *website* Bank Dunia, tergambarkan bahwa dari tahun 2004 hingga
2009 bank dunia membiayai sedikitnya 82 proyek utang senilai kira-kira 8,5
miliar USD dalam rangka memperluas neoliberalisme termasuk didalamnya
program BLT, PNPM mandiri, raskin, selain prioritaslembaga tersebut
membiayai pembuatan peraturan perundang-undangan  dan infrastruktur
Investasi luar negeri. Umumya program bantuan luar negeri untuk jaring
pengaman social semacam itu adalah hutang dengan bunga tinggi. Temuan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu memperkuat analisis tentang
peran lembaga keuangan multinasonal tersebut dalam pemangan SBY dalam pemilu
2009.



*Posisi Hutang Luar Negeri (ODA Pemerintah) dari Berbagai Sumber*

**

*Sumber *

*Tahun (Desember)*

*2006*

*2007*

*2008***

ADB

9,409.21**

10,177.03**

10,867.09**

World Bank (IBRD)

7,420.81**

6,821.80**

6,964.08**

Sub Multiletaral

18,836.74**

19,054.57**

20,337.19**

Bilateral

28,106.95**

28,608.07**

32,788.73**

Total Keseluruhan

46,943.69**

47,662.64**

53,125.92**

*Sumber : Bank Indonesia, 2009*



Bank dunia sendiri mengakui telah memberikan dukungan yang sangat besar
terhadap proyek yang disebutnya sebagai upaya pemberantasan kemiskinan di
Indonesia. Lembaga Keuangan Multilateral tersebut memberikan komitmen dana
untuk mendukung *condisonal cash transfer program* (BLT) sebagai kompensasi
atas kesetian pemerintah Indonesia Menaikkan harga BBM sebanyak tiga kali
sepanjang 2004 - 2009. Demikian juga Bank Dunia mendukung program pemberian
utang skala besar bagi masyarakat pedesaan. “*Kami sangat senang bisa
mendukung upaya Pemerintah Indonesia memperluas PNPM ke setiap kecamatan dan
kelurahan pada tahun 2009,”* kata *Joachim von Amsberg, Kepala Perwakilan
Bank Dunia di Indonesia*. Bersama ADB memberikan dukungan bagi program
ketahanan beras *Rice Fortification* for *the Poor.* *Dalam grant assitent
report ADB **disebutkan Jepang membiayai dalam skema JFPR* (*Japan* *Fund
for* *Poverty Reduction) **yang merupakan program beras bersubsidi terbesar
dunia yang bernama RASKIN. **Selain *Selain itu utang luar negeri juga
ditujukan program bidang kesehatan lainnya.

Seluruh program jaminan social yang dibiayai oleh hutang luar negeri
tersebut tidak hanya menghancurkan kedaulatan bangsa ini, akan tetapi
menunjukkan lemahnya kredibilitas pemerintah. Kekuatan ekonomi bangsa ini
telah dijebak dalam utang berkepanjangan *(debt trap)* hingga tidak ada
jalan keluar samasekali. Bahkan untuk program jaminan social bagi rekyat
Negara harus mengemis hutang baru. Itu berarti konsekuensinya harus
menyerahkan lebih banyak kekayaan alam Indonesia untuk diekploitasi modal
asing dan dipersembahkan bagi perdagangan bebas.  Jika melihat ekonomi
Indonesia saat ini, tampaknya seluruh yang dihasilkan dari pertumbuhan
ekonomi 4 – 6 persen hanya cukup untuk membayar bunga hutang.

**

*Kemenangan Pemilu Melalui Rekayasa Sitematis*

Ada baiknya trelebih dahulu kita memahami pola umum mein curang dalam
pemilu. Ini penting sebelum kita secara lebih khusus memahami pola yang
dijalankan rezim neoliberal dalam memenangkan agen pendukungnya dalam pemilu
2009 dengan cara-cara yang lebih khusus dan dijalankan dengan skenario yang
sangat baik.

DPT adalah sumber informasi paling awal dan paling penting dalam seluruh
proses pemilu, kemudian dimanipulasi sedemikian rupa sehingga lembaga
pengawas pemilu dan partai-partai akan kehilangan jejak untuk menemukan
bukti-bukti kecurangan. Meskipun bukti dapat diketemukan, akan tetapi
pembuktian secara hukum dan penyelesaiannya akan membutuhkan waktu yang
relatif lama dan seringkali tidak memiliki signifikasi dengan hasil pemilu.

Langkah manipulasi DPT hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki
otoritas atas lembaga yang melakukan pendataan dalam hal ini adalah
pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber data awal pemilu 2009
adalah berasal dati Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Data tersebut yang
kemudian disusun oleh KPU menjadi DPT dengan pemutahiran ala kadarnya.
Amburadulnya data kependudukan (demografi) dalam pemerintahan SBY - JK, ikut
berkontribusi mempermudah manipulasi data dalam pemilu 2009.

Langkah manipulasi yang berkaitan langsung dengan DPT dilakukan melalui tiga
cara, (1) Penggelembungan data pemilih, (2) Pengurangan data pemilih (3)
Memanipulasi identitas pemilih tanpa atau dengan mengurangi atau menambah
jumlah pemilih. Ketiga cara tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dan
atau sendiri-sendiri, tergantung pada peluang dan kemungkinan keuntungan
yang dapat diperoleh oleh pihak yang melakukannya.

Bagi yang melakukan kecurangan, masing-masing cara memiliki manfaat sendiri.
Cara (1) dan cara (2) biasanya dilakukan secara beriringan. Penggelembungan
data pemilih dapat dilakukan di wilayah-wilayah yang menjadi basis pemilih
partai sendiri, sementara pengurangan atau penciutan data dapat dilakukan di
wilayah-wilayah menjadi basis lawan. Keuntungan yang diperoleh berlipat
ganda, yaitu dari pengurangan suara lawan dan penggelembungan suara sendiri.
Dalam pemilu, khususnya pemilu legislatif, kemenangan bersifat relatif
terhadap lawan.
Dengan demikian cara pertama (1) dan cara kedua (2) dapat dilakukan
sendiri-sendiri, tergantung pada seberapa besar peluang hal ini dapat
dilakukan tanpa diketahui oleh lawan-lawan politik. Cara paling tidak
beresiko adalah cukup mengurangi jumlah pemilih di kantong-kantong pemilih
lawan. Dengan demikian suara lawan akan berkurang dan secara otomatis akan
menambah perolehan suara pihak yang melakukan kecurangan secara relatif.

Cara (3), yang dilakukan dengan manipulasi identitas pemilih, adalah cara
yang dapat dilakukan melalui lembaga penyelenggara pemilu. Cara ini
merupakan strategi pemenangan yang paling mungkin dilakukan oleh pihak yang
berkuasa, dengan cara mengontrol penuh lembaga penyelenggara pemilu. Lembaga
ini akan diminta melakukan rekayasa pelaksanaan pemilu dan perhitungan suara
mulai dari tingkat TPS sampai dengan KPU.

Manipulasi nama pemilih merupakan kejadian yang terjadi secara merata di
semua tempat dalam pemilu kali ini. Bayangkan jumlah pemilih bertambah 15,1%
dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2004 yakni sebanyak 148,0 juta jiwa.
Akan tetapi faktanya banyak sekali orang yang namanya tidak tercantum dalam
daftar pemili tetap. Lalu pertanyaannya, kemana nama-nama pemilih tersebut?

Didalam DPT, di masing-masing TPS, jumlah pemilih tidak berkurang dan bahkan
bertambah. Akan tetapi, dan hampir merata di setiap TPS, banyak pemilih yang
tidak tercantum namanya. Hal ini berarti, banyak sekali nama-nama palsu
didalam DPT tersebut. Jumlahnya diperkirakan dapat mencapai 20-30 persen di
setiap TPS. Banyaknya nama-nama palsu tersebut membuka peluang terjadinya
kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Ada beberapa pola yang
paling umum digunakan, yaitu; (1) nama-nama palsu tersebut dicontreng oleh
orang lain atau joki; (2) kertas suara atas nama pemilih siluman dicontreng
oleh penyelenggara pemilu.

Kecurangan dengan cara pertama umumnya dengan memanfaatkan ketidak-jelian
saksi-saksi partai atau pengawas pemilu dalam menghitung; (1) berapa jumlah
DPT? (2) berapa jumlah orang yang datang dan menggunakan hak suaranya? (3)
berapa suara sah dan tidak sah? (4) berapa hasil ahir perhitungan suara?
Jika teliti, maka akan dengan mudah akan ditemukan jejak suara joki dari
selisih antara jumlah orang menggunakan hak pilihnya dengan suara yang
dihitung baik yang suara sah maupun suara tidak sah. Kecurangan dengan cara
kedua umunya memanfaatkan ketidaklengkapan data-data pengawas dan saksi
partai mengenai kejadian di TPS (data 1-4) sehingga mereka tidak punya jejak
sama sekali terhadap data-data pemilu siluman. Kecurangan semacam inilah
diduga yang paling massif terjadi selama pemilu legislative 2009.

*Rekayasa DPT dan Money Politik yang Luas

*

Pengalaman peralihan kekuasaan di Indonesia mencatat sejarah yang kurang
baik, kudeta berdarah dan disertai dengan konflik horizontal yang luas.
Banyak pengamat sejarah Indonesia mengemukakan bahwa berbagai tragedi
politik Indonesia tidak lepas dari interpensi asing dalam upaya mereka
menguasai negeri ini.

Pemilu tentu menjadi jalan termurah. Apalagi modal asing tampaknya telah
memilih SBY sebagai kandidat mereka. SBY.  Lima tahun terakhir adalah
periode pelaksanaan neolibneralisme paling sukses di Indonesia. Melalui SBY
konsepsi neliberalisme dijalankan  melalui konstitusionalisasi segala bentuk
aturan dalam mengusung invesrasi asing (TNC/MNC),  liberalisasi perdagangan
dan deregulasi sektor keuangan.

Dimasa pemerintahan SBY tiga kali BBM dinaikkan, mendorong BBM pada harga
keekonomian (harga pasar), melakukan liberalisasi perdagangan dengan dan
pemberian hak istimewa yang luas kepada penanam modal asing. Pemerintahan
ini melahirkan UU tentang Penanaman modal yang sangat pro pada modal asing
yaitu UU No. 25 Tahun 2007. Dimasa pemerintahan SBY berbagai perjanjian
perdagangan bebas ditandatangani seperti IJEPA dan Asean FTA. Impor
meningkat tajam, tidak hanya produk manufactur tapi juga pangan, gula,
garam, beras, daging, susu dll. Akibat dari segala  kebijakan investasi,
perdagangan dan keuangan yang tidak pro rakyat dan pro ekonomi nasional,
terjadilah kemiskinan, pengangguran, kekuarangan pangan, minimnya kesehatan
dan pendidikan yang semakin tidak terjangkau secara luas.

Lalu dimulailah program jaminan sosial, dalam bentuk sumbangan-sumbangan
yang luas dan massal. Program-progran jaminan sosial yang diperluas tersebut
dananya bersumber dari utang luar negeri. Bahkan sebagian bungnya cukup
tinggi. Pihak pemberi pinjaman menyediakan dana yang cukup untuk untuk rezim
pendukungnya agar memenangkan pemilu 2009 melalui program utang luar negeri.
Dengan program jaminan sosial tersebut sekaligus obat dari masalah krisis
ekonomi dan sosial yang bersumber dari berbagai kebijakan neoliberal yang
dijalankan dengan cara membabi buta.


*
*

*Program Pemenangan Pemilu 2008 (sumber data DPT)*

**

*NO*

*JENIS*

*ORANG *

*(Juta)*

*ANGGARAN  (TRILIUN)*

1

BLT

18,8

12,03

2

*RASKIN*

19,1

11,60

3

*Jamkesmas ***

36,1

7,20

4

*PNPM Mandiri***

41,3

13,7



*KUR ***

1,56

12.01

5.

*PNS (kenaikan dan gaji 13)***

4,06



**

*TOTAL *

*120.92*

*49.34*
http://www.setneg.go.id Dari data-data tersebut disusunlah DPT.  Hal ini
hampir dapat dipastikan mengingat data pada pemilu Legislative dan Prilpres
berbeda sama sekali dengan data pemilu pilkada di daerah-daerah. Diduga data
yang dikerjakan dengan rapi oleh Depdagri ini, bersumber dari nama, alamat,
nomor KTP para penerima BLT, Raskin, Askeskin dll. Itulah mengapa ada nama
yang ganda, bahkan gandanya berkali-kali, karena para peneriman raskin,
seringkali adalah penerima BLT dan bisa jadi mereka adalah penerima
raksin. Jumlah
DPT keseluruhan sekitar 176.367.056
PEMILIH<http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&url=http%3A%2F%2Fwww.indonesia.go.id%2Fid%2Findex.php%3Foption%3Dcom_content%26task%3Dview%26id%3D10111%26Itemid%3D695&ei=2clxSrOmJ4zq6gOrrMW7Cw&usg=AFQjCNEhJ0sldGz13okWdPThKfMV62RnsQ&sig2=zzc74dgISb1UbNvu6DswOw>.
Jika diambil dari nama-nama penerima bantuan pemerintah tersebut maka
tersedian DPT sebanyak 120,92 juta. Berarti ada 55.44 juta pemilih lagi yang
mesti dicari. Darimana datanya nama ganda diperkirakan minimal antara 10 –
15 persen. Yang berarti jika 10 persen jumlahnya sekitar  17.63 juta. Nama
ganda cukup digandakan dari para penerima BLT. Sisanya 37.81 juta nama yang
berasal dari kelas menengah, mahasiswa dll yang selalu golput dan enggan
menggunakan hak pilihnya. Ini sesuai dengan perhitungan ahir ; Komisi
Pemilihan Umum (KPU) mencatat, jumlah pemilih yang menggunakan haknya dalam
Pilpres 8 Juli 2009 yaitu 127.999.965 orang sisanya 49.212.158 orang tidak
menggunakan haknya. Sementara dari jumlah pemilih yang menggunakan hak
pilihnya, suara sah tercatat sebanyak 121.504.481 dan suara tidak sah
6.479.174. Dengan DPT semacam itu, dan jika tidak ada korupsi terhadap
anggaran untuk kelompok masyarakat miskin tersebut, maka dipastikan pasangan
*incumbent* dapat memperoleh 68,56 persen suara.* Ini tidak jauh dari
pilpres. H*asil Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pemilihan Presiden 2009.
Pasangan yang didukung 24 partai itu menyapu 60,8 persen dari 121.504.481
suara sah atau 73.874.562.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pemilu legislative dan pilpres berlangsung
Praktek *money *politik paling luas, hampir dapat dipastikan penduduk miskin
yang menerima sumbangan untuk mengatasi sesaat rasa lapar akibat kemiskinan
akan memilih partai dan calon yang bekuasa, atau paling tidak sebagian besar
diantara mereka. Ini dampaknya sama saja dengan *money* politik.

Meski demikian tidak semua dana tersebut didistribusikan sesuai dengan
peruntukannya. Mengapa dugaan ini muncul ? hingga kini masih banyak orang
mengeluhkan mahalnya biaya kesehatan, atau banyak juga protes yang
berlangsung akibat pendidikan, kesehatan dan susahnya mengembangkan usaha
kecil menengah karena langkanya permodalan.  Korupsi terhadap dana ini
memang belum kita dapat buktikan. Lebih lanjut harus ada hasil evaluasi yang
mendalam dan audit terhadap penyaluran dana-dana tersebut ke masyarakat.
Kuat dugaan bahwa sebagai dari dana tersebut belum digunkan sebagaimana
mestinya atau mungkin digunakan sebagai anggaran kampanye. Sekali lagi ini
harus diaudit dengan transaparan.

Menjawab pertanyaan, meski anggaran kanmpanye yang diumumkan oleh SBY
Boediono relative kecil dibandingkan pasangan lainnya, akan tetapi kita
mengetahui bahwa sebagian besar media nasional dikuasai pasangan ini,
sebagian besar lembaga survey yang mengeluarkan hasil survey dan hasil
perhitungan cepat yang hampir persis dengan angka kemenangan SBY.
Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa anggaran SBY – Boediono sangat besar.
entah dari mana dana tersbeut, boleh jadi tidak dikeluarkan SBY sendiri akan
tetapi dikeluarkan oleh dana-dana funding asing yang bekerja melakukan
operasi rahasia dalam mendukung rezim ini dengan cara menyogok media,
membiayai lembaga survey dan memberi sumbangan uang secara tidak legal
kepada KPU.

Maka untuk membuktikan agen neoliberalisme yang bekerja untuk pemenangan SBY
Boediono maka lebih jauh lagi harus dilakukan audit terhadap 3 lembaga
selain juga audit terhadap pasangan calon ini, yaitu (1) Depdagri sebagai
penysun DPT,  (2) KPU sebagai penyelenggara pemungutan dan perhitungan suara
dan (3) sumber dana lembaga-lembaga survey yang disebarkan.



*Proyek  Neoliberalisme = Pemiskinan Massal *

Akibat dari kebijakan neoliberalisme ekonomi Indonesia memang bertumbuh.
Bahkan saat ini Indonesia adalah termasuk 20 Negara dengan PDB terbesar di
dunia dan menjadi keanggotaan tetap Negara G20. Akan tetapi ini adalah
pertumbuhan dari makro ekonomi.  PDB yang besar ditopang oleh utang luar
negeri yang besar, yang membentuk konsumsi yang besar, baik pemerintah,
rumah tangga maupun perusahaan. PDB yang besar dibentuk oleh ekspor yang
besar yang dilakukan oleh perusahaan swasta dan didominasi oleg swasta
asing.

Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu berlkaitan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Masuknya investasi asing dan utang
luar negeri sudah pasti akan meningkatkan PDB. Peningkatan ekspor
perusahaan-perusahaan asing akan meningkatkan PDB. Akan tetapi hal tersebut
tidak meningkatkan pendapatan masyarakat. Justru yang terjadi sebaliknya,
utang luar negeri dan modal asing akan semakin mereduksi ruang penghidupan
dan bahkan menggancurkan produktifitas rakyat.

Sebagai contoh. Investasi PT. Freeport di Papua dan ekspor yang dilakukan
perusahaan tersebut adalah pembentuk terbesar dari PDRB Papua. Akan tetapi
pada saat yang sama masyarakat Papua akan semakin kehilangan ruang
penghidupannya karena tanah-tanah berada dalam lokasi kontrak karya
perusahaan tersebut. Selain itu aktivitas pembuangan limbah perusahaan dalam
jumlah yang sangat besar telah menurunkan kualitas lingkungan yang kemudian
berimplikasi pada penurunan produktifitas usaha tani, nelayan dan lain-lain.
demikian pula dengan investasi PT. Newmont di  Nusa Tenggara (PT. NNT) dan
investasi lainnya disektor migas, mineral dan batubara yang telah mengambil
sekitar 42 juta lahan di Indonesia, sekitar 40 persen kawasan hutan yang
ada. Investasi skala besar dalam rangka pengerukan sumber daya alam tersebut
akan meningkatkan PDB pada satu sisi akan tetapi memiskinkan rakyat pada
sisi yang lain.

Para investor dan lembaga keuangan internasional yang mendanainya
proyek-proyek sakala besar menyadari bahayanya situasi tersebut, sehingga
ditempuhlah langkah-langkah menyalurkan dana sumbangan untuk mengatasi
kemiskinan yang pasti muncul.  Tentu tidak gratisan akan tetapi dengan
memberi utang baru. Meski utang yang telah ada disadari akan sulit bagi
Indonesia untuk membayar kembali. Saat ini total hutang pemerntah mencapai
1700 triliun ditambah dengan utang swasta dari luar negeri jumlahnya
mencapai 2500 triliun lebih. Kewajiban membayar bunga dan cicilan pokok
lebih dari 450 triliun. Keadaan ini adalah keadaan yang sangat sulit. Karena
hampir seluruh yang dihasilkan oleh pertumbuhan ekonomi hasil kerja seluruh
masyarakat Indonesia sendiri tidak cukup untuk membiayai bunga dan cicilan
pokok utang luar negeri.

Tanpa BLT, Raskin, Askeskin yang terus menerus bertambah, maka angka
kemiskinan akan semakin bertabah. Karenanya program-program masih dapat
dipertahankan untuk menjadi sumber dana konsumsi masyarakat. Sebagaimana
diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini dikontribusikan
sebagian besar oleh konsumsi, bukan oleh produktifitas. Dan tenyata anggaran
untuk mempertahankan konsumsi yang besar tersebut bersumber dari utang luar
negeri.

Yang paling prioritas dari pemerintahan ini adalah bagaimana mempertahankan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan ekspor yang tinggi. Maka cara
satu-satunya untuk melakukan hal tersebut adalah bagimana memasukkan lebih
banyak hutang luar negeri dalam rangka membangun infrastuktur untuk
mendukung investasi asing dan menghilangkan segala bentuk *restriksi*  bagi
arus ekspor bahan mentah dan sumber daya alam keluar negeri. Sementara
masyarakat Indonesia sendiri yang semakin tidak produktif menunggu bantuan
sumbangan dana social dari pemerintahnya dalam rangka membeli produk impor,
garam, beras, kedelai, daging,  susu, hingga barang-barang bekas dari luar
negeri.

**

*Kabutuhan Oposisi yang Luas untuk Kemadirian Nasional *

Dalam tahun-tahun mendatang agenda neoliberal akan semakin intensif. Melalui
forum G-20 yang berlangsung beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia adalah
pihak yang paling bersemangat untuk mengusulakan agenda-agenda liberalisasi
dan anti proteksi. Bahkan perwakilan Indonesia SBY-Sri Mulyani mengakui
bahwa usulan *Counter cyclical policy * yang menjadi salah satu strategi
Negara-negara maju untuk keluar dari krisis adalah usulan Indonesia. *Counter
cyclical* adalah semacam strategi untuk melawan arus penurunan ekonomi
akibat pelemahan global dengan memanfaatkan Negara berkembang seperti
Indonesia. Caranya adalah dengan memberikan utang kepada Negara-negara
miskin agar dapat digunakan sebagai dana stimulus dalam rangka mendukung
perdagangan dan investasi global.

Dengan demikian dalam lima tahun ke depan akan lebih banyak sumber daya alam
perkebunan, tambang mineral, batubara, migas dll yang akan dikeruk. Lebih
banyak lagi barang dari luar yang harus dibeli kembali dari dana yang
diperoleh dari utang luar negeri. Program-program ini akan disertai dengan
upaya untuk mengilusi rakyat melalui BLT,  raskin dll juga akan bertambah.
Ditambah lagi dengan kampanye *brainwashing* yang dilakukan melalui
media-media, seperti kampanye ayo sekolah, BLT, kesehatan gratis, yang tidak
pernah sungguh-sungguh ada.

Seluruh rencana tersebut tentu tidak boleh dibiarkan. Upaya untuk membendung
kekuatan asing baik secara langsung maupun melalui rezim pendukungnya di
eksekutif dan parlemen mutlak harus dilawan dengan strategi yang lebih maju
dibandingkan dengan sebelumnya. Kekuatan harus dilipatkangandakan melaui
penggabungan kekuatan parlemen dan ekstra parlemen. Langkah ini dapat
dilakukan dengan membentuk opsosi yang kuat dengan menggabungkan kekuatan
parlemen dan ekstra palemen dalam satu program antineoliberalisme yang
semakin solid.  Oposisi ini tidak hanya harus lebih berani akan tepai harus
pula semakin kosisten. Selain itu opsosi harus menstrukturkan badan dan alat
perjuangannya dengan baik agar dapat melakukan tindakan yang efektif dan
luas ditengah-tengah massa. Oposisi harus memiliki lembaga *thinktank* yang
memadai yang dapat melakukan counter riset dan ivestigasi untuk menandingi
propaganda palsu dan ilusi yang disampaikan oleh penguasa agen
neoliberalisme. *****
 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke