Rakyat memberi sedekah kepada pengemis, masuk bui. Bagaimana dengan pejabat 
pemerintah yang kebijakannya gagal mensejahterakan rakyatnya, bahkan yang 
kebijakannya telah membuat rakyat sengsara sehingga menjadi pengemis ?.

*

Pemprov DKI Jakarta telah
menangkap dan menindak beberapa warga yang memberi sedekah kepada gelandangan
dan pengemis. Setidaknya telah ada empat orang pemberi sedekah ditangkap Satpol
PP di sejumlah lampu merah.
 
Tindakan penangkapan ini berdasarkan
ketentuan hukum, yaitu Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8
Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. 
 
Perda Tibum itu melarang
seseorang menjadi pengemis / pengamen dan juga melarang seseorang memberi
sedekah pada pengemis / pengamen. Pada pasal 40 huruf c di perda tersebut 
disebutkan
bahwa setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang
kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Bagi yang melanggar pasal
tersebut dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama
60 hari, atau denda paling sedikit Rp. 100 ribu dan paling banyak Rp. 20 juta.
 
Berkait dengan kasus ini,
MUI (Majelis Ulama Indonesia)
berpendapat peraturan itu perlu ditinjau lagi. “Memberinya kepada siapa. 
Misalnya kepada pengemis yang mengemis di
tempat terlarang, barangkali iya (dilarang
memberi). Tapi kalau kata-katanya
dilarang memberi kepada pengemis saja mutlak saya kira peraturannya harus
dibenahi”, kata Ketua MUI, Ma'ruf Amin. 
 
Selain itu, menurutnya, dilihat
dari sudut pandang si pengemis, mereka meminta-minta karena terdesak oleh
kebutuhan. Sedangkan negara tidak memberi mereka makan dan tidak ada yang
menolong.  
 
Saat ini belum saatnya untuk
melarang orang mengemis secara total, sebab masih banyak golongan masyarakat
yang kondisi sosial ekonominya parah. “Sehingga,
jalan satu-satunya adalah mengemis. Jadi mereka mengemis itu karena terpaksa.
Kalau kondisinya baik, baru kita larang. Kalau sekarang ini belum”,
tambahnya.
 
Apa yang dikatakan Ketua MUI
ini agak membingungkan, mengingat pada waktu sebelumnya, MUI pernah
mengeluarkan fatwa haram mengemis.
 
Untuk membatasi perilaku
mengemis, masyarakat juga ikut diimbau untuk tidak memberikan sedekah
sembarangan. Jika ingin bersedekah, masyarakat diminta untuk menyalurkannya ke
orang yang pantas menerimanya. “Masyarakat
seharusnya memberikan ke tangan yang tepat, karena arti sedekah adalah
memeberikan sesutu yang patut kepada orang yang pantas menerimanya. itulah arti
sedekah”, kata Komisi Fatwa MUI Anwar Ibrahim.
 
Soal mengemis ini memang
erat kaitannya dengan soal kemiskinan dan ketersediaan lapangan pekerjaan. 
 
Mayoritas memang demikian
halnya, walau dalam beberapa kasus tidak semata-mata hanya soal kemiskinan
saja. Bahkan, dalam dalam beberapa kasus tertentu, bahkan ada kaitannya dengan
soal budaya tradisi.
 
Persoalan pengemis ini juga
bukan hanya monopoli urusannya Negara Indonesia saja, yang -mohon maaf- tingkat 
kesenjangan
sosialnya cukup tinggi.Di beberapa negara makmur dan negara maju juga mempunyai
masalah yang serupa. Amerika Serikat, Australia, bahkan Arab Saudia juga
mempunyai masalah yang serupa.
 
Sama, hanya yang
membedakannya ada dua, yaitu soal banyak sedikitnya jumlah pengemisnya, dan
cara penanganannya.
 
Jumlah ini tentu terkait
dengan tingkat kemakmurannya, sedangkan cara penanganannya terkait dengan
bagaimana ideologi pemerintahan negaranya dalam melindungi dan menghidupi
rakyatnya.  
 
Nah, bagaimana kalau
diusulkan saja kepada MUI, agar juga mengeluarkan fatwa Haram bagi Pemerintah
yang mentelantarkan Rakyat Miskinnya. Dan, jangan lupa, haram juga hukumnya
membuat kebijakan yang membuat rakyat menjadi miskin.
 
Inilah yang mungkin perlu
jadi perenungan bagi para petinggi MUI. Beranikan menfatwa haramkan
pemerintahan yang gagal mensejahterakan rakyatnya ?.
 
Slanjutnya, sekedar sebagai
intermezzo, di Arab Saudia, ada instansi yang khusus menangani masalah pengemis
ini, namanya Departemen Anti Pengemis yang berada di Kementerian Sosial. 
 
Berdasarkan laporan tahunan
terbaru dari Kementerian  Sosial, ada 5.207 pengemis Saudi di kerajaan
itu, dan 21.136 pengemis yang bukan orang Saudi. Dari jumlah pengemis Saudi,
1.393 orang merupakan pria dan 3.814 orang adalah wanita. Jumlah ini menurun
dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 30.008.
 
Buraidah menjadi kota dengan
pengemis wanita Saudi paling banyak, tercatat ada 1.546 orang. Diikuti oleh
Riyadh dengan 1.009, Abha 344 dan Dammam 335. Kota-kota atau wilayah lainnya
mencatat hanya ada kurang dari 200 orang, yaitu Tabuk, Madinah, Al-Ahsa dan
Makkah. Sementara Hail membanggakan diri karena mencatat hanya ada 3 orang
pengemis wanita Saudi di sana
 
Ah, terlalu jauh
membandingkan Negara kita dengan Amerika Serikat, Australia, juga Saudi Arabia.
Bagaimana jika kita bandingkan saja dengan Malaysia ?.
 
Bagaimana pengemis di
Malaysia, adakah Kuala Lumpur juga banyak pengemisnya seperti kondisi Jakarta
?.
 
Apakah pemerintah Malaysia
disana juga menangkap rakyatnya yang memberi sedekah kepada pengemis,
sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ?. 
 
Bagaimana menurut pembaca ?,
adakah yang mengetahui kabar informasinya ?. 
 
*
Referensi Sumber Berita :
‘Beri Sedekah ke Pengemis, 4 Warga
Jakarta Ditangkap’, klik disini
‘Perda Larangan Memberi Sedekah
Tidak Masuk Akal’, klik disini
‘MUI : Perda Tibum Perlu Ditinjau’,
klik disini
‘MUI Setujui Fatwa Haram Mengemis’,
klik disini
‘Tindaklanjuti Fatwa MUI, Pemkot
Jaksel Jaring 103 Pengemis’, klik disini
‘Pengemis Australia Hasilkan Rp 490
Juta per Tahun’, klik disini
‘Saya Mengemis di Jalanan Kota
Jeddah’, klik disini
‘Ramai-Ramai Jadi Pengemis,
Pengangguran AS Melangit !’, klik disini
*
Artikel ini dapat dibaca
juga di Politikanadan Kompasiana
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke