Secara logis....kenapa tidak tangkap para koordinatornya dan para
penghubungnya. Kenapa justru para pemberinya?

Kalau ditanya oleh kita pihak Pemda kenapa? Karena udah ada aturannya dan
ini misalnya udah ada kajiannya (biasanya sih begitu). Kajian yang mana?
Mana publikasi kajiannya? Valid ga hasil kajiannya? Sudah sesuai dengan
metodologi penelitian atau kajian yang sah?

Sebuah peraturan dibuat setidaknya didahului oleh riset yang mendalam dan
aspirasi masyarakat. Bukan asal buat saja. Ada baiknya Perda ini dimintakan
pembatalannya ke Mendagri.

Mengenai pemberi sedekah, kalau misalnya harus ditangkap kemana kita
membersihkan harta kita selain lewat jalur formal? Pastinya kita semua iba
melihat ada peminta2 cacat di pinggir jalan atau siapapun yang menarik
perhatian kita untuk memberi. Kenapa itu harus dilarang apalagi ditangkap?
Dilarang masih oke, tapi ditangkap no way.

Akar masalah ini sebenarnya ada di pemerintah sendiri. Pengemis, terlepas
asli atau palsu, tumbuh subur karena kekurangan lahan pekerjaan dan usaha.
Kurangnya lahan pekerjaan ini karena lapangan kerja terbatas. lapangan kerja
terbatas karena jumlah perusahaan khususnya di daerah tidak terlalu banyak.
jumlah perusahaan yang tidak terlalu banyak ini diakibatkan karena susahnya
modal diperoleh dari bank dan sulitnya aturan usaha serta tingginya biaya
investasi khususnya ketika mengurus perizinan. Kita belum memulai usaha,
tapi modal udah abis karena biaya investasi siluman tersebut. Belum lagi
uang2 tip untuk mempermudah usaha. Bagi yang mampu memberikan uang tip
mungkin tidak masalah (walaupun ini juga salah), tapi bagi yang tidak mampu,
maka usahanya tidak bisa jalan dan akan berpengaruh tidak langsung terhdap
kiranya penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pengangguran. tentunya,
hal ini akan meningkatkan jumlah pengemis juga.

Intinya sih.....akar masalah ini ada pada korupsi yang masih tumbuh subur di
negeri ini.

Pada 1 September 2009 09:37, rifky pradana <rifkyp...@yahoo.com> menulis:

>
>
> Perda adalah produk hukum yang dihasilkan bersama
> oleh lembaga Legislatif dengan lembaga Eksekutif, dalam hal ini DPRD
> bersama
> dengan Pemerintah Daerahnya. Tak terkecuali, Perda (Peraturan Daerah)
> Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang
> Ketertiban Umum, tentunya demikian juga.
>
> Perda Tibum yang diundangkan pada tahun 2007
> ini mulai mengundang kontroversi setelah Ramadan tahun 2009 ini,
> pelaksanaannya
> mulai memakan korban beberapa orang pemberi sedekah yang ingin berbagi
> rezeki.
>
> Para pemberi sedekah itu terancam sanksi
> denda uang yang besaran maksimalnya mencapai Rp 20 juta, atau sanksi
> hukuman pidana
> penjara maksimal selama 60 hari.
>
> Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40,
> yang menjerat pemberi sedekah.
>
> Setiap orang atau badan dilarang:
> a. menjadi pengemis, pengamen, pedagang
> asongan, dan pengelap mobil.
> b. menyuruh orang lain untuk menjadi
> pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
> c. membeli kepada pedagang asongan atau
> memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan
> pengelap
> mobil.
>
> Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
>
> Setiap orang atau badan yang melanggar
> ketentuanPasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4
> ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11
> ayat
> (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal
> 17
> ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c,
> Pasal
> 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat
> (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal
> 39
> ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal
> 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling
> singkat 10(sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda
> paling sedikitRp.
> 100.000,-(Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,-(Dua Puluh
> Juta Rupiah).
>
> Berkenaan dengan di DPRD DKI Jakarta, pada
> saat Perda ini dibahas dan diloloskan, PKS mempunyai kekuatan jumlah kursi
> yang
> signifikan, tentunya Perda ini telah disepakati dan disetujui oleh para
> anggota
> PKS yang duduk sebagai anggota DPRD DKI Jakarta.
>
> Oleh sebab itu, apakah berarti isi dari Perda
> ini telah sesuai dan selaras serta telah memenuhi kaidah kebenaran hukum
> fiqih agama
> Islam ?.
>
> Wallahualambishshawab.
>
> *
> Referensi sumber Berita dan Artikel Terkait :
> ‘Beri
> Sedekah bisa Masuk Bui’, klik disini
> ‘Perda
> Larangan Bersedekah Itu...’, klik disini
> ‘Perda
> Larangan Memberi Sedekah Tidak Masuk Akal’, klik disini
> ‘Bersedekah
> Ditangkap. MUI : Perda Tibum Perlu Ditinjau’, klik disini
> ‘MUI
> Setujui Fatwa Haram Mengemis’, klik disini
> ‘Pengemis
> Australia Hasilkan Rp 490 Juta per Tahun’, klik disini
> ‘Saya
> Mengemis di Jalanan Kota Jeddah’, klik disini
> ‘Ramai-Ramai
> Jadi Pengemis, Pengangguran AS Melangit !’, klik disini
> *
>
>
> Rakyat memberi sedekah kepada pengemis, masuk bui. Bagaimana dengan pejabat
> pemerintah yang kebijakannya gagal mensejahterakan rakyatnya, bahkan yang
> kebijakannya telah membuat rakyat sengsara sehingga menjadi pengemis ?.
>
> *
>
> Pemprov DKI Jakarta telah
> menangkap dan menindak beberapa warga yang memberi sedekah kepada
> gelandangan
> dan pengemis. Setidaknya telah ada empat orang pemberi sedekah ditangkap
> Satpol
> PP di sejumlah lampu merah.
>
> Tindakan penangkapan ini berdasarkan
> ketentuan hukum, yaitu Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor
> 8
> Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
>
> Perda Tibum itu melarang
> seseorang menjadi pengemis / pengamen dan juga melarang seseorang memberi
> sedekah pada pengemis / pengamen. Pada pasal 40 huruf c di perda tersebut
> disebutkan
> bahwa setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang
> kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Bagi yang melanggar pasal
> tersebut dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling
> lama
> 60 hari, atau denda paling sedikit Rp. 100 ribu dan paling banyak Rp. 20
> juta.
>
> Berkait dengan kasus ini,
> MUI (Majelis Ulama Indonesia)
> berpendapat peraturan itu perlu ditinjau lagi. “Memberinya kepada siapa.
> Misalnya kepada pengemis yang mengemis di
> tempat terlarang, barangkali iya (dilarang
> memberi). Tapi kalau kata-katanya
> dilarang memberi kepada pengemis saja mutlak saya kira peraturannya harus
> dibenahi”, kata Ketua MUI, Ma'ruf Amin.
>
> Selain itu, menurutnya, dilihat
> dari sudut pandang si pengemis, mereka meminta-minta karena terdesak oleh
> kebutuhan. Sedangkan negara tidak memberi mereka makan dan tidak ada yang
> menolong.
>
> Saat ini belum saatnya untuk
> melarang orang mengemis secara total, sebab masih banyak golongan
> masyarakat
> yang kondisi sosial ekonominya parah. “Sehingga,
> jalan satu-satunya adalah mengemis. Jadi mereka mengemis itu karena
> terpaksa.
> Kalau kondisinya baik, baru kita larang. Kalau sekarang ini belum”,
> tambahnya.
>
> Apa yang dikatakan Ketua MUI
> ini agak membingungkan, mengingat pada waktu sebelumnya, MUI pernah
> mengeluarkan fatwa haram mengemis.
>
> Untuk membatasi perilaku
> mengemis, masyarakat juga ikut diimbau untuk tidak memberikan sedekah
> sembarangan. Jika ingin bersedekah, masyarakat diminta untuk menyalurkannya
> ke
> orang yang pantas menerimanya. “Masyarakat
> seharusnya memberikan ke tangan yang tepat, karena arti sedekah adalah
> memeberikan sesutu yang patut kepada orang yang pantas menerimanya. itulah
> arti
> sedekah”, kata Komisi Fatwa MUI Anwar Ibrahim.
>
> Soal mengemis ini memang
> erat kaitannya dengan soal kemiskinan dan ketersediaan lapangan pekerjaan.
>
> Mayoritas memang demikian
> halnya, walau dalam beberapa kasus tidak semata-mata hanya soal kemiskinan
> saja. Bahkan, dalam dalam beberapa kasus tertentu, bahkan ada kaitannya
> dengan
> soal budaya tradisi.
>
> Persoalan pengemis ini juga
> bukan hanya monopoli urusannya Negara Indonesia saja, yang -mohon maaf-
> tingkat kesenjangan
> sosialnya cukup tinggi.Di beberapa negara makmur dan negara maju juga
> mempunyai
> masalah yang serupa. Amerika Serikat, Australia, bahkan Arab Saudia juga
> mempunyai masalah yang serupa.
>
> Sama, hanya yang
> membedakannya ada dua, yaitu soal banyak sedikitnya jumlah pengemisnya, dan
> cara penanganannya.
>
> Jumlah ini tentu terkait
> dengan tingkat kemakmurannya, sedangkan cara penanganannya terkait dengan
> bagaimana ideologi pemerintahan negaranya dalam melindungi dan menghidupi
> rakyatnya.
>
> Nah, bagaimana kalau
> diusulkan saja kepada MUI, agar juga mengeluarkan fatwa Haram bagi
> Pemerintah
> yang mentelantarkan Rakyat Miskinnya. Dan, jangan lupa, haram juga hukumnya
> membuat kebijakan yang membuat rakyat menjadi miskin.
>
> Inilah yang mungkin perlu
> jadi perenungan bagi para petinggi MUI. Beranikan menfatwa haramkan
> pemerintahan yang gagal mensejahterakan rakyatnya ?.
>
> Slanjutnya, sekedar sebagai
> intermezzo, di Arab Saudia, ada instansi yang khusus menangani masalah
> pengemis
> ini, namanya Departemen Anti Pengemis yang berada di Kementerian Sosial.
>
> Berdasarkan laporan tahunan
> terbaru dari Kementerian Sosial, ada 5.207 pengemis Saudi di kerajaan
> itu, dan 21.136 pengemis yang bukan orang Saudi. Dari jumlah pengemis
> Saudi,
> 1.393 orang merupakan pria dan 3.814 orang adalah wanita. Jumlah ini
> menurun
> dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 30.008.
>
> Buraidah menjadi kota dengan
> pengemis wanita Saudi paling banyak, tercatat ada 1.546 orang. Diikuti oleh
> Riyadh dengan 1.009, Abha 344 dan Dammam 335. Kota-kota atau wilayah
> lainnya
> mencatat hanya ada kurang dari 200 orang, yaitu Tabuk, Madinah, Al-Ahsa dan
> Makkah. Sementara Hail membanggakan diri karena mencatat hanya ada 3 orang
> pengemis wanita Saudi di sana
>
> Ah, terlalu jauh
> membandingkan Negara kita dengan Amerika Serikat, Australia, juga Saudi
> Arabia.
> Bagaimana jika kita bandingkan saja dengan Malaysia ?.
>
> Bagaimana pengemis di
> Malaysia, adakah Kuala Lumpur juga banyak pengemisnya seperti kondisi
> Jakarta
> ?.
>
> Apakah pemerintah Malaysia
> disana juga menangkap rakyatnya yang memberi sedekah kepada pengemis,
> sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ?.
>
> Bagaimana menurut pembaca ?,
> adakah yang mengetahui kabar informasinya ?.
>
> *
> Referensi Sumber Berita :
> ‘Beri Sedekah ke Pengemis, 4 Warga
> Jakarta Ditangkap’, klik disini
> ‘Perda Larangan Memberi Sedekah
> Tidak Masuk Akal’, klik disini
> ‘MUI : Perda Tibum Perlu Ditinjau’,
> klik disini
> ‘MUI Setujui Fatwa Haram Mengemis’,
> klik disini
> ‘Tindaklanjuti Fatwa MUI, Pemkot
> Jaksel Jaring 103 Pengemis’, klik disini
> ‘Pengemis Australia Hasilkan Rp 490
> Juta per Tahun’, klik disini
> ‘Saya Mengemis di Jalanan Kota
> Jeddah’, klik disini
> ‘Ramai-Ramai Jadi Pengemis,
> Pengangguran AS Melangit !’, klik disini
> *
> Artikel ini dapat dibaca
> juga di Politikanadan Kompasiana
> *
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>



-- 
Muhammad Faiz Aziz

The public will believe anything, so long as it is not founded on truth.
Edith Sitwell (1887 - 1964)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke