Bagaimana pun juga menaikkan tarif Tol akan menaikkan harga-harga barang 
lainnya karena biaya distribusi barang jadi meningkat.

Artinya pemerintah secara tidak sadar menaikkan inflasi. Nilai rupiah jadi 
turun/anjlok. Rakyat yang penghasilan/gajinya tetap/tidak naik, akan 
dimiskinkan secara massal.

Tak heran jika nilai rupiah turun terus dan jadi makin tidak berharga:
ebagai contoh tahun 1970 Ongkos Naik Haji (ONH) hanya Rp 182.000. Tahun 2009 
naik jadi US$ 3.500 (Rp 42.000.000). Nilai rupiah turun 231 x lipat (23.100%!) 
hanya dalam rentang 39 tahun! Artinya kalau tahun 1970 anda harus bangga dengan 
gaji Rp 182 ribu karena bisa naik haji tiap tahun, sekarang pembantu pun tidak 
mau digaji segitu. Jika kenaikan gaji lebih kecil dari kenaikan inflasi, rakyat 
Indonesia akan termiskinkan karena anjloknya nilai rupiah.
http://infoindonesia.wordpress.com/2009/03/18/memperkuat-rupiah-dengan-koin-emas-rupiah/

Sebaliknya lihat nilai mata uang REAL Saudi yang begitu stabil. Dari tahun 1983 
dan mungkin juga jauh sebelumnya nilainya tetap stabil. Dengan 1 real, kita 
tetap bisa membeli satu minuman kaleng dari dulu hingga sekarang meski sudah 26 
tahun lebih! Sepertinya uang tsb meski kertas, namun dibackup dgn emas. Dan 
pemerintah Saudi tidak punya penyakit menaikkan harga bensin atau pun "TOL". 
Bahkan jalan di sana meski lebih lebar, lebih mulus, dan lebih lancar, 
digratiskan. Tidak pakai bayar....

Arab Saudi mungkin punya minyak. Tapi Indonesia punya gas lebih banyak. 
Kemudian punya berbagai kekayaan lain seperti emas, batubara, perak, tembaga, 
dsb yang Saudi tidak punya.

Jadi harusnya bangsa Indonesia ini jika kekayaan alamnya tidak disedot pihak 
asing tidak akan miskin-miskin banget...:)
===

Media Islam - Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

--- Pada Ming, 27/9/09, bakri arbie <daya...@yahoo.com> menulis:

Dari: bakri arbie <daya...@yahoo.com>
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Hore Tarif Tol Naik
Kepada: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com
Cc: alumnipran...@yahoogroups.com, "arbie bakri" <arbieba...@yahoo.com>
Tanggal: Minggu, 27 September, 2009, 8:24 PM






 




    
                  Yth Rekan milis,



Suatu analisis yang baik dari Bung Suryopratomo.

Dalam konsep bernegara meskipun ada Presiden dan peraturan untuk evaluasi/naik 
harga setiap 2 tahun,Menteri yang paling bertanggung jawab atas jalannya akal 
sehat di sektor dan tugas fungsinya masing-masing.



Kalau tidak memenuhi nilai kesejahteraan dan kebahagiaan bagi stakeholder 
bangsa terutama rakyat Indonesia,maka para pemimpin dianggap kurang amanah bagi 
rakyat.



Salam Hormat,

Bakri Arbie.

 



--- On Sat, 9/26/09, Suryopratomo <suryo_pratomo@ yahoo.com> wrote:



From: Suryopratomo <suryo_pratomo@ yahoo.com>

Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] Hore Tarif Tol Naik

To: forum-pembaca- kom...@yahoogrou ps.com

Date: Saturday, September 26, 2009, 6:20 AM



         Hore Tarif Tol Naik

    Begitulah pasti ekspresi dari para pengelola jalan tol. Setelah menunggu 
dua tahun bagi dinaikkannya tarif tol, akhirnya mereka mendapatkannya. Mulai 
hari Senin, 28 September 2009, tarif tol naik dari yang terendah Rp 500 sampai 
yang tertinggi Rp 10.500.

     Di tengah kegembiraan para pengelola jalan tol, para pengguna jalan tol 
justru  keheranan. Hal tersebut terutama didasarkan pada alasan kenaikan yang 
digunakann yakni karena inflasi.

     Apa hubungannya tarif tol dengan angka inflasi? Siapa yang memengaruhi 
siapa? Bukankah kenaikan tarif jalan tol yang akan berpotensi menaikkan tingkat 
inflasi? Kalau kita ingin mengendalikan inflasi, bukankah kenaikan tarif tol 
yang seharusnya dihindarkan?

      Kita sering juga mendengar alasan tentang konsekuensi dari berlaku 
ekonomi pasar. Termasuk kenaikan tarif tol merupakan konsekuensi logis dari 
pilihan kita menerapkan ekonomi pasar.

       Ekonomi pasar yang mana sebetulnya yang kita anut? Sebagian dari kita 
sering kebakaran jenggot kalau dikatakan bahwa ekonomi pasar kita itu liberal. 
Padahal itulah realitas yang sebenarnya terjadi.

        Mengapa kita berani mengatakan itu sebagai sebuah realitas? Karena 
pemerintah dan juga DPR seringkali lebih mendengarkan kepentingan investor 
daripada kepentingan rakyat. Benar bahwa seperti untuk mempercepat penyediaan 
infrastruktur jalan, pemerintah perlu mengundang masuknya investor. Tetapi 
kewajiban pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang terjangkau oleh 
masyarakat juga harus diperhatikan, jangan hanya kepentingan investornya saja.

      Apakah dengan tarif yang berlaku sekarang investor merugi? Sama sekali 
tidak. Seorang pengusaha yang memiliki ruas tol Jakarta-Cikampek mengaku bahwa 
sekarang ini keuntungan bersih yang diperoleh dari ruas jalan tol itu mencapai 
Rp 1 miliar per hari. Itu sudah membayar kembali investasi yang dulu pernah 
ditanamkan.

       Mengapa keuntungan itu bisa begitu besar? Karena jumlah kendaraan yang 
melintasi jalan itu tiga kali dari yang diperhitungkan ketika perencanaan 
dibuat. Apabila dalam perhitungan investasi awal diperkirakan jumlah kendaraan 
yang melewati jalan tol Jakarta-Cikampek hanya 100.000 unit per hari, kenyataan 
sekarang ini mencapai 350.000 unit per hari.

       Bagaimana sebuah perusahaan dengan keuntungan Rp 365 miliar per tahun 
masih dikatakan kurang keuntungannya. Teringat kita pada sebuah dialog pada 
film "The Fugitive" ketika Tommy Lee Jones menganalis laporan keuangan sebuah 
perusahaan farmasi. "Monster apa ini, kok bisa  keuntungannya begitu luar 
biasa," ketika melihat angka keuntungan yang di luar batas.

      Di sinilah kita sebenarnya ingin menggugah rasa kepantasan disesuaikan 
dengan sistem ekonomi yang seharusnya kita anut. Bagaimana negeri yang dalam 
konstitusinya jelas-jelas memilih jalan sebuah sistem ekonomi pasar sosial, 
namun dalam kenyataannya lebih liberal dari negara yang paling liberal sekali 
pun.

       Sekali lagi, kita butuh hadirnya investor. Agar mereka mau menanamkan 
modalnya, kita wajib untuk memberikan return yang menarik. Namun bukan berarti 
kita membebaskan mereka untuk mendapat keuntungan yang tanpa batas sampai 
kemudian para investor itu menghisap darah rakyat.

        Apakah kita bisa mengatur tingkat keuntungan yang wajar? Itu sangat 
bisa. Pengalaman di Korea Selatan sudah menunjukkan itu, meski dalam kasus yang 
berbeda.

        Untuk merealisasikan visi bangsa Korea dengan membangun apa yang 
disebut knowledge based economy, Pmerintah Korea mendorong tumbuhnya perusahaan 
IT termasuk penyedia infrastruktur internet. Mereka mempersilakan sektor swasta 
untuk masuk dan menjadi operator penyedia jaringan internet.

        Di mana fungsi pemerintah? Pemerintah bertemu para investor penyedia 
jaringan internet untuk mengetahui rencananya dan besarnya modal yang akan 
ditanamkan. Pemerintah juga menanyakan berapa lama investasi tersebut harus 
kembali dan berapa tingkat keuntungan yang ingin didapatkan? Dari masukan itu, 
pemerintah menetapkan sebuah batasan harga jasa yang bisa ditarik operator 
internet dengan memperhatikan kepentingan investor, kemampuan masyarakat, dan 
tujuan utama dari dibangunnya sistem jaringan internet tersebut yakni 
melahirkan masyarakat yang berorientasi kepada knowledge based economy tadi.

       Sekarang mari kita bertanya, apakah tujuan pemerintah mengundang para 
investor untuk masuk ke bisnis jalan tol? Apakah untuk menyediakan prasarana 
jalan yang berkualitas agar ekonomi nasional bisa tumbuh lebih pesat? Ataukah 
sekadar ingin mengalihkan kewajiban pemerintah untuk menyediakan prasarana 
jalan kepada swasta dengan alasan keuangan negara tidak memadai?

      Jalan lupa bahwa penyediaan fasilitas umum merupakan kewajiban dari 
negara. Seharusnya negara wajib menyediakan jalan yang baik dan berkualitas 
karena masyarakat sudah membayar pajak kepada negara.

      Negara seperti Amerika Serikat dan juga negara-negara Eropa tidak 
mengenal namanya jalan tol. Tetapi mereka mempunyai yang namanya highway, jalur 
yang bisa dipakai untuk kendaraan yang membutuhkan laju yang cepat, tanpa warga 
itu harus membayar apa-apa. .engapa? Karena pemerintahnya tahu bahwa 
menyediakan prasarana jalan itu merupakan kewajiban negara.

      Dengan cara berpikir kita yang tidak utuh, maka makna jalan sebagai 
prasarana untuk mendorong mobilitas orang maupun barang agar mempunyai dampak 
ekonomi yang positif pasti tidak pernah kita dapatkan. Dengan logika yang 
terbalik-balik dan pembenaran yang dipakai, justru jalan di Indonesia akhirnya 
akan menjadi penghambat ekonomi. Karena jalan sekadar dilihat sebagai ajang 
bisnis belaka, yang harus membuat investornya selalu untung dan bahkan dengan 
tingkat keuntungan yang di luar batas kewajaran.

       Alasan bahwa keuntungan dari bisnis jalan tol diperlukan untuk membangun 
jalan tol yang lain, kenyataannya tidak pernah terjadi. PT Jasa Marga yang 
milik negara pun tidak pernah bisa menggunakan keuntungan dari pengelolaan 
jalan tol Jagorawi untuk membangun jalan tol yang lain. Padahal sudah sejak 
lama modal yang dikeluarkan negara untuk membangun Jagorawi sudah kembali dan 
sekarang ini hanya tinggal keuntungan saja yang dinikmati, tetapi ketika harus 
membangun jalan tol yang lain selalu membutuhkan modal baru baik dari negara 
maupun dari kerja sama dengan pihak swasta.

      Akhirnya rakyat memang hanya diminta untuk memikul beban atas nama 
pembangunan. Sementara para pengelola jalan tol terus menghitung keuntungan 
yang semakin terus bertambah karena kenaikan tarif tol yang diberikan oleh 
pemerintah.

       Jangan heran apabila jalan tol di Indonesia sudah dikapling-kapling 
milik swasta. Jalan umum sendiri dibiarkan kecil dan tidak terawat karena hanya 
dianggap beban oleh negara.

      Apakah ini potret dari negeri yang berdasarkan Pancasila dan menganut 
prinsip ekonomi pasar sosial itu? Seharusnya bukan ini!



Powered by Telkomsel BlackBerry®


 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Nikmati chatting lebih sering di blog dan situs web. Gunakan Wizard 
Pembuat Pingbox Online. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

Reply via email to