Dear All, Kalau '2 tahun' selalu dijadikan alasan menaikkan tarif tol, logikanya eksekutif & legislatif merevisi/membatalkan klausul 'kenaikan tarif tol tiap 2 tahun' tersebut menjadi penurunan tarif tol tiap 2 tahun (atau bahkan tiap tahun) - sampai gratis. Faktanya, pemerintahan Pak Susilo (yang beberapa hari lagi menginjak periode ke-2) menunjukkan sebenarnya mereka adalah penguasa RI yang pro pasar dan bukan pro rakyat. Karena mempersulit hidup rakyat RI dengan kenaikan tarif jalan tol tiap 2 tahun lewat aturan hukum yang ada. :-(
--------- AFAIK, kasus Bank Century (dan yang sudah berjalan sejak masa lalu: BLBI, Freeport) makin menunjukkan wajah asli penguasa RI yang merupakan antek kepentingan asing (NeoLib?).. baik ke perusahaan/swasta, lembaga keuangan maupun negara asing.. yakni (Lingkaran) penguasa tersebut: * Mensubsidi konglomerat" (khususnya hitam) karena para konglomerat tersebut telah mensubsidi mereka (lewat dana kampanye) * Mensubsidi pihak asing (lembaga IMF, perusahaan asing, bahkan -negara- ndoro kulo) karena pihak asing telah mensubsidi para 'good boys/girls' tersebut (lewat hutang, beasiswa"/pendidikan).. * Dalam konteks yang lebih umum, dikarenakan objeknya terbatas, maka 'subsidi' bagi rakyatlah yang harus dikurangi. Tidak ada pilihan lain!! Sedangkan subsidi dari rakyat (lewat APBN) mereka terima/ambil tanpa malu. Bagi mereka, KEWAJIBAN HANYA MILIK RAKYAT; bukan milik/di pundak para pengelola negara/daerah (yang dzalim). Sementara, perhatian/kemudahan bagi rakyat selalu DIKLAIM sebagai 'kebaikan/subsidi'. Semoga kebaikan dan berkah dari Allah bagi mereka yang memperhatikan dan memperjuangkan nasib rakyat kecil.. dan semoga keburukan/azab dari Allah bagi mereka yang mempersulit/menghisap hidup rakyat.. Amien.. -- Wassalam, Irwan.K "Better team works could lead us to better results" http://irwank.blogspot.com Pada 28 September 2009 11:20, A Nizami <nizam...@yahoo.com> menulis: > > > Bagaimana pun juga menaikkan tarif Tol akan menaikkan harga-harga barang > lainnya karena biaya distribusi barang jadi meningkat. > > Artinya pemerintah secara tidak sadar menaikkan inflasi. Nilai rupiah jadi > turun/anjlok. Rakyat yang penghasilan/gajinya tetap/tidak naik, akan > dimiskinkan secara massal. > > Tak heran jika nilai rupiah turun terus dan jadi makin tidak berharga: > ebagai contoh tahun 1970 Ongkos Naik Haji (ONH) hanya Rp 182.000. Tahun > 2009 naik jadi US$ 3.500 (Rp 42.000.000). Nilai rupiah turun 231 x lipat > (23.100%!) hanya dalam rentang 39 tahun! Artinya kalau tahun 1970 anda harus > bangga dengan gaji Rp 182 ribu karena bisa naik haji tiap tahun, sekarang > pembantu pun tidak mau digaji segitu. Jika kenaikan gaji lebih kecil dari > kenaikan inflasi, rakyat Indonesia akan termiskinkan karena anjloknya nilai > rupiah. > > http://infoindonesia.wordpress.com/2009/03/18/memperkuat-rupiah-dengan-koin-emas-rupiah/ > > Sebaliknya lihat nilai mata uang REAL Saudi yang begitu stabil. Dari tahun > 1983 dan mungkin juga jauh sebelumnya nilainya tetap stabil. Dengan 1 real, > kita tetap bisa membeli satu minuman kaleng dari dulu hingga sekarang meski > sudah 26 tahun lebih! Sepertinya uang tsb meski kertas, namun dibackup dgn > emas. Dan pemerintah Saudi tidak punya penyakit menaikkan harga bensin atau > pun "TOL". Bahkan jalan di sana meski lebih lebar, lebih mulus, dan lebih > lancar, digratiskan. Tidak pakai bayar.... > > Arab Saudi mungkin punya minyak. Tapi Indonesia punya gas lebih banyak. > Kemudian punya berbagai kekayaan lain seperti emas, batubara, perak, > tembaga, dsb yang Saudi tidak punya. > > Jadi harusnya bangsa Indonesia ini jika kekayaan alamnya tidak disedot > pihak asing tidak akan miskin-miskin banget...:) > === > > Media Islam - Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits > > http://media-islam.or.id > > --- Pada Ming, 27/9/09, bakri arbie <daya...@yahoo.com<dayatek%40yahoo.com>> > menulis: > > Dari: bakri arbie <daya...@yahoo.com <dayatek%40yahoo.com>> > Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Hore Tarif Tol Naik > Kepada: > forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com<Forum-Pembaca-Kompas%40yahoogroups.com> > Cc: alumnipran...@yahoogroups.com <alumniprancis%40yahoogroups.com>, > "arbie bakri" <arbieba...@yahoo.com <arbiebakri%40yahoo.com>> > Tanggal: Minggu, 27 September, 2009, 8:24 PM > > > > Yth Rekan milis, > > Suatu analisis yang baik dari Bung Suryopratomo. > > Dalam konsep bernegara meskipun ada Presiden dan peraturan untuk > evaluasi/naik harga setiap 2 tahun,Menteri yang paling bertanggung jawab > atas jalannya akal sehat di sektor dan tugas fungsinya masing-masing. > > Kalau tidak memenuhi nilai kesejahteraan dan kebahagiaan bagi stakeholder > bangsa terutama rakyat Indonesia,maka para pemimpin dianggap kurang amanah > bagi rakyat. > > Salam Hormat, > > Bakri Arbie. > > > > --- On Sat, 9/26/09, Suryopratomo <suryo_pratomo@ yahoo.com> wrote: > > From: Suryopratomo <suryo_pratomo@ yahoo.com> > > Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] Hore Tarif Tol Naik > > To: forum-pembaca- kom...@yahoogrou ps.com > > Date: Saturday, September 26, 2009, 6:20 AM > > Hore Tarif Tol Naik > > Begitulah pasti ekspresi dari para pengelola jalan tol. Setelah > menunggu dua tahun bagi dinaikkannya tarif tol, akhirnya mereka > mendapatkannya. Mulai hari Senin, 28 September 2009, tarif tol naik dari > yang terendah Rp 500 sampai yang tertinggi Rp 10.500. > > Di tengah kegembiraan para pengelola jalan tol, para pengguna jalan > tol justru keheranan. Hal tersebut terutama didasarkan pada alasan kenaikan > yang digunakann yakni karena inflasi. > > Apa hubungannya tarif tol dengan angka inflasi? Siapa yang memengaruhi > siapa? Bukankah kenaikan tarif jalan tol yang akan berpotensi menaikkan > tingkat inflasi? Kalau kita ingin mengendalikan inflasi, bukankah kenaikan > tarif tol yang seharusnya dihindarkan? > > Kita sering juga mendengar alasan tentang konsekuensi dari berlaku > ekonomi pasar. Termasuk kenaikan tarif tol merupakan konsekuensi logis dari > pilihan kita menerapkan ekonomi pasar. > > Ekonomi pasar yang mana sebetulnya yang kita anut? Sebagian dari > kita sering kebakaran jenggot kalau dikatakan bahwa ekonomi pasar kita itu > liberal. Padahal itulah realitas yang sebenarnya terjadi. > > Mengapa kita berani mengatakan itu sebagai sebuah realitas? Karena > pemerintah dan juga DPR seringkali lebih mendengarkan kepentingan investor > daripada kepentingan rakyat. Benar bahwa seperti untuk mempercepat > penyediaan infrastruktur jalan, pemerintah perlu mengundang masuknya > investor. Tetapi kewajiban pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang > terjangkau oleh masyarakat juga harus diperhatikan, jangan hanya kepentingan > investornya saja. > > Apakah dengan tarif yang berlaku sekarang investor merugi? Sama > sekali tidak. Seorang pengusaha yang memiliki ruas tol Jakarta-Cikampek > mengaku bahwa sekarang ini keuntungan bersih yang diperoleh dari ruas jalan > tol itu mencapai Rp 1 miliar per hari. Itu sudah membayar kembali investasi > yang dulu pernah ditanamkan. > > Mengapa keuntungan itu bisa begitu besar? Karena jumlah kendaraan > yang melintasi jalan itu tiga kali dari yang diperhitungkan ketika > perencanaan dibuat. Apabila dalam perhitungan investasi awal diperkirakan > jumlah kendaraan yang melewati jalan tol Jakarta-Cikampek hanya 100.000 unit > per hari, kenyataan sekarang ini mencapai 350.000 unit per hari. > > Bagaimana sebuah perusahaan dengan keuntungan Rp 365 miliar per > tahun masih dikatakan kurang keuntungannya. Teringat kita pada sebuah dialog > pada film "The Fugitive" ketika Tommy Lee Jones menganalis laporan keuangan > sebuah perusahaan farmasi. "Monster apa ini, kok bisa keuntungannya begitu > luar biasa," ketika melihat angka keuntungan yang di luar batas. > > Di sinilah kita sebenarnya ingin menggugah rasa kepantasan > disesuaikan dengan sistem ekonomi yang seharusnya kita anut. Bagaimana > negeri yang dalam konstitusinya jelas-jelas memilih jalan sebuah sistem > ekonomi pasar sosial, namun dalam kenyataannya lebih liberal dari negara > yang paling liberal sekali pun. > > Sekali lagi, kita butuh hadirnya investor. Agar mereka mau > menanamkan modalnya, kita wajib untuk memberikan return yang menarik. Namun > bukan berarti kita membebaskan mereka untuk mendapat keuntungan yang tanpa > batas sampai kemudian para investor itu menghisap darah rakyat. > > Apakah kita bisa mengatur tingkat keuntungan yang wajar? Itu sangat > bisa. Pengalaman di Korea Selatan sudah menunjukkan itu, meski dalam kasus > yang berbeda. > > Untuk merealisasikan visi bangsa Korea dengan membangun apa yang > disebut knowledge based economy, Pmerintah Korea mendorong tumbuhnya > perusahaan IT termasuk penyedia infrastruktur internet. Mereka mempersilakan > sektor swasta untuk masuk dan menjadi operator penyedia jaringan internet. > > Di mana fungsi pemerintah? Pemerintah bertemu para investor > penyedia jaringan internet untuk mengetahui rencananya dan besarnya modal > yang akan ditanamkan. Pemerintah juga menanyakan berapa lama investasi > tersebut harus kembali dan berapa tingkat keuntungan yang ingin didapatkan? > Dari masukan itu, pemerintah menetapkan sebuah batasan harga jasa yang bisa > ditarik operator internet dengan memperhatikan kepentingan investor, > kemampuan masyarakat, dan tujuan utama dari dibangunnya sistem jaringan > internet tersebut yakni melahirkan masyarakat yang berorientasi kepada > knowledge based economy tadi. > > Sekarang mari kita bertanya, apakah tujuan pemerintah mengundang > para investor untuk masuk ke bisnis jalan tol? Apakah untuk menyediakan > prasarana jalan yang berkualitas agar ekonomi nasional bisa tumbuh lebih > pesat? Ataukah sekadar ingin mengalihkan kewajiban pemerintah untuk > menyediakan prasarana jalan kepada swasta dengan alasan keuangan negara > tidak memadai? > > Jalan lupa bahwa penyediaan fasilitas umum merupakan kewajiban dari > negara. Seharusnya negara wajib menyediakan jalan yang baik dan berkualitas > karena masyarakat sudah membayar pajak kepada negara. > > Negara seperti Amerika Serikat dan juga negara-negara Eropa tidak > mengenal namanya jalan tol. Tetapi mereka mempunyai yang namanya highway, > jalur yang bisa dipakai untuk kendaraan yang membutuhkan laju yang cepat, > tanpa warga itu harus membayar apa-apa. .engapa? Karena pemerintahnya tahu > bahwa menyediakan prasarana jalan itu merupakan kewajiban negara. > > Dengan cara berpikir kita yang tidak utuh, maka makna jalan sebagai > prasarana untuk mendorong mobilitas orang maupun barang agar mempunyai > dampak ekonomi yang positif pasti tidak pernah kita dapatkan. Dengan logika > yang terbalik-balik dan pembenaran yang dipakai, justru jalan di Indonesia > akhirnya akan menjadi penghambat ekonomi. Karena jalan sekadar dilihat > sebagai ajang bisnis belaka, yang harus membuat investornya selalu untung > dan bahkan dengan tingkat keuntungan yang di luar batas kewajaran. > > Alasan bahwa keuntungan dari bisnis jalan tol diperlukan untuk > membangun jalan tol yang lain, kenyataannya tidak pernah terjadi. PT Jasa > Marga yang milik negara pun tidak pernah bisa menggunakan keuntungan dari > pengelolaan jalan tol Jagorawi untuk membangun jalan tol yang lain. Padahal > sudah sejak lama modal yang dikeluarkan negara untuk membangun Jagorawi > sudah kembali dan sekarang ini hanya tinggal keuntungan saja yang dinikmati, > tetapi ketika harus membangun jalan tol yang lain selalu membutuhkan modal > baru baik dari negara maupun dari kerja sama dengan pihak swasta. > > Akhirnya rakyat memang hanya diminta untuk memikul beban atas nama > pembangunan. Sementara para pengelola jalan tol terus menghitung keuntungan > yang semakin terus bertambah karena kenaikan tarif tol yang diberikan oleh > pemerintah. > > Jangan heran apabila jalan tol di Indonesia sudah dikapling-kapling > milik swasta. Jalan umum sendiri dibiarkan kecil dan tidak terawat karena > hanya dianggap beban oleh negara. > > Apakah ini potret dari negeri yang berdasarkan Pancasila dan menganut > prinsip ekonomi pasar sosial itu? Seharusnya bukan ini! > [Non-text portions of this message have been removed]