--- In ITB_@: Dalam gathering kemarin, OTJE pun ikut ditimpukin pertanyaan soal apa itu C3 (padi gandum dll) dan C4 (jagung cantel/sorghum/latu/jowar/gaoliang/milo dsb). Soalnya PADI dia bisa 20 TON/hektar (juga CANTELku 9 TON lebih/HEKTAR). Itulah ITB (non partai lho). Tambang dan Pertanian kan juga DAUR ULANG, rawat Entropi selain juga Energi. Bukan terserpih. Dengan teknologi titis. Baik juga saya kirim yang berikut. Semoga sedikit mengarah ke mencerahi. Salam Rehat : MASA DEPAN PERTANIAN KITA ?? Di tangan politisi kacamata kuda, penanganan pertanian hanya akan niscaya dipandang dan ditangani sebagai entitas dan sarana cari kuasa, baik dengan cara rebut rezeki dan pengaruh sektarian, maupun tumpangan demi menggasak atau menumpuk massa pengikut, bahkan lain-lain aneka kepentingan kelompoknya; jauh daripada keinginan luhur penyejahteraan rakyat maupun kecukupan pangan bagi warga umat manusia, apalagi berwawaskan lingkungan lestari bijak duo entropi-energi. Kekeliruan fatal menyerahkan urusan pak tani kepada manusia dagel-degil-dogol berpola sektarian, akan berdampak atas suatu bangsa pada saatnya. Memang menyedihkan bila titik terlemah rantai justru pada kepemimpinan suatu bangsa. Dan disitu pun, media massa tidak boleh cuci-tangan. TENGOK BANGSA LAIN Di Asia Tenggara saja, Indonesia kini paling terpuruk pengembangan pertaniannya dalam 5 tahun belakangan dan kini. Sebagaimana sebelumnya, pemerintah kini tampak tidak mempunyai konsep pertanian mendasar, yang banting setir dari zona kekeroposan terdahulu. Berkutat pada hal-hal remeh seperti sempitnya gatian atas padi-jagung-kedelai belaka, jongkoknya pada soal pupuk, telak gagalnya mensejahterakan petani, itu baru beberapa. Kita sukar berharap dalam 100 hari ini nanti menteri pertanian (yang ditengarai asal politisi itu) akan sanggup punya konsep apalagi praxis yang mustajab untuk membenahi pertanian di Indonesia. Jauh panggang dari api, begitu rabaan berbagai kalangan profesional dan pedesaan. Di berbagai negeri Asia Tenggara 2009, upaya pensejahteraan petani lebih jelas dan terkerangka pasti, serta terukur. Kontrol publik makin meningkat. Sedangkan di kita, hal-hal publik justru makin dikangkangi dan disembunyikan, agar oknum (dan sekelompok kadal birokrat) oportunis beserta segenap jongos tikusnya tetap leluasa merampok kekayaan bangsa, merusak baik sumberdaya alam maupun manusianya. Nyaris mustahil rasa keadilan bagi petani mayoritas bangsa kita akan terpenuhi. Kita simak dan catat saja, dalam 5 tahun ini nanti, apakah sama bahkan lebih lagi hancurnya dibandingkan 5 tahun terdahulu. Pertanian yang dipolitisir, dironai intrik-klik kepentingan, tidak akan pernah mampu adil, partisipatif apalagi meraih capaian mandiri, begitulah dalilnya. STRATEGI PERTANIAN KE DEPAN ? HASTA MARGI. Apapun strateginya, niscaya disimak gambaran pertanian masa depan; ini setidaknya akan dirauti 8 (delapan) ciri majunya, yang diharap sanggup menjawab tantangan dan peluang pertanian di zaman krisis pangan dan energi dunia. Pada tahun 2050, pertanian harus tumbuh dua kali lipat, sanggup memberi pangan cukup bagi 9 milyar manusia. (1) BERTANI DI GURUN Sekitar 70% air bersih yang tersedia bagi manusia digunakan bagi pertanian. Daerah tandus bergurun makin luas, juga yang di pesisir. Ini tantangan bagi dilakukannya hampiran pembuatan rumah-rumah kaca tanpa harus mendirikan instalasi-pabrik penawaran air laut yang mahal. Ide-ide kreatif muncul di berbagai negeri : Maroko, kepulauan Kanari, Emirat Arab, Oman, juga di Amerika, Australia dll. Dan di kita, keadaan mirip gurun Sahara pun mudah dijumpai, di Nusa Tenggara Timur misalnya. Mampukah menteri pertanian (bersama menristek, yang sesama orang partainya atau lainnya sekalipun itu) menangani kearah serupa ? Menggunakan energi matahari atau angin, layak mampu membuat pertanian dahsyat di lahan kering kerontang bergurun, terutama di wilayah pinggiran seperti Nusa Tenggara Timur dll. Ini ukuran kepiawaian juga. (2) TUMBUH DENGAN CERMAT Guyuran pupuk dan pestisida kimia sintetik sampai detik ini masih menggelayuti dunia pak tani, ibarat serangan hantu. Itupun dengan biaya mahal, sama sekali tak sesuai pendapatan. Padahal dengan pupuk sintetik dan pestisida itulah Dewi Sri, kesuburan tanah, kesejahteraan petani, dan kelestarian lingkungan, selama ini diperdaya, diperkosa, dan dibunuhi! Dengan perhitungan apapun, usaha petani kecil tanam padi adalah tekor alias merugi, apalagi pupuk kerap hilang atau membubung harganya justru saat dibutuhkan. Menteri pertanian yang lampau sama sekali impoten menangani hal itu. Penggunaan pupuk ambur-adul, semua tanpa takaran sesuai kebutuhan. Akibatnya, bukan keseimbangan hara tanah yang terjadi, namun kehancuran! Lagi-lagi menteri pertanian harus sanggup berpikir dan berbuat lebih jauh. Bangsa-bangsa lain memakai hampiran sensor hara di bawah tanah sawah! (sensor Kumar). Daur-daur karbon sampai nitrogen dalam tanah dibaca dan dikirimkan kepada pak tani! Dewi Sri pun betah tinggal di sawah, mensejahterakan pak tani. Apakah menteri pertanian sanggup berpikir dan berbuat kesitu bagi petani ? Memberdayakan petani mampu menerapkan hara tanah seimbang dengan dukungan teknologi, ini PR bagi mentan. (3) SUPER-BERAS Separoh umat manusia di bumi makan nasi. Beras menjadi sangat strategis. Namun cara-cara lama yang dipakai di Indonesia dalam "memuliakan" tanaman sama sekali tidak memadai. Mampukah menteri pertanian cetakan/sodoran partainya ini menghadirkan prestasi membingkiskan super-beras sebagaimana dilakukan (Sheehy dkk) di IRRI Filipina ? Bila menteri kabinet tetap bersifat-bersikap sektarian kelompok (sebagaimana pendahulunya walau agak malu-malu), pasti tak mungkin dia berprestasi didukung petani se Nusantara. Menjadikan beras super, bukan lagi C3, namun menjadi C4 (sebagaimana sorghum/cantel) super efisien fotosintesisnya, itu tantangan bagi menteri pertanian Indonesia. Bila keunggulan produk semacam ini tak masuk dalam realisasi prioritas program yang diangkatnya dalam 100 hari, maka akan sudah jelas kemana juntrungan menteri itu. (4) GUSUR DAN GANTI PUPUK KIMIA Sebagian berarti gejala gas rumah kaca global berasal dari pupuk kimia di sawah/pertanian. Pupuk kimia sungguh fatal bagi bumi dan manusia penghuninya. Dalam 30 tahun terakhir penggunaan pupuk amat sangat meningkat, bahkan tumbuh eksponensial! Pabrik-pabrik pupuk kimia sintetis itulah termasuk biang-biang perusak lingkungan, yang harus makin ditekan agar makin sedikit produknya digunakan di pertanian kita, mestinya bukan malah dipacu, padahal banyak yang salah-urus tak sampai sasaran! Penggunaan pupuk organik dan mikroba justru harus dinomorsatukan, prioritas satu-satunya, karena dapat menekan penggunaan pupuk, memangkas biaya produksi pangan yang menggerus penghasilan petani selama ini. Majukan pupuk bakteri, tak ada opsi lain! Menteri pertanian yang tidak memprioritaskan dukungan atas hal ini, ketahuan belangnya hendak dikemanakan pertanian dan petani kita. Bila soal kerancuan pupuk sampai pengadaannya saja tidak becus teratasi, sukar diharap mentan mampu mendukung pupuk organik swasembada nasional. (5) PERCANGGIH PEMETAAN LAHAN IRIGASI PERTANIAN Menteri pertanian yang pinter pasti bisa memilih prioritas masa kini : menggarap irigasi, membiayai benih unggul, atau tanaman tahan hama. Ini juga yang membuat kalangan petani Sub-Sahara Afrika sanggup merebut bantuan hampir 5 juta dollar dari Yayasan Bill-Melinda Gates. Mereka membuat basis data peta tanaman potensial yang efektif mendongkrak kesejahteraan aktual. Juga NASA kini membuat peta monitor kelembaban tanah dunia. Satelit-satelit khusus ditugasi memetakan data pasif maupun aktifnya. Indonesia pun tak mungkin mangkir dari trend menzaman. Dalam kerangka lokal, mentan punya PR konkret prasyarat kinerjanya : membereskan perkara irigasi yang mlempem. (6) EFISIEN-EFEKTIFKAN NAKER PERTANIAN Pertanian niscaya makin tanggap pada trend tanaman khusus bernilai termasuk buah-buahan dan tanaman obat, bukan sekadar pangan. Teknologinya pun dikembangkan, sesuai sikon negara berkembang atau maju. Di negara maju apa yang dilakukan Sanjiv Singh dkk (CMU) mestinya lebih jauh mengilhami menteri pertanian negeri berkembang secara lebih tepatguna, bukan sekadar menganut jalur pikir-tindak pendahulunya. Tidak pula hanya sekadar berlagak memikirkan pengadaan Bank Agro seperti digemborkan orang Komisi IV DPR di diskusi interaktif Tegal belum lama berselang, lupa substansi. (7) LAHIR-BANGKITKAN KEMBALI TANAH PERTIWI Lebih 25% tanah di bumi rusak oleh perilaku manusia, termasuk juga yang terpaksa dilakukan oleh manusia di pedesaan. Ibu Pertiwi didera dan diremukkan. Pengurusan, peracunan, penggurunan, dipacu dimana-mana. Sanggupkah menteri pertanian memahami hal ini dan berbuat melawannya ? Leluhur kita dulu membuat arang dengan cara pelan/lambat, dan hal itu kini terbukti menyuburkan tanah. Mikroba berdatangan, mikroba itu pula yang membantu tanaman meraih zat hara. Kini biochar sungguh dikaji, apakah di pertanian Indonesia digatikan ? Sekaligus upaya penyediaan aneka energi alternatif dipedulikan. Mentan perlu berparadigma teknologis kearifan lokal dan budaya nasional, bukan cetakan ideologis sektarian. (8) LAHIRKAN ANEKA TANAMAN SUPER Prestasi penelitian niscaya makin transparan dan terakses publik, bukan disembunyikan di timbunan liuk-liku instansi pemerintah yang didanai segenap warga negara. Dalam kurun waktu dasawarsa terakhir, lahirnya varitas-varitas baru relatif seret dibandingkan proporsi dana yang terkucur di rentang sejarah negeri bagi riset. Begitu banyak rakyat di berbagai negeri menderita malagizi, juga negeri kita belum bebas darinya. Kita pun tahu banyak tanaman murah dan meluas seperti singkong. Upaya menghasilkan singkong yang kaya penuh vitamin-protein, singkong yang tak sekadar karbohidrat ganjal perut keroncongan, kini menggelegak di berbagai penjuru manca. Bagaimana sikap menteri pertanian dalam hal sumber pangan bergizi (transgenik sekalipun) dan apa yang akan dilakukannya, ini yang sedang ditunggu rakyat terlebih-lebih petani di seantero Indonesia. Dinamika penelitian pertanian kurang paparan publik! Bila mentan tak sanggup mentransparankan Departemen sampai Dinas-dinasnya, harapan apa pantas padanya ? TRACK PERTANIAN KITA ? Kita semua berkepentingan dengan pertanian di Indonesia agar makin baik, bukan berlanjut salah-urus. Harus ada perubahan, banting setir, agar pertanian tumbuh makin kuat. Menteri pertanian harus mampu meninggalkan kerangka paradigma partai asal tempatnya disetor, melainkan demi segenap bangsa Indonesia. Kita tunggu apakah menteri pertanian yang semoga tidak lagi berkerangka sektarian, mau dan mampu menjawab pertanyaan mendasar perihal sosok dan arah pengembangannya, atau tidak. Pertanian dalam arti luas telah dianaktirikan sekian lama, atau digarap secara acak-acakan. Pendidikan pertaniannya juga makin terasa salah kaprah, terlihat juga dari kualitas produknya. Sudah saatnya pertanian bukan hanya menjadi concern institut pertanian belaka, tetapi niscaya menghargai partisipasi kalangan lain yang konstruktif. Ungkapan visi indah : mewujudkan pertanian industrial, unggul lestari, bersumberdaya lokal, tingkatkan daya saing global serta kesejahteraan petani seluruhnya, jangan sekali-kali hanya mimpi yang ngaya-wara, hanya karena ketaksanggupan menyingkirkan sektarianisme usang pola pikir atau mengabaikan kearifan lokal berbasis budaya sendiri. Jangan sampai seperti Apriyantono yang terdahulu, pokalnya adalah sektarianisasi IPB dan tetek-bengek lain. Kita simak terus sepak terjang dan kinerja menteri pertanian yang produk partai (apapun namanya itu) ... apakah benar berkerangka nafas spirit kemerdekaan bangsa berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika ! Kikis jiwa dan pola sektarianisme di bidang strategis : pertanian Indonesia! Waspada dan waskita... terus berkarya bakti sepanjang usia. Salam, hidup jaya hasta margi ! Merdeka NKRI ! --- End forwarded message --- [Non-text portions of this message have been removed]