Waspadai Skenario Pelumpuhan Negara Bangsa

Kaos bertuliskan Selamatkan
Indonesia dari Korupsi usai aksi terjun payung Solidaritas Pemuda dan
Penggiat Alam Terbuka dari Jakarta dan Jawa Barat di Gedung KPK, dalam rangka
memperingati semangat, tekad dan keberanian hari pahlawan sekaligus mendukung
KPK memerangi korupsi di Indonesia [Rakyat Merdeka, 11 Nopember 2009]
mengingatkan pada saat yang sama uraian ikhwal Tahap-tahap Perang Modern 
[Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Dialog
Nasional, 10 Nopember 2009] yaitu : (1) Infiltrasi ipoleksosbudhankam, (2)
Eksploitasi memperbesar hasil, (3) Cuci otak, rusak UUD Negara, ganti dasar /
pandangan hidup Negara, ganti bentuk Negara, (4) Adu domba, perselisihan masal,
perang / konflik sara, pemberontakan & separatis, revolusi / chaos,
perpecahan / disintegrasi bangsa, (5) Sasaran Tercapai / Direbut.

Uraian tersebut diatas telah pula digarisbawahi oleh
penulis tentang sejarah aksi penyusupan ke garis belakang lawan yang disebut
wingate oleh TNI saat Perang Kemerdekaan 1948-1949 yang berhasil melumpuhkan
kapasitas balatentara Belanda sehingga berdampak politik yaitu adanya keyakinan
di kalangan politisi di negeri Belanda  bahwa
balatentara Belanda di Indonesia telah tidak akan mampu menaklukkan TNI.
Selanjutnya sejarah mencatat bahwa disertai strategi diplomasi politisi
Indonesia yang piawai, pemerintah Belanda akhirnya tergiring ke Konperensi Meja
Bundar yang kemudian berujung serah terima kedaulatan Indonesia pada tanggal 27
Desember 1949.

Dalam rangka peringatan hari Pahlawan 10 Nopember 2009
itu, penulis juga menyarankan kepada Seminar Nasional Tinjauan Kritis Terhadap
Perubahan UUD 1945 (Ke Arah Perumusan Adendum), UnTag’45 Surabaya, 11 Nopember
2009, antara lain agar supaya dilakukan Adendum yaitu Komisi Pemberantasan 
Korupsi
adalah lembaga tinggi Negara demi kepastian pembelaan negara dari tindak pidana
luar biasa yang dapat melumpuhkan sendi-sendi bangunan masyarakat, bangsa dan
Negara, sebagai Pasal-30 (5) pada UUD 1945 [Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 75, 1959].

Dengan demikian, ke depan, lembaga Negara KPK dapat
lebih difungsikan pula sedemikian rupa sebagai agen pembangunan Bela Negara
untuk perangi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia yang kini sudah berciri extra
ordinary organized crime, terbukti terungkapnya keberadaan peran strategik para
markus (makelar kasus) selain mengingat pula merebaknya sikap perilaku koruptif
terhadap norma dan nilai-nilai ideologi dan pandangan hidup bangsa serta sumber
dari segala sumber hukum yaitu Pancasila sudah sedemikian parahnya menggerus
haluan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Begitu pula peran masyarakat madani dalam rangka
perangi Tindak Pidana Korupsi perlu berpolakan perang rakyat semesta sehingga
diusulkan dapat dilakukan Adendum yaitu Negara memberikan perlindungan hukum 
bagi
warga Negara penggiat gerakan anti suap dan anti korupsi nasional serta
penggiat pembangunan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab dalam rangka penguatan
jati diri hak asasi manusia Indonesia, sebagai Pasal-27 (3) pada UUD
1945 [LNRI No. 75, 1959].

Selengkapnya, kedua usulan tersebut diatas dapat
diunduh dari Politika Pancasila Adendum
UUD 1945 [www.jakarta45.wordpress.com].

Jakarta, 11 Nopember 2009 / Pandji R Hadinoto / Badan
Pekerja, Petisi45 / HP : 0817 983 4545

[Sekretariat Bersama, Gerakan Implementasi Pancasila, Gedung
Cawang Kencana Lt-5, Jl. Mayjend Sutoyo Kav. 22, Jakarta 13630]
Korupsi Musuh Sejati


detikcom – Kamis, 12 November




 Musuh Sejati Adalah Korupsi, Bukan Institusi


Kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejagung
mengundang keprihatinan masyarakat Indonesia di luar negeri. Pelemahan
intitusi hukum adalah kemenangan bagi para koruptor.
“Musuh sejati adalah para pelaku korupsi dan konspirasi, bukan
institusi yang sah dan dilindungi undang-undang,” kata Ketua Forum
Komunikasi Masyarakat Muslim Indonesia se-Jerman (FORKOM) Nugroho
Fredivianus dalam rilis kepada detikcom, Kamis (12/11/2009).
Kriminalisasi KPK juga menjadi keprihatinan masyarakat Indonesia di
Jerman. Menurut Nugroho, KPK seharusnya dijadikan sebagai mitra kerja
ideal kedua kakak kandungnya yaitu Polri dan Kejagung.
“Namun masyarakat disuguhi pertikaian dan konflik dari ketiga institusi yang 
justru sangat dinanti prestasinya,” lanjutnya.
Nugroho menegaskan FORKOM mendesak agar konflik KPK, Polri dan
Kejagung segera diakhiri. Semua pihak yang terbukti terlibat dari
setiap institusi harus segera diseret ke meja hijau.
“Selesaikan konflik dengan proses hukum yang transparan dan akuntabel agar 
kepercayaan publik dapat dipulihkan,” pungkasnya.

 




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke