Sunatullah atau hukum alam yang berlaku

Siapa yang kuat itu yang menang !




________________________________
From: rifky pradana <rifkyp...@yahoo.com>
To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com; mediac...@yahoogroups.com; 
nongkrong_bare...@yahoogroups.com; zama...@yahoogroups.com; 
ekonomi-nasional@yahoogroups.com; eramus...@yahoogroups.com; 
sab...@yahoogroups.com; syiar-is...@yahoogroups.com
Sent: Thu, November 12, 2009 11:25:53 PM
Subject: [ekonomi-nasional] Cicak akan di-FPI-kan ?

  
Janganlah
keburu gembira dan bangga walau saat ini diklaim bahwa anggota simpatisan dari
‘Gerakan
1 juta facebookers dukung Chandra-Bibit’ saat ini sudah mencapai lebih
dari 1,2 juta facebooker.

Jangan
lupa, gerakan facebooker pendukung KPK ini tak berarti tanpa tandingan. Sudah
muncul pula gerakan serupa yang menggalang dukungan untuk Polri dan Kejagung,
yang jumlah anggotanya pun tak bisa dibilang sedikit.

Itu
yang di dunia maya, sedangkan di dunia nyata pun demikian pula adanya. Gerakan
aliansi Cicak juga telah mendapatkan tandingan yang seimbang dari koalisi
Buaya.

“Hanya tiga polisi
yang tak bisa disuap, Patung polisi, Polisi tidur, dan Jendral Hoegeng”, 
demikian tulisan
di poster yang diusung oleh ‘Jaringan Mahasiswa Katolik Peduli
Bangsa‘ saat berunjuk rasa di depan Polda Jateng dan Kejari
Jateng.

Itu
adalah salah satu demo dari kelompok
Cicak, sebutan yang diberikan untuk para penentang upaya
kriminalisasi pimpinan KPK dan upaya perlemahan KPK.

Tandingan
yang seimbang telah digelar di seluruh Indonesia. Di kubu diseberang, juga
telah menggelar demo tandingan serupa dari kelompok Buaya, sebutan yang 
diberikan untuk para pendukung upaya
pihak Polri dan Kejagung untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap dua
pimpinan non aktif KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Bibit Samad Rianto
dan Chandra M Hamzah.

Diantaranya
adalah gerakan massa yang berasal dari organisasi ‘Persaudaraan Muslim
Sedunia’, ‘Pemuda Penerus Amanat Proklamasi
Republik Indonesia’, ‘Gempita’, ‘Lembaga Hukum
Proklamasi dan Humanis’.

Ada
juga ‘Gerakan Mahasiswa Nusantara’, yang pada hari Selasa tanggal 10 Nopember 
2009
sempat berdemo di depan Istana Presiden. Gerakan ini menuntut pembubaran Tim
Delapan.

Muncul
pula kelompok yang menamakan dirinya GARASI (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) yang
mendukung SBY dan Polri untuk tetap melanjutkan proses hukum yang sudah
berjalan selama ini terhadap pimpinan KPK.

Tak
ketinggalan, para mahasiswa yang terhimpun dalam ANTIK (Aliansi Nasional
Tindak Korupsi) yang mendukung Polri untuk segera menuntaskan kasus
yang membelit para pimpinan KPK nonaktif itu.

Menyusul
dari kelompok AMPK (Aliansi Masyarakat Peduli Keadilan) yang dalam demo di
depan Mabes Polri mengusung spanduk yang bertuliskan “Hidup Polisi”, “Polri 
bukan Buaya,
KPK bukan Cicak”.

Dukungan
bagi Polri dan Kejagung juga datang dari massa sebanyak 23 bus
metromini yang berdemo di depan Kejagung Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta
Selatan, dalam rangka mendukung Kejaksaan Agung agar kasus yang
menjerat Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah untuk diteruskan hingga ke
tingkat pengadilan.

Tak
hanya itu, FBR (Forum Betawi Rempug) juga telah terang-terangan
mendukung Kejagung dan menolak Bibit-Chandra.

Dalam
demonya, kelompok ‘Forum Betawi Rempug’ ini mengusung spanduk
bertuliskan “Bibit-Chandra Bukan Pahlawan” dan “Kejagung Jangan Mau
Diintervensi Tim 8”.

Selanjutnya,
di Sumatera Utara juga ada, seperti AMPUH (Aliansi Mahasiswa
Peduli Hukum) mendukung Polri terkait konflik dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi, serta menolak segala bentuk intervensi penyidikan
Polri dan Kejagung.

Di
Yogyakarta juga terjadi serupa. gabungan masyarakat di sekitar Malioboro,
Stasiun Tugu dan Pasar Kembang yang berprofesi sebagai buruh, sopir becak,
andong, tukang parkir, dan lain-lain, menggalang diri dalam kelompok yang
mereka namakan ‘Forum Masyarakat Cinta NKRI’. Poster yang mereka usung antara 
lain
bertulisakan “Selamatkan institusi penegak hukum, Polri, Kejaksaan
dan KPK”.

Semua
itu, yang terjadi di dunia maya maupun di dunia nyata, persaingan antara kubu
pendukung Cicak dan kubu pendukung Buaya telah membuka peluang terjadinya
konflik horizontal antar dua kubu itu.

Berkait
dengan itu, jika menilik pada beberapa peristiwa yang telah lampau, diantaranya
seperti pada kasus Ahmadiyah, dimana juga terdapat dua kubu, yaitu kubu
pendukung Ahmadiyah dan kubu penentang Ahmadiyah.

Dimana
pada akhirnya, kubu penentang Ahmadiyah menjadi terkalahkan, dan salah satu
kelompok dalam kubu itu, yaitu FPI, berhasil dijerat dengan tuduhan melakukan
tindak kekerasan dan kriminal.

Hal
mana, itu menjadikan para pemimpin FPI sebagai pesakitan tindak kriminal
kekerasan dan penganiayaan sehingga meringkuk di penjara sampai dengan saat
ini.

Itu
semua harus dipikirkan secara matang, agar para pendukung KPK atau biasa
disebut kelompok Cicaktidak bernasib
seperti para pemimpin FPI, yaitu ditangkap Polisi selanjutnya dituntut oleh
Jaksa yang berakhir dengan vonis Hakim sebagai pelaku tindak pidana kriminal.

Apakah
kemudian kubu Cicak, yang menentang
upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan upaya perlemahan KPK, sebaiknya 
menyerah saja ?.

Mengingat
melawan kehendak pemerintah yang berkuasa itu mempunyai konsekuensi dan resiko
yang sungguh tak kecil, bahkan penjara bisa menjadi ganjaran akhirnya.

Segala
resiko harus diperhitungkan. Oleh sebab itu bagi para facebooker dan 
netterserta blogger dan milliser yang ada di dunia
maya juga para aktivis gerakan yang bergiat
di dunia nyata, mulailah menimbang dengan matang dan berfikir ulang sejuta kali
untuk tetap keukeuhberani menyatakan
diri sebagai pendukungnya Kubu
Cicak.

Mengingat
yang dihadapi oleh para pendukungnya Kubu Cicak adalah pemerintah yang berkuasa 
serta mempunyai
wewenang ditangannya untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban masyarakat
serta stabilitas negara. 

Hal
mana, menentang pemerintah yang berkuasa tentu ada konsekuensi dan resiko yang
mungkin harus ditanggung oleh para penentangnya.

Sudah
siapkah para pendukungnya Kubu
Cicak untuk menanggung resiko yang kemungkinan bisa di-Prita Mulayasari-kan dan 
di-FPI-kan ?.

Wallahualambishshaw ab.

*

Catatan
Kaki :
“Nostalgia
Kampanye SBY & Demokrat”, klik disini atau disini 
“Komisi
III dan Suara Rakyat Pemilih”, klik disini atau disini
“KPK
dan Surabaya”, klik disini atau disini
“KPK :
Pengundang Bencana”, klik disini atau disini
“Rekomendasi
Tim 8 kepada Presiden SBY”, klik disini atau disini
“Rekayasa
Missing Link Kasus KPK”, klik disini atau disini
“Kemana
Muara Kasus Kriminalisasi KPK ?”, klik disini atau disini
“Bibit
Chandra Secepatnya Diadili ?” , klik disini atau disini
“Chandra
Samad pun akhirnya akan Tamat”, klik disini atau disini
“Keberhasilan
Upaya Mengganti Pimpinan KPK”, klik disini atau disini
“Kriminalisasi
KPK : Puisi Republik Mimpi Buruk”, klik disini atau disini

Foto-foto
diatas hanya sebagai ilustrasi yang dicopy paste dari berbagai sumber di
internet, salah satunya adalah Koran Kompas.

*
Cicak akan
di-FPI-kan ?
http://politik. kompasiana. com/2009/ 11/13/cicak- akan-di-fpi- kan/
http://politikana. com/baca/ 2009/11/13/ cicak-akan- di-fpi-kan. html
*****



Hari ini pagi tadi saya sambil mengerjakan sesuatu
mendengarkan siaran radio Elshinta.
Karena keranjingan dengar berita kebetulan muncul dialog dan tanya jawab
mengenai KPI. 

KPI a.k.a Komisi
Penyiaran Indonesiaadalah sebuah lembaga negara yang independen khusus
membidangi masalah penyiaran media elektronik.

Pada dialog tersebut diketengahkan masalah KPI mulai
Desember 2009 akan menghentikan siaran langsung sidang pengadilan dengan alasan
yang cukup tidak masuk diakal, yaitu melindungi kepentingan anak-anak akibat
dari keterangan sidang pengadilan yang bisa mengarah kepada asusila atau
kekerasan.

Namun dari dialog yang terjadi, saat itu KPI diwakili
Ario Bimo selaku anggota, banyak orang yang menyesalkan dan memprotes keinginan
KPI dengan alasan keterbukaan. 

KPI pertama-tama beralasan bahwa hal ini supaya
melindungi adanya praduga tak bersalah tetapi karena diserang lagi dengan
adanya sidang terbuka untuk umum maka berubah lagi menjadi melindungi
anak-anak. 

Masalah perlindungan kepada anak ini juga diprotes sebab
semua pendengar menyatakan sangat tidak mungkin anak-anak akan mengikuti satu
sidang pengadilan. Biasanya anak-anak hanya akan menonton sinetron (yang 
dikatakan sangat tidak bermutu),
film kartun yang mengundang kekerasan dan infotainment yang sudah sangat
merusak akhlak namun untuk sidang pengadilan sama sekali tidak. 

Justru para pendengar menginginkan ketiga masalah
diatas agar ditangani KPI dan bukan masalah sidang pengadilan yang harus
dibatasi.

Alasan para pendengar memang benar sebab sepertinya KPI
ini sudah diminta pihak tertentu agar membatasi atau meniadakan acara-acara
sidang pengadilan secara langsung. 

Keberatan pendengar adalah bahwa sidang pengadilan
yang cisiarkan secara langsung adalah terbuka untuk umum dan berhak diketahui
khalayak luas. 

Jadi masalah adanya melindungi praduga tak bersalah,dan anak-anak sangat kabur 
dan
sumir serta tidak memiliki dasar hukum sama sekali.

Jadi melalui artikel ini hendaknya KPI lebih
memposisikan diri sebagai lembaga yang melindungi masyarakat dari tontonan 
amoral dan sangat merusak dibanding
mengikuti kehendak segelintir orang yang ingin ‘menyembunyikan informasi, 
keterbukaan dan kebenaran’ dari semua
orang.

*
KPI "Imbau"
Media Agar Boikot Sidang...
http://politikana. com/baca/ 2009/11/13/ kpi-imbau- media-agar- boikot-sidang. 
html
*****

[Non-text portions of this message have been removed]





      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to