Akankah KPK kembali bertaji lagi ?... *
Andai nantinya kesampaian, pihak Jaksa Agung mengeluarkan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Perkara) bagi Chandra M Hamzah, dan pihak Kepolisian mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) bagi Bibit Samad Rianto, untuk memenuhi keinginan Presiden SBY agar kasus Bibit dan Chandra dihentikan. Maka boleh dibilang, ada andil dan jasa yang cukup besar dalam mendorong keinginan Presiden SBY itu, adalah hasil kerjanya Tim Delapan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi serta Media penyedia Informasi bagi publik. Tim Delapan yang dengan isi laporan –entah itu sesuatu yang terduga ataupun tidak terduga sebelumnya pada waktu Tim ini dibentuk- ternyata berani memberikan rekomendasi yang menyelisihi pendapat yang diyakini oleh mayoritas di kalangan yang berwenang dan saat ini berkuasa. Ditambah dengan sejarah pembentukannya yang berdasarkan Keppres, maupun track record dan kapasitas keilmuwannya serta kredibilitas dari para tokoh yang tergabung sebagai anggotanya yang cukup baik di mata sebagian besar kalangan di masyarakat. Dimana, itu semua telah berperan besar sebagai penguat dan justifikasi bagi pendapat-pendapat yang sebelumnya sudah ada di kalangan sebagian besar masyarakat. Atau, jika tak boleh mengklaim sebagai kalangan sebagian besar masyarakat, paling tidak suara pendapat itu berdengung dan bergema keras di kalangan masyarakat pendukung Cicak. Suara masyarakat dari kalangan komunitas Cicak, dengan adanya Tim Delapan ini, menjadi tidak terpinggirkan dan tidak tergilas oleh hegemoni suaranya para wakilnya yang dipilihnya melalui pemilu yang lalu, yang sekarang telah bertahta di dampar kencana kekuasaannya, salah satu diantaranya adalah mereka yang bersinggasana di Komisi III DPRRI. Tim Delapan ini juga telah berperan besar sebagai penyeimbang dari kalangan politisi parpol-parpol -yang walau tak duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif- juga tak urung telah ikutan terkooptasi oleh pragmatisme memulung sisa rempah-rempah kekuasaan dan buaian angan-angan jabatan. Itu bukan hal yang sepele, mengingat situasi yang melingkupi adalah keinginan yang sangat kuat di lingkungan para pemegang wewenang dan kekuasaan untuk tetap mengusahakan semaksimal mungkin agar berhasil membawa kasus Bibit dan Chandra ke depan Pengadilan. Hal itu, setidaknya dapat disimak dari penegasan Kapolri di depan para anggota Komisi III DPRRI, pada hari Jumat dini hari, tanggal 6-Nopember-2009, yang menyampaikan bahwa : “…..Untuk SP3 jelas tidak. Kami nyatakan jelas tidak akan ada SP3 kasus ini. Insya Allah maju terus sampai P21 berkas akan lanjut. Teman-teman Kejaksaan akan fight di pengadilan pada waktunya nanti…..". Pun demikian juga dengan yang disampaikan oleh Presiden SBY dalam pidatonya, bahwa : “…..sesungguhnya jika kita ingin mengakhiri silang pendapat mengenai apakah Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto salah atau tidak salah, maka forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan. Semula saya memiliki pendirian seperti ini.....” . Selain itu, tidak kalah pentingnya juga adalah peran dari komposisi anggota-anggota Tim Delapan ini –yang entah itu suatu kesengajaan atau malahan suatu kecelakaan- telah membuat independensi Tim ini cukup kokoh dan solid, yang diluar dugaan, mereka tak terkooptasi oleh pragmatisme kekuasaan dan jabatan. Paling tidak itu sangat kentara mereka tunjukkan selama mereka berada dalam Tim tersebut. Media penyedia Informasi bagi publik juga tak kalah hebat peran dan andilnya. Lantaran peran media massa -baik para jurnalis di mediamassa arus utama ataupun media massa arus pinggiran- beserta dengan penggiat di komunitas jejaring informasi di internet, maka gaung suara termarjinalkan yang tadinya hanya bergema di kalangan masyarakat pendukung Cicak, menjadi telah tersampaikan kepada khlayak masyarakat luas. Sehingga opini publik akibat tersampaikannya informasi itu, telah menjelma menjadi kekuatan penekan yang diperhitungkan. Walaupun hal itu, oleh para mereka yang duduk di singgasana kekuasaan beserta para pendukung dan cheerleadernya, telah dipandang sebelah mata sebagai tak mungkin menjelma sebagai ancaman bagi kelanggengan kekuasaan, lantaran diremehkan sebagai sesuatu yang dianggap mustahil bisa melahirkan suatu gerakan massa atau people power. Namun boleh jadi, itu hanya pendapatnya kalangan para cheerleadernya saja. Ternyata tak demikian yang dilihat oleh patronnya. Justru berkebalikan dengan pendapat para cheerleadernya, Presiden SBY dalam pidatonya menyampaikan, bahwa : “…..Dua hari yang lalu saya juga mempelajari hasil survey oleh Lembaga Survey yang kredibel yang baru saja dilakukan, yang menunjukkan bahwa masyarakat kita memang benar-benar terbelah.....” . Termasuk juga, barangkali akibat masifnya arus informasi ini, telah memecahkan kaca buram yang ada di jendela Istana Presiden. Dimana hal itu paling tidak dapat disimak dari Pidatonya Presiden SBY yang menyampaikan, bahwa : “…..Dalam perkembangannya, justru yang muncul adalah ketidakpercayaan yang besar kepada pihak Polri dan Kejaksaan Agung, sehingga telah masuk ke ranah sosial dan bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor yang saya pertimbangkan bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, azas manfaat, serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.....” . Perlu digaris bawahi, di frase : “…..serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.....” . Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi juga mempunyai peran dan andil sangat vital sebagai palang pintu yang kokoh. Melalui keputusannya, dimana pada intinya bahwa sebelum vonis bersalah oleh pengadilan, dan berkekuatan tetap, tentunya proses yang panjang sampai di mahkamah Agung, maka pimpinan KPK non aktif belum dapat diberhentikan secara permanen dari jabatannya sebagai pimpinan KPK. Ini mengandung arti, sekalipun pimpinan KPK sudah berhasil dijadikan terdakwa di pengadilan, statusnya sebagai pimpinan KPK hanya berstatus non aktif yang sementara saja. Dimana jikalau, pengadilan membebaskannya, maka mereka dapat dipulihkan kembali kedudukannya sebagai pimpinan KPK. Semua itu –tanpa mengecilkan dan menafikan peran dari pihak lainnya diluar yang telah disebutkan diatas- telah membuat Presiden sampai kepada kesimpulannya, yang dapat disimak dari pidatonya, bahwa : .....Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan.....solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya dibanding mudharatnya……” . Sebuah kalimat bersayap, namun paling tidak itu dapat sebagai gambaran akhir dari kasus Bibit dan Chandra. Semoga saja, itu bukan hanya fatamorgana saja. Andai tak ada yang berubah ditengah jalan, penghentian perkara seharusnya dapat terselesaikan dalam waktu 1-2 hari kedepan. Kalimat bersayap dari Presiden pun kemudian bersambut dengan kalimat bersayap pula. Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishaq , menyampaikan bahwa : “…..Nanti akan ada tim yang merumuskan. Tapi yang jelas, presiden menyerahkan ke Polri dan Kejaksaan Agung untuk menyelsaikan kasus ini…..Kalau memang Kepolisian tidak bisa menemukan alat bukti, tentunya di-SP3. Intinya, akan ditindaklanjuti. Tapi hasilnya apa kita tunggu…..” . Demikian juga dengan Jampidsus, Marwan Effendy, yang menyampaikan bahwa : “…..Ada satu solusi, berkas tersebut bisa dinyatakan lengkap tetapi masih akan diteliti lagi oleh Jaksa Penuntut Umum. Layak atau tidak ke pengadilan. Kita akan tetap menyatakan berkas tersebut lengkap…..Kemungkinan besar Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP), tetapi berkas dinyatakan lengkap dulu…..” . Kalimat yang terasa bernuansa keterpaksaan dan bernada sedikit enggan. Sesuatu hal yang mungkin normal saja, mengingat Presiden SBY juga terkesan tak tegas dalam memberikan shock terapybagi para aparat di jajaran penegak hukum yang secara hirarki berada dibawah kendali dan kekuasannya. Salah satu rekomendasi dari Tim Delapan, adalah : bahwa untuk memenuhi rasa keadilan, menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan, dan sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan. Pemberian sanksi bagi aparat yang bersalah, seharusnya dapat diartikan pula sebagai shock terapybagi para aparat di jajaran penegak hukum. Dalam hal ini, Menkum HAM, Patrialis Akbar mengatakan bahwa meski Presiden SBY tidak sampaikan secara terbuka di dalam pidatonya, namun menyusuli pengumuman sikap resmi Presiden terhadap kasus Bibit-Chandra, akan ada serangkaian reposisi pejabat dalam Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. “…..Tentu akan ada kebijakan lanjutan, kita tunggu saja. Tentu ini tidak beliau umumkan, tapi saya kira di Polri dan Kejaksaan akan ada reposisi…..” . Hal yang sudah selayaknya dilakukan oleh Presiden. Mengingat didalam pidatonya disampaikan bahwa : “…..serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.....” . Selain itu, reward dan punishment memang seharusnya diperlukan bagi aparat di Kejaksaan Agung maupun di Mabes Polri, terlepas dari perdebatan soal dugaan rekayasa yang membuat mungkinnya terjadi perbedaan secara hakiki antara hukum dan keadilan. Karena, berkait dengan reward dan punishment, sejatinya adalah suatu keniscayaan yang harus dilakukan oleh pimpinan untuk melakukan tindakan reposisi bagi jajarannya yang dianggap telah gagal menjalankan perintah dan/atau gagal mengamankan kebijakan pimpinan. Hal itu diperlukan, agar tetap terpelihara disiplin dan soliditas serta loyalitas aparat di jajaran tersebut terhadap pimpinannya. Hal terakhir adalah soal kembalinya Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah ke posisinya semula sebagai pimpinan KPK. Inilah yang barangkali, walau tak tersurat namun tersirat, di beberapa kalangan terdapat keberatan yang cukup mendalam. Hal mana, nyarinya suara dukungan agar secepatnya dilakukan pelimpahan kasus mereka ke pengadilan, tak terlepas dari soal ini. Beragam alasan, ada yang bisa jadi menjadi terancam kembali kepentingannya, ada pula yang barangkali menjadi takut dan khawatir terhadap pembalasan dendam yang mereka duga akan dilakukan oleh Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah –jika mereka berdua duduk kembali sebagai pimpinan KPK- kepada mereka yang selama ini telah terlibat dalam upaya mengkriminalkan keduanya. Semoga saja, andai Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah kembali sebagai pimpinan KPK, membuka hati dan berlapang dada untuk memaafkan dan melupakannya, serta tak melakukan pembalasan dendam kepada pihak manapun juga. Namun, semoga pula, mereka berdua tak menjadi ciut nyali dan jera untuk tetap secara maksimal melakukan tugas dan kewajiban serta amanah yang diembannya sebagai pimpinan KPK, sebab lantaran trauma dengan pengalaman upaya pengkriminalan yang telah mereka alami itu. Akankah semua hal tersebut diatas itu akan menjadi kenyataan atau hanya fatamorgana saja ?. Jawabannya tentu akan kentara dalam waktu 1-2 hari kedepan ini, menjelma menjadi kenyataankah atau fatamorganakah atau hanya angin surga saja. Akhirulkalam, satu cadas yang besar dan keras serta tajam melukai, telah terlampaui. Masih banyak batu-batu lain yang terhampar di depan. Akankah KPK menunjukkan lagi semangat dan kiprahnya ?. Akankah KPK masih bisa dan mau mendobrak kebuntuan di kasus Century dan kasus-kasus lainnya ?. Rakyat hanya bisa kembali menanti, semoga tak kecewa karena tak ada buah hasilnya. Wallahualambishshawab. * Saatnya Cicak Menagih Kiprah KPK ? http://politik.kompasiana.com/2009/11/24/saatnya-cicak-menagih-kiprah-kpk/ Saatnya Cicak Tagih Kiprah KPK ? http://politikana.com/baca/2009/11/24/saatnya-cicak-menagih-kiprah-kpk.html ***** Ada Deal Apa antara Presiden dengan Bibit dan Chandra ? Sekitar pukul 14.15 WIB, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah memenuhi panggilan mendadak dari Presiden SBY, agar menghadap Presiden di Wisma Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Pertemuan berlangsung sekitar 45 menit. Ada apa dibalik maksud Presiden SBY memanggil Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah ?. Tak ada penjelasan resmi isi pertemuan itu dari Bibit dan Chandra. Namun menurut kabar rumor, pemanggilan itu ada kaitannya dengan deal kesepakatan bahwa mereka berdua akan dibebaskan dari segala belitan kasusnya, namun mereka berdua diminta tak lagi kembali memduduki jabatan pimpinan KPK. Dalam arti kata, pembebasan mereka atas kasusnya ini tidak membuat status non aktif mereka sebagai pimpinan KPK akan berubah kembali menjadi status aktif sebagai pimpinan KPK. Alias, kebebasan mereka ditukar dengan kesediaan mereka untuk mundur secara sukarela dari jabatan pimpinan KPK. Jika benar kabar itu, maka sangat mungkin akan menjadikan sahihnya dugaan beberapa kalangan yang berpendapat bahwa ada maksud tersembunyi dibalik pengkasusan atas keduanya. Bisajadi ada sesuatu kepentingan yang ingin diselamatkan melalui cara melengserkan keduanya dari jabatan pimpinan KPK. Dimana apabila keduanya kembali menduduki jabtan pimpinan KPK maka ada kepentingan yang menjadi terancam karenanya. Namun rumor isu itu dibantah oleh Menkumham, Patrialis Akbar. “Nggak ada. Sama sekali Bapak Presiden tidak meminta (Bibit dan Chandra) untuk mundur”, kata Patrialis. “Nggak. Sama sekali tidak dibicarakan itu”, imbuhnya. Dalam pertemuan itu, kata Patrialis, Presiden SBY ingin agar hubungan antar lembaga ke depan menjadi lebih harmonis. Terkecuali mereka yang hadir dalam pertemuan itu, tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pertemuan tertutup antara Presiden SBY dengan Bibit Samad dan Chandra Hamzah. Berkait dengan harmonisasi, seperti apakah maksud Presiden dalam soal harmonisasi antar lembaga itu ?. Apakah seperti pernyataan Presiden yang disampaikannya pada hari Senin, tanggal 13-Juli-2009 yang telah silam, “…Sekarang ini barangkali sedikit ada gesekan antara KPK dengan Polri. Ini realitas, saya buka saja, sebagai wujud transparansi kita, tetapi bukan tidak ada solusi, bukan tidak ada jalan keluar, kita semua ingin betul-betul menjalankan tugas sebaik-baiknya…Gesekan seperti ini jangan dianggap kita tidak punya komitmen dan semangat untuk menjalankan tugas kita masing-masing. Ini terjadi di manapun, di Negara manapun, pada wilayah apapun…Rivalitas selalu ada, bukan hanya di Indonesia antara mungkin kejaksaan, kepolisian, KPK dan lain lain. Rivalitas itu, sepanjang untuk kebaikan, prestasi, untuk masing-masing berbuat yang terbaik, tidak menjadi hambatan. Manakala rivalitas menjadi negatif, ini yang harus kita cegah bersama-sama. Oleh karena itu semangat kita di situ…” ?. Ataukah seperti maksud Presiden dalam sebuah pernyataannya yang disampaikannya pada hari Kamis, tanggal 29-Oktober-2009 yang telah lalu, dimana beliau mengutarakan bahwa “…Bagi saya yang terpenting adalah mencegah, jangan menjebak seseorang sehingga korupsi terjadi lagi, negara rugi, belum tentu yang rugi bisa kembali. Pemberantasan korupsi harus mengutamakan pencegahan korupsi…” ?. Entahlah, waktu jualah yang akan menjawabnya. Seperti apa bentuk dari harmonisasi itu akan diciptakan. Jikapun soal harmonisasi yang menjadi agenda utama dalam pertemuan itu, seperti penjelasan Menkumham, maka timbul pertanyaan mengapa pertemuan itu diadakan sebelum Presiden SBY mengumumkan keputusannya atas kasus yang membelit keduanya ?. Akankah pasca pembebasan atas keduanya lalu mereka akan mengumumkan pengunduran diri dari pimpinan KPK ?. Wallahulambishshawab. * Apa Deal antara Presiden dengan Bibit dan Chandra ? http://politik.kompasiana.com/2009/11/23/apa-deal-antara-presiden-dengan-bibit-dan-chandra/ Ada Deal Presiden dengan Bibit dan Chandra ? http://politikana.com/baca/2009/11/23/ada-deal-presiden-sby-dengan-bibit-dan-chandra.html ***** …Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must go uncheck. KPK ini sudah powerholder yang luar biasa, Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati… [Rabu, 24-Juni-2009] *** …Kepala BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), Didi Widayadi, mengakui perintah mengaudit KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) datang dari Presiden SBY… [Kamis, 25-Juni-2009] *** …Sekarang ini barangkali sedikit ada gesekan antara KPK dengan Polri. Ini realitas, saya buka saja, sebagai wujud transparansi kita, tetapi bukan tidak ada solusi, bukan tidak ada jalan keluar, kita semua ingin betul-betul menjalankan tugas sebaik-baiknya…Gesekan seperti ini jangan dianggap kita tidak punya komitmen dan semangat untuk menjalankan tugas kita masing-masing. Ini terjadi di manapun, di Negara manapun, pada wilayah apapun…Rivalitas selalu ada, bukan hanya di Indonesia antara mungkin kejaksaan, kepolisian, KPK dan lain lain. Rivalitas itu, sepanjang untuk kebaikan, prestasi, untuk masing-masing berbuat yang terbaik, tidak menjadi hambatan. Manakala rivalitas menjadi negatif, ini yang harus kita cegah bersama-sama. Oleh karena itu semangat kita di situ… [Senin, 13-Juli-2009] *** …Bagi saya yang terpenting adalah mencegah, jangan menjebak seseorang sehingga korupsi terjadi lagi, negara rugi, belum tentu yang rugi bisa kembali. Pemberantasan korupsi harus mengutamakan pencegahan korupsi… [Kamis, 29-Oktober-2009] *** …Jangan sampai saya sebagai presiden didorong, dipaksa untuk mengambil langkah yang bukan kewenangan saya, karena itu berarti saya melanggar undang-undang. Harus cepat memang, tidak boleh berlama-lama, tetapi ingat bahwa koridornya harus jelas… [Rabu, 18-Nopember-2009] *** …Kalau masih begitu dan sama sekali tak ada kebenarannya, cara yang lalu akan saya tempuh demi kebenaran dan kehormatan sebagai kepala negara, tak boleh menolerasi ke hal-hal yang tak bertanggung jawab… [Rabu, 18-Nopember-2009] *** …Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa… [Selasa, 20 Oktober 2009] *** Catatan Kaki = * Rabu, 24-Juni-2009 : http://www.antaranews.com/view/?i=1246135385&c=ART&s=PUM * Kamis, 25-Juni-2009 :http://www.republika.co.id/berita/58459/SBY_Perintahkan_BPKP_Segera_Audit_KPK * Senin, 13-Juli-2009 : http://www.detiknews.com/read/2009/07/13/164008/1164221/10/sby-sebut-ada-gesekan-kpk-dan-polri-rivalitas-jangan-jadi-negatif * Kamis, 29-Oktober-2009 : http://web.bisnis.com/keuangan/ekonomi-makro/1id144167.html * Rabu, 18-Nopember-2009 :http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/19/03145060/presiden.jangan.paksa.saya * Rabu, 18-Nopember-2009 : http://www.republika.co.id/koran/33/90274/Presiden_Menebar_Peringatan * Selasa, 20-Oktober-2009 : http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/20/10181161/Sumpah.SBY-Boediono.untuk.Indonesia * Foto-foto diatas hanyalah ilustrasi yang dimaksudkan sebagai pemanis tampilan postingan saja. * Foto-foto diatas dicopy paste dari berbagai sumber di internet. * Pancen Oye… !!! http://politik.kompasiana.com/2009/11/20/pancen-oye/ ***** [Non-text portions of this message have been removed]