Akankah KPK kembali bertaji lagi ?...

*

Andai nantinya
kesampaian, pihak Jaksa Agung mengeluarkan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian 
Perkara) bagi Chandra M Hamzah, dan
pihak Kepolisian mengeluarkan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan) bagi Bibit Samad Rianto, untuk memenuhi keinginan
Presiden SBY agar kasus Bibit dan Chandra dihentikan. Maka boleh dibilang, ada
andil dan jasa yang cukup besar dalam mendorong keinginan Presiden SBY itu,
adalah hasil kerjanya Tim Delapan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi serta Media
penyedia Informasi bagi publik.  
 
Tim Delapan yang
dengan isi laporan –entah itu sesuatu
yang terduga ataupun tidak terduga sebelumnya pada waktu Tim ini dibentuk-
ternyata berani memberikan rekomendasi yang menyelisihi pendapat yang diyakini 
oleh
mayoritas di kalangan yang berwenang dan saat ini berkuasa. 
 
Ditambah dengan sejarah
pembentukannya yang berdasarkan Keppres, maupun track record dan kapasitas
keilmuwannya serta kredibilitas dari para tokoh yang tergabung sebagai 
anggotanya
yang cukup baik di mata sebagian besar kalangan di masyarakat. 
 
Dimana, itu semua
telah berperan besar sebagai penguat dan justifikasi bagi pendapat-pendapat
yang sebelumnya sudah ada di kalangan sebagian besar masyarakat. Atau, jika tak
boleh mengklaim sebagai kalangan sebagian besar masyarakat, paling tidak suara 
pendapat
itu berdengung dan bergema keras di kalangan masyarakat pendukung Cicak. 
 
Suara masyarakat dari
kalangan komunitas Cicak, dengan adanya Tim Delapan ini, menjadi tidak 
terpinggirkan
dan tidak tergilas oleh hegemoni suaranya para wakilnya yang dipilihnya melalui
pemilu yang lalu, yang sekarang telah bertahta di dampar kencana kekuasaannya,
salah satu diantaranya adalah mereka yang bersinggasana di Komisi III DPRRI.
 
Tim Delapan ini juga telah
berperan besar sebagai penyeimbang dari kalangan politisi parpol-parpol -yang 
walau tak duduk di lembaga legislatif
maupun eksekutif- juga tak urung telah ikutan terkooptasi oleh pragmatisme 
memulung
sisa rempah-rempah kekuasaan dan buaian angan-angan jabatan.
 
Itu bukan hal yang
sepele, mengingat situasi yang melingkupi adalah keinginan yang sangat kuat di
lingkungan para pemegang wewenang dan kekuasaan untuk tetap mengusahakan
semaksimal mungkin agar berhasil membawa kasus Bibit dan Chandra ke depan
Pengadilan.
 
Hal itu, setidaknya dapat disimak dari penegasan
Kapolri di depan para anggota Komisi III DPRRI, pada hari Jumat dini hari,
tanggal 6-Nopember-2009, yang menyampaikan bahwa : “…..Untuk SP3 jelas tidak. 
Kami nyatakan jelas tidak akan ada SP3 kasus
ini. Insya Allah maju terus sampai P21 berkas akan lanjut. Teman-teman
Kejaksaan akan fight di pengadilan pada waktunya nanti…..". 
 
Pun demikian juga
dengan yang disampaikan oleh Presiden SBY dalam pidatonya, bahwa : 
“…..sesungguhnya
jika kita ingin mengakhiri silang pendapat mengenai apakah Sdr. Chandra M.
Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto salah atau tidak salah, maka forum atau
majelis yang tepat adalah pengadilan. Semula saya memiliki pendirian seperti
ini.....” .
 
Selain itu, tidak
kalah pentingnya juga adalah peran dari komposisi anggota-anggota Tim Delapan
ini –yang entah itu suatu kesengajaan
atau malahan suatu kecelakaan- telah membuat independensi Tim ini cukup
kokoh dan solid, yang diluar dugaan, mereka tak terkooptasi oleh pragmatisme
kekuasaan dan jabatan. Paling tidak itu sangat kentara mereka tunjukkan selama
mereka berada dalam Tim tersebut.  
 
Media penyedia
Informasi bagi publik juga tak kalah hebat peran dan andilnya. Lantaran peran
media massa -baik para jurnalis di mediamassa arus utama ataupun media massa 
arus pinggiran- beserta dengan penggiat di komunitas
jejaring informasi di internet, maka gaung suara termarjinalkan yang tadinya
hanya bergema di kalangan masyarakat pendukung Cicak, menjadi telah
tersampaikan kepada khlayak masyarakat luas.
 
Sehingga
opini publik akibat tersampaikannya informasi itu, telah menjelma menjadi
kekuatan penekan yang diperhitungkan. Walaupun hal itu, oleh para mereka yang
duduk di singgasana kekuasaan beserta para pendukung dan cheerleadernya, telah
dipandang sebelah mata sebagai tak mungkin menjelma sebagai ancaman bagi
kelanggengan kekuasaan, lantaran diremehkan sebagai sesuatu yang dianggap
mustahil bisa melahirkan suatu gerakan massa atau people power. Namun boleh
jadi, itu hanya pendapatnya kalangan para cheerleadernya saja.
 
Ternyata
tak demikian yang dilihat oleh patronnya. Justru berkebalikan dengan pendapat
para cheerleadernya, Presiden SBY dalam pidatonya menyampaikan, bahwa : “…..Dua 
hari yang
lalu saya juga mempelajari hasil survey oleh Lembaga Survey yang kredibel yang
baru saja dilakukan, yang menunjukkan bahwa masyarakat kita memang benar-benar
terbelah.....” .
 
Termasuk
juga, barangkali akibat masifnya arus informasi ini, telah memecahkan kaca
buram yang ada di jendela Istana Presiden. Dimana hal itu paling tidak dapat
disimak dari Pidatonya Presiden SBY yang menyampaikan, bahwa : “…..Dalam
perkembangannya, justru yang muncul adalah ketidakpercayaan yang besar kepada
pihak Polri dan Kejaksaan Agung, sehingga telah masuk ke ranah sosial dan
bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor
yang saya pertimbangkan bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi
juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, azas
manfaat,  serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan
keadilan.....” .
 
Perlu
digaris bawahi, di frase : “…..serta kemungkinan berbedanya secara hakiki
antara hukum dengan keadilan.....” .
 
Selanjutnya,
Mahkamah Konstitusi juga mempunyai peran dan andil sangat vital sebagai palang
pintu yang kokoh. Melalui keputusannya, dimana pada intinya bahwa sebelum vonis
bersalah oleh pengadilan, dan berkekuatan tetap, tentunya proses yang panjang
sampai di mahkamah Agung, maka pimpinan KPK non aktif belum dapat diberhentikan
secara permanen dari jabatannya sebagai pimpinan KPK.
 
Ini
mengandung arti, sekalipun pimpinan KPK sudah berhasil dijadikan terdakwa di
pengadilan, statusnya sebagai pimpinan KPK hanya berstatus non aktif yang
sementara saja. Dimana jikalau, pengadilan membebaskannya, maka mereka dapat
dipulihkan kembali kedudukannya sebagai pimpinan KPK.
 
Semua
itu –tanpa mengecilkan dan menafikan
peran dari pihak lainnya diluar yang telah disebutkan diatas- telah membuat
Presiden sampai kepada kesimpulannya, yang dapat disimak dari pidatonya, bahwa
: .....Oleh karena itu,  solusi
dan opsi lain yang lebih baik yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan
kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan
azas keadilan.....solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya
dibanding mudharatnya……” .
 
Sebuah kalimat bersayap, namun paling tidak itu
dapat sebagai gambaran akhir dari kasus Bibit dan Chandra. Semoga saja, itu
bukan hanya fatamorgana saja.
 
Andai tak ada yang berubah ditengah jalan, penghentian
perkara seharusnya dapat terselesaikan dalam waktu 1-2 hari kedepan.
 
Kalimat bersayap dari Presiden pun kemudian
bersambut dengan kalimat bersayap pula. Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol
Sulistyo Ishaq ,
menyampaikan bahwa : “…..Nanti akan ada
tim yang merumuskan. Tapi yang jelas, presiden menyerahkan ke Polri dan
Kejaksaan Agung untuk menyelsaikan kasus ini…..Kalau memang Kepolisian tidak
bisa menemukan alat bukti, tentunya di-SP3. Intinya, akan ditindaklanjuti. Tapi
hasilnya apa kita tunggu…..” .
 
Demikian juga dengan Jampidsus, Marwan Effendy,
yang menyampaikan bahwa : “…..Ada satu
solusi, berkas tersebut bisa dinyatakan lengkap tetapi masih akan diteliti lagi
oleh Jaksa Penuntut Umum. Layak atau tidak ke pengadilan. Kita akan tetap
menyatakan berkas tersebut lengkap…..Kemungkinan
besar Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP), tetapi berkas
dinyatakan lengkap dulu…..” .
 
Kalimat yang terasa bernuansa keterpaksaan dan
bernada sedikit enggan. Sesuatu hal yang mungkin normal saja, mengingat Presiden
SBY juga terkesan tak tegas dalam memberikan shock terapybagi para aparat di 
jajaran penegak hukum yang secara
hirarki berada dibawah kendali dan kekuasannya. 
 
Salah satu rekomendasi dari Tim Delapan, adalah :
bahwa untuk memenuhi rasa keadilan, menjatuhkan sanksi kepada
pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan, dan
sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan
kejaksaan.
 
Pemberian sanksi bagi aparat yang bersalah, seharusnya
dapat diartikan pula sebagai shock terapybagi para aparat di jajaran penegak 
hukum.
 
Dalam hal ini, Menkum HAM, Patrialis Akbar
mengatakan bahwa meski Presiden SBY tidak sampaikan secara terbuka di dalam
pidatonya, namun menyusuli pengumuman sikap resmi Presiden terhadap kasus
Bibit-Chandra, akan ada serangkaian reposisi pejabat dalam Mabes Polri dan
Kejaksaan Agung. “…..Tentu akan ada
kebijakan lanjutan, kita tunggu saja. Tentu ini tidak beliau umumkan, tapi saya
kira di Polri dan Kejaksaan akan ada reposisi…..” .
 
Hal yang sudah selayaknya dilakukan oleh
Presiden. Mengingat didalam pidatonya disampaikan bahwa : “…..serta
kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.....” .
 
Selain itu, reward dan punishment memang
seharusnya diperlukan bagi aparat di Kejaksaan Agung maupun di Mabes Polri, 
terlepas
dari perdebatan soal dugaan rekayasa yang membuat mungkinnya terjadi perbedaan
secara hakiki antara hukum dan keadilan. 
 
Karena, berkait dengan reward dan punishment, sejatinya
adalah suatu keniscayaan yang harus dilakukan oleh pimpinan untuk melakukan
tindakan reposisi bagi jajarannya yang dianggap telah gagal menjalankan
perintah dan/atau gagal mengamankan kebijakan pimpinan.
 
Hal itu diperlukan, agar tetap terpelihara disiplin
dan soliditas serta loyalitas aparat di jajaran tersebut terhadap pimpinannya.
 
Hal terakhir adalah soal kembalinya Bibit Samad
Rianto dan Chandra M Hamzah ke posisinya semula sebagai pimpinan KPK.
 
Inilah yang barangkali, walau tak tersurat namun
tersirat, di beberapa kalangan terdapat keberatan yang cukup mendalam. Hal
mana, nyarinya suara dukungan agar secepatnya dilakukan pelimpahan kasus mereka
ke pengadilan, tak terlepas dari soal ini.
 
Beragam alasan, ada yang bisa jadi menjadi
terancam kembali kepentingannya, ada pula yang barangkali menjadi takut dan
khawatir terhadap pembalasan dendam yang mereka duga akan dilakukan oleh Bibit
Samad Rianto dan Chandra M Hamzah –jika
mereka berdua duduk kembali sebagai pimpinan KPK- kepada mereka yang selama
ini telah terlibat dalam upaya mengkriminalkan keduanya.
 
Semoga saja, andai Bibit Samad Rianto dan
Chandra M Hamzah kembali sebagai pimpinan KPK, membuka hati dan berlapang dada
untuk memaafkan dan melupakannya, serta tak melakukan pembalasan dendam kepada
pihak manapun juga.
 
Namun, semoga pula, mereka berdua tak menjadi ciut
nyali dan jera untuk tetap secara maksimal melakukan tugas dan kewajiban serta 
amanah
yang diembannya sebagai pimpinan KPK, sebab lantaran trauma dengan pengalaman 
upaya
pengkriminalan yang telah mereka alami itu.
 
Akankah semua hal tersebut diatas itu akan
menjadi kenyataan atau hanya fatamorgana saja ?. 
 
Jawabannya tentu akan kentara dalam waktu 1-2
hari kedepan ini, menjelma menjadi kenyataankah atau fatamorganakah atau hanya
angin surga saja.
 
Akhirulkalam, satu cadas yang besar dan keras
serta tajam melukai, telah terlampaui. Masih banyak batu-batu lain yang
terhampar di depan. Akankah KPK
menunjukkan lagi semangat dan kiprahnya ?. Akankah KPK masih bisa dan mau 
mendobrak kebuntuan di kasus Century dan kasus-kasus
lainnya ?. Rakyat hanya bisa kembali menanti, semoga tak kecewa karena tak ada
buah hasilnya.
 
Wallahualambishshawab.
 
* 
Saatnya Cicak Menagih Kiprah KPK ?
http://politik.kompasiana.com/2009/11/24/saatnya-cicak-menagih-kiprah-kpk/
Saatnya Cicak Tagih Kiprah KPK ?
http://politikana.com/baca/2009/11/24/saatnya-cicak-menagih-kiprah-kpk.html
*****
 
 
Ada Deal Apa antara Presiden dengan Bibit dan Chandra ?
 
Sekitar pukul 14.15 WIB, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah memenuhi 
panggilan mendadak dari Presiden SBY, agar menghadap Presiden di Wisma Negara, 
Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Pertemuan berlangsung sekitar 45 menit.
 
Ada apa dibalik maksud Presiden SBY memanggil Bibit Samad Rianto dan Chandra M 
Hamzah ?.
 
Tak ada penjelasan resmi isi pertemuan itu dari Bibit dan Chandra. Namun 
menurut kabar rumor, pemanggilan itu ada kaitannya dengan deal kesepakatan 
bahwa mereka berdua akan dibebaskan dari segala belitan kasusnya, namun mereka 
berdua diminta tak lagi kembali memduduki jabatan pimpinan KPK.
 
Dalam arti kata, pembebasan mereka atas kasusnya ini tidak membuat status non 
aktif mereka sebagai pimpinan KPK akan berubah kembali menjadi status aktif 
sebagai pimpinan KPK. Alias, kebebasan mereka ditukar dengan kesediaan mereka 
untuk mundur secara sukarela dari jabatan pimpinan KPK.
 
Jika benar kabar itu, maka sangat mungkin akan menjadikan sahihnya dugaan 
beberapa kalangan yang berpendapat bahwa ada maksud tersembunyi dibalik 
pengkasusan atas keduanya. Bisajadi ada sesuatu kepentingan yang ingin 
diselamatkan melalui cara melengserkan keduanya dari jabatan pimpinan KPK. 
Dimana apabila keduanya kembali menduduki jabtan pimpinan KPK maka ada 
kepentingan yang menjadi terancam karenanya.  
 
Namun rumor isu itu dibantah oleh Menkumham, Patrialis Akbar. “Nggak ada. Sama 
sekali Bapak Presiden tidak meminta (Bibit dan Chandra) untuk mundur”, kata 
Patrialis. “Nggak. Sama sekali tidak dibicarakan itu”, imbuhnya. Dalam 
pertemuan itu, kata Patrialis, Presiden SBY ingin agar hubungan antar lembaga 
ke depan menjadi lebih harmonis.
 
Terkecuali mereka yang hadir dalam pertemuan itu, tak ada yang tahu apa yang 
sebenarnya terjadi dalam pertemuan tertutup antara Presiden SBY dengan Bibit 
Samad dan Chandra Hamzah.
 
Berkait dengan harmonisasi, seperti apakah maksud Presiden dalam soal 
harmonisasi antar lembaga itu ?.
 
Apakah seperti pernyataan Presiden yang disampaikannya pada hari Senin, tanggal 
13-Juli-2009 yang telah silam, “…Sekarang ini barangkali sedikit ada gesekan 
antara KPK dengan Polri. Ini realitas, saya buka saja, sebagai wujud 
transparansi kita, tetapi bukan tidak ada solusi, bukan tidak ada jalan keluar, 
kita semua ingin betul-betul menjalankan tugas sebaik-baiknya…Gesekan seperti 
ini jangan dianggap kita tidak punya komitmen dan semangat untuk menjalankan 
tugas kita masing-masing. Ini terjadi di manapun, di Negara manapun, pada 
wilayah apapun…Rivalitas selalu ada, bukan hanya di Indonesia antara mungkin 
kejaksaan, kepolisian, KPK dan lain lain. Rivalitas itu, sepanjang untuk 
kebaikan, prestasi, untuk masing-masing berbuat yang terbaik, tidak menjadi 
hambatan. Manakala rivalitas menjadi negatif, ini yang harus kita cegah 
bersama-sama. Oleh karena itu semangat kita di situ…” ?.
 
Ataukah seperti maksud Presiden dalam sebuah pernyataannya yang disampaikannya 
pada hari Kamis, tanggal 29-Oktober-2009 yang telah lalu, dimana beliau 
mengutarakan bahwa “…Bagi saya yang terpenting adalah mencegah, jangan menjebak 
seseorang sehingga korupsi terjadi lagi, negara rugi, belum tentu yang rugi 
bisa kembali. Pemberantasan korupsi harus mengutamakan pencegahan korupsi…” ?.
 
Entahlah, waktu jualah yang akan menjawabnya. Seperti apa bentuk dari 
harmonisasi itu akan diciptakan.
 
Jikapun soal harmonisasi yang menjadi agenda utama dalam pertemuan itu, seperti 
penjelasan Menkumham, maka timbul pertanyaan mengapa pertemuan itu diadakan 
sebelum Presiden SBY mengumumkan keputusannya atas kasus yang membelit keduanya 
?.
 
Akankah pasca pembebasan atas keduanya lalu mereka akan mengumumkan pengunduran 
diri dari pimpinan KPK ?.
 
Wallahulambishshawab.
 
*
Apa Deal antara Presiden dengan Bibit dan Chandra ?
http://politik.kompasiana.com/2009/11/23/apa-deal-antara-presiden-dengan-bibit-dan-chandra/
Ada Deal Presiden dengan Bibit dan Chandra ?
http://politikana.com/baca/2009/11/23/ada-deal-presiden-sby-dengan-bibit-dan-chandra.html
*****
 


 
 
…Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must go uncheck. KPK ini sudah 
powerholder yang luar biasa, Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. 
Hati-hati…
[Rabu, 24-Juni-2009]
***
 
…Kepala BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), Didi Widayadi, mengakui 
perintah mengaudit KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) datang dari Presiden SBY…
[Kamis, 25-Juni-2009]
***
 
…Sekarang ini barangkali sedikit ada gesekan antara KPK dengan Polri. Ini 
realitas, saya buka saja, sebagai wujud transparansi kita, tetapi bukan tidak 
ada solusi, bukan tidak ada jalan keluar, kita semua ingin betul-betul 
menjalankan tugas sebaik-baiknya…Gesekan seperti ini jangan dianggap kita tidak 
punya komitmen dan semangat untuk menjalankan tugas kita masing-masing. Ini 
terjadi di manapun, di Negara manapun, pada wilayah apapun…Rivalitas selalu 
ada, bukan hanya di Indonesia antara mungkin kejaksaan, kepolisian, KPK dan 
lain lain. Rivalitas itu, sepanjang untuk kebaikan, prestasi, untuk 
masing-masing berbuat yang terbaik, tidak menjadi hambatan. Manakala rivalitas 
menjadi negatif, ini yang harus kita cegah bersama-sama. Oleh karena itu 
semangat kita di situ…
[Senin, 13-Juli-2009]
***
 
…Bagi saya yang terpenting adalah mencegah, jangan menjebak seseorang sehingga 
korupsi terjadi lagi, negara rugi, belum tentu yang rugi bisa kembali. 
Pemberantasan korupsi harus mengutamakan pencegahan korupsi…
[Kamis, 29-Oktober-2009]
***
 
…Jangan sampai saya sebagai presiden didorong, dipaksa untuk mengambil langkah 
yang bukan kewenangan saya, karena itu berarti saya melanggar undang-undang. 
Harus cepat memang, tidak boleh berlama-lama, tetapi ingat bahwa koridornya 
harus jelas…
[Rabu, 18-Nopember-2009]
***
 
…Kalau masih begitu dan sama sekali tak ada kebenarannya, cara yang lalu akan 
saya tempuh demi kebenaran dan kehormatan sebagai kepala negara, tak boleh 
menolerasi ke hal-hal yang tak bertanggung jawab…
[Rabu, 18-Nopember-2009]
***
 
…Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia 
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, 
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan 
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa…
[Selasa, 20 Oktober 2009]
***
 
Catatan Kaki =
        * Rabu, 24-Juni-2009 : 
http://www.antaranews.com/view/?i=1246135385&c=ART&s=PUM
        * Kamis, 25-Juni-2009 
:http://www.republika.co.id/berita/58459/SBY_Perintahkan_BPKP_Segera_Audit_KPK
        * Senin, 13-Juli-2009 : 
http://www.detiknews.com/read/2009/07/13/164008/1164221/10/sby-sebut-ada-gesekan-kpk-dan-polri-rivalitas-jangan-jadi-negatif
        * Kamis, 29-Oktober-2009 : 
http://web.bisnis.com/keuangan/ekonomi-makro/1id144167.html
        * Rabu, 18-Nopember-2009 
:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/19/03145060/presiden.jangan.paksa.saya
        * Rabu, 18-Nopember-2009 : 
http://www.republika.co.id/koran/33/90274/Presiden_Menebar_Peringatan
        * Selasa, 20-Oktober-2009 :  
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/20/10181161/Sumpah.SBY-Boediono.untuk.Indonesia
        * Foto-foto diatas hanyalah ilustrasi yang dimaksudkan sebagai pemanis 
tampilan postingan saja.
        * Foto-foto diatas dicopy paste dari berbagai sumber di internet.
*
Pancen Oye… !!!
http://politik.kompasiana.com/2009/11/20/pancen-oye/
*****


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to