http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detail&id=1494 Apa Jadinya Kalau Ada Bank Gagal Lagi? Tanggal: 03 Februari 2010 - 11:03 WIB Sumber: infobanknewsc.om
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)—yang lebih banyak audit legalnya—juga banyak mendapat respons negatif dari yang diaudit. Apalagi, hasil audit tahunan BPK terhadap LPS tentang penyertaan modal sementara di Bank Century sudah mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Eko B. Supriyanto Judul di atas merupakan pertanyaan dari seorang bankir dalam sebuah seminar dalam rangka penyehatan perbankan. Pertanyaan itu dilandasi oleh kebijakan penyehatan perbankan yang dilakukan pemerintah yang dinilai dipolitisasi dan dikriminalisasi. Bahkan, sekarang masalah penyehatan atau penyelamatan (bailout) perbankan menjadi tontonan publik yang membingungkan dan mulai kehilangan substansi persoalan. Bahkan, industri perbankan yang membayar premi atas dana nasabah ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seolah-olah tidak diajak bicara. Kasus Bank Century adalah contoh yang terang-benderang bahwa kebijakan penyelamatan perbankan masuk wilayah politik dan juga masuk wilayah hukum. Padahal, kebijakan yang diambil kalau toh disebut kesalahan tidak otomatis dianggap sebagai sebuah kejahatan. Tidak serta-merta sebuah kebijakan yang salah langsung divonis menjadi sebuah tanggung jawab hukum atau sebuah kejahatan. Sejatinya, lahirnya Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century dimaksudkan untuk penyelidikan politik, untuk mencari kebenaran. Namun, dari pertanyaan para anggota pansus terhadap para saksi, terlihat para anggota pansus ini lebih banyak mencari pembenaran dari pikiran dan asumsinya sendiri. Atau, lebih condong mencari kesalahan dari para saksi. Pertanyaan yang kerap diajukan lebih dominan seperti pertanyaan seorang jaksa kepada tersangka. Bahkan, jika ada jawaban dari saksi yang dianggap tidak sesuai dengan jalan pikiran penanya (anggota pansus), dengan cepat penanya menghardik saksi dengan mengatakan, “Saksi disumpah dan jangan sekali-kali berbohong”. Banyak pula pertanyaan yang dilontarkan anggota pansus yang dasarnya berupa isu dan rumor serta lebih banyak pendapat, bukan sebuah fakta. Semua dilihat dari waktu dan situasi yang melandasi kebijakan tersebut. Apalagi, sekarang ini dalam kebijakan penyelamatan Bank Century tidak ditemukan adanya kejahatan, kecuali yang dilakukan pemilik lama dengan berbagai akrobatnya. Kebijakan penyertaan modal sementara LPS dilakukan dalam situasi krisis. Penyelamatan Bank Century bukan untuk menyelamatkan satu bank ataupun pemilik, melainkan menyelamatkan industri perbankan secara keseluruhan. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)—yang lebih banyak audit legalnya—juga banyak mendapat respons negatif dari yang diaudit. Apalagi, hasil audit tahunan BPK terhadap LPS tentang penyertaan modal sementara di Bank Century sudah mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Sementara, berganti pemimpin, dalam audit investigasi BPK ditemukan beberapa pelanggaran. Kenyataan itulah yang membuat hasil audit BPK menimbulkan banyak pertanyaan. Banyak analisis dari berbagai kelompok masyarakat terkait dengan penyelamatan Bank Century. Namun, ada dua hal yang bisa disebutkan di sini, yaitu kelompok yang tidak setuju dan kelompok yang setuju dengan penyelamatan Bank Century. Kedua kelompok tersebut saling berargumentasi dengan pendapat yang sama-sama ilmiah. Salah satu masalah yang paling menonjol yaitu dalam melihat sistemik dan tidak sistemiknya Bank Century. Kelompok yang tidak setuju penyelamatan menganggap bahwa Bank Century tidak sistemik, sementara kelompok yang pro kebijakan penyelamatan menganggap bahwa penutupan Bank Century bisa berdampak sistemik karena situasi pada saat itu sungguh mencekam. Bank-bank pada saat itu satu sama lain saling tidak percaya untuk memberikan pinjaman antarbank, sehingga kalau ada bank yang ditutup dampaknya akan menjalar ke mana-mana. (*) [Non-text portions of this message have been removed]