Menurut saya adalah wajar kalau para profissional kita Go International dan ini 
suatu keharusan kan selama ini kaum migran kita didominasi oleh TKW/TKI 
(maaf) dimana banyak cerita yang mengenaskan dari gaji yang kurang, dianiaya 
majikan dan hak2 tidak dihormati.
Dengan banyak nya professional Go International maka akan mengurungi tingkat 
pengangguran di dalam negeri.
Memang selalu ada kurang lebih nya yang jelas saat ini professional kita 
telah disejajarkan dengan India & Philipina yang mendominasi pangsa kaum 
migran. Sebagai tambahan Th. 2009 pendapatan devisa dari kaum migran 
(kebanyakan didominasi para profissional) sebesar hampir $ 60 Billion. 
Sementara Indonesia hanya membukukan kurang dari $ 15 Billion setiap tahunnya.
Sayangnya pemerintah tidak serius menangani pangsa pasar ini.
Sebagai contoh saya pribadi. Gaji yg saya dapatkan bisa 5 x bekerja 
di indonesia dengan seluruh expences ditanggung perusahaan (School Assitances, 
Housing, Furnitures, Medical, Transport dll) hampir 75 % pendapatan 
bisa ditabung. 
Tapi...kok gak kaya2 kaya GAYUS ya...ha..ha..sorry joke.
Wass
IA 




________________________________
From: Mansyur Alkatiri <mansyur.alkat...@cbn.net.id>
To: alirs...@yahoogroups.com; sab...@yahoogroups.com; 
ekonomi-nasional@yahoogroups.com; ppiin...@yahoogroups.com; 
keadilan4...@yahoogroups.com; anggotai...@yahoogroups.com
Cc: mans...@cordova-bookstore.com; mansyu...@yahoo.com
Sent: Mon, April 19, 2010 4:21:43 AM
Subject: [ekonomi-nasional] Gaji Kecil, Banyak Pakar TI Indonesia Eksodus ke 
Negeri Maju

  
Mengenaskan sekali... Sampai kapan kebebalan ini 
akan berakhir? Untuk SDM asing mau keluarkan 
gaji gede tapi untuk SDM anak bangsa sendiri 
pelitnya minta ampun... 

Eksodus Pakar TI asal Indonesia ke Negeri Maju karena Remunerasi Minim 

------------ --------- --------- --------- --------- --------- -
Eksodus Pakar TI Karena Remunerasi Minim
Minggu, 18 April 2010 02:17:27 WIB

Jakarta, RMexpose.Semakin kuatnya kecenderungan orang pintar Indonesia yang 
mendapat gelar doktor dari luar negeri, memilih tinggal dan bekerja di luar 
negeri, menjadi fenomena yang menonjol. Mereka adalah doktor-doktor terbaik 
lulusan Yale, Cranfield, Stanford dan MIT.

Umumnya mereka bergelut di bidang ilmu eksakta dan engineering seperti teknik, 
fisika, matematika komputer dan sejenisnya. Tahun 2007 saja sekitar 20-an 
doktor Indonesia lulusan luar negeri memilih bekerja di Malaysia, tiga orang 
bekerja di Brunei dan lima orang di Singapura.

Setiap tahun Depdinkas dibanjiri permintaan para doktor yang sudah selesai 
ikatan dinas untuk diizinkan bekerja di luar negeri. Padahal untuk "mencetak" 
seorang doktor di perguruan tinggi bergengsi di luar negeri, biaya yang 
dibutuhkan lebih dari 30 ribu dolar AS per tahun.

Menurut Sekretaris Kementerian BUMN, ada beberapa alasan mengapa eksodus 
terjadi. Pertama, Remunerasi. PTN tempat mereka bekerja sebelumnya tidak mampu 
memberikan remunerasi yang layak. Sementara gaji mereka di Malaysia sekitar Rp 
50 juta per bulan, belum termasuk fasilitas perumahan dan pendidikan gratis 
untuk anak-anak mereka.

Kedua, tantangan pengembangan ilmu. Banyak dari mereka yang butuh situasi kerja 
yang membawa tantangan. Mereka ingin sekali agar ilmu yang mereka dapatkan 
benar-benar bisa didayagunakan secara optimal.

"Malaysia dan negara lain mampu menghadirkan hal tersebut. Salah satu contohnya 
adalah Malaysia saat ini telah mengembangkan Pusat Biotech Valley di Petaling 
Jaya, Kuala Lumpur, semacam Silicon Valley di Amerika Serikat," jelas Said.

Indonesia juga terancam kehilangan generasi cerdas dan brilian, karena sebagian 
besar anak-anak cerdas peraih penghargaan olimpiade sains internasional memilih 
menerima tawaran belajar dari berbagai universitas di luar negeri, terutama 
Singapura.

Pemerintah hanya memberikan fasilitas masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes 
dan siswa bersangkutan dijanjikan akan diberikan beasiswa. Sementara Singapura 
lebih agresif dengan memburu siswa-siswa brilian ke sejumlah sekolah di 
Indonesia lewat agen seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan.

Siswa-siswa brilian itu dijanjikan fasilitas yang menggiurkan. Selain beasiswa, 
siswa cerdas juga ditawari subsidi biaya kuliah dari Pemerintah Singapura 
sebesar 15.000 dolar Singapura. 
http://www.rmexpose.com/detail_top_e...nerasi%20Minim

------------ ---

Cobalah sekali-kali main-main ke Fakultas TI di UI, ITB, UGM atau ITS ... di 
papan Pengumuman 'Job Oppurtunity' banyak ditemukan selebaran dalam bahasa 
asing dari perusahaaan yang bergerak di bidang TI di AS, Eropa, Jepang, Korea 
dan Singapore yang menawari lowongan kerja bagi alumni PTN itu untuk jurusan 
Informatika dan Teknologi Informasi. Tentu dengan iming-iming gaji besar, 
assuransi, tiket perjalalan PP, cuti tahunan dan bonus yang gede serta 
kesempatan untuk mengembangkan karier di perusahaan MNC itu. Anak mana yang 
tidak nglier untuk merantau ke negeri orang? ... 

Yang lebih cerdas itu Perguruan Tinggi Ternama di Singapore, yang malahan sudah 
berburu sejak anak-anak kita lulus SMU di kota-kota Besar Indonesia, untuk 
memilih siswa berprestasi yang akan mereka didik gratis di S1 bidang-bidang 
Tehnologi yang langka yang punya masa depan bagus. Syaratnya mudah: usai lulus 
S1 kelak, harus bekerja selama 5 tahun di Perusahaan-perusaha an manapun milik 
Singapore, baik di Singapore sendiri atau di Luar Negeri 

[Non-text portions of this message have been removed]





      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke