-





Hearing Pasien Dibuang  

TULUNGAGUNG - Kasus pasien yang diduga dibuang oleh oknum
RSUD dr Iskak akhirnya menggelinding di meja anggota DPRD Tulungagung. Kemarin,
Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Tulungagung hearing dengan Komisi III. 

Kasus ini berawal dari temuan di lapangan oleh DKR. Lima tahun lalu Soenarto, 
52, warga
Kelurahan Kenayan divonis dokter mengidap kanker darah. Dia ditemukan di tempat
sampah belakang kamar mayat RSUD dr Iskak. 

“Semua kesaksian yang kami kumpulkan telah ditandatangani di atas materai,”
ungkap Sekjen DKR
Tulungagung Bambang Wilaga saat dengar pendapat kemarin. 

Menurut Bambang –panggilannya- akibat perilaku oknum rumah sakit tersebut,
Soenarto yang ditemukan di tempat sampah dikerumuni semut wajah dan telinganya.

Saat ini, korban mengalami kebutaan dan menjadi gelanda­ngan. Dia mengemis di
depan Swalayan dBelga Tulungagung.

“Minggu depan kami akan mendatangkan saksi—saksinya ke komisi III,” ujar
Bambang. Saksi-saksi tersebut diantaranya No, petugas sampah depan Barata,
Tulungagung, yang mendapati Soenarto dalam keadaan sakit di depan Barata.
Berikutnya Agus Hadi Sungkono, mantan anggota DPRD Tulungagung yang
mengantarkan Sooenarto ke RSUD dr Iskak. Selain itu Ion, teman akrab Soenarto,
serta Teguh Santoso, tetangganya.

Dalam siaran persnya, DKR Tulungagung menuntut Bupati Tulungagung
untuk mengusut tindakan yang tidak manusiawi kepada pasien miskin. “Selain itu
mengembalikan fungsi RSUD dr Iskak. Tidak melulu mencari keuntungan atau laba
saja,” tukas pria yang ditemui di ruang komisi III DPRD Tulungagung. 

Ketua Komisi III DPRD Agung
Setiawan mengakui adanya protes DKR terhadap RSUD dr Iskak tersebut. “Kita akan
segera memanggil saksi—saksi yang terkait, korban, dan direktur RSUD dr Iskak,”
ucapnya. 

Ditemui di tempat terpisah, Wakil Direktur RSUD dr Iskak Moch. Mastur, telah
mendapat edaran siaran pers oleh DKR.
Di ruang kerjanya, Mastur mengatakan pihaknya belum mendapatkan undangan
terkait pemanggilan direktur oleh komisi III DPRD. “Nanti dilihat saja siapa
yang datang,” ucapnya. 

Pria bertubuh tinggi tersebut memberikan penekanan bahwa kasus Soenarto ini
tidak jelas. “Identitas tidak jelas. Nama juga nggak lengkap,” tuturnya. 

Dia juga memaparkan, setiap orang yang ada di luar ruang pera­watan,
berdasarkan kebijakan rumah sakit, tentunya mereka bukan pasien yang mempunyai
masalah medis. “Yang namanya pasien sakit ya pasti ada di ruang perawatan,”
paparnya. 

Apalagi, pihaknya akan kesulitan mencari datanya, karena kasus ini terjadi lima
tahun lalu. “Terlepas kebijakan direktur baru atau lama, kita akan kesulitan
mencari data. Meski saat itu ada datanya, namun setiap lima tahun sekali rumah
sakit melakukan pemusnahan data,” tegasnya.

   

   

Harga Obat Rawan Di-Mark Up

TULUNGAGUNG – Kebijakan Rumah Sakit Umum (RSUD) dr Iskak
yang tak pernah mencantumkan harga obat untuk pasien, dikritik Dewan Kesehatan
Rakyat (DKR)
Tulungagung. Karena rawan terjadi mark up atau penggelembungan dana tagihan. 

Hal tersebut diungkapkan Ketua DKR
Tulangagung Zainul Fuad kemarin. Dia mengatakan, masih ditemukan beberapa
keluarga pasien paska mengambil obat di apotik hanya diberi secarik kertas
tanpa ada keterangan nama obat dan harga.

Idealnya, dalam secarik kertas pengambilan obat diberi ketera­ngan nama obat
dan harganya. 

“Jangan hanya ada harga saja. Apalagi juga tak dijelaskan jenis obatnya, apakah
masuk generik atau tidak,” katanya.  

Masih menurut Zainul Fuad, transaksi obat harus transparan. Jelas dia, di dalam
surat Keputusan  Kemen­terian Kesehatan (Kemenkes) harga obat generik dan
paten telah diatur.

Ditambahkan dia, dalam surat edaran tersebut Jawa Timur masuk dalam wilayah
regional satu. Artinya harga obat generik masih di bawah Harga Eceran Tertinggi
(HET). Berbeda dengan, wilayah Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara yang masuk
regional dua, harga obat generik diperbolehkan  dijual di atas HET.

Ketua Komisi III DPRD Tulungagung Agung Setiawan mengatakan, jika ditemukan mark
up penagihan obat maka perlu ditindaklanjuti. Tapi bukti penggelembungan harus
konkrit. “Yang penting lagi, ada yang merasa dirugikan,” katanya.

Intinya, dia sepakat jika dalam pembayaran obat di rumah sakit yang kini
berstatus Badan Laya­nan Umum (BLU) itu dicantumkan jenis obat dan harga.
“Untuk menghindari penyelewengan dari oknum tertentu terhadap pasien,”
terangnya.  

Kepala Humas RSUD dr Iskak Tulungagung Sujianto membantah jika harga obat yang
diberikan ke keluarga pasien tak sesuai dengan harga yang ditetapkan. Karena
harga obat disesuaikan dengan yang ditetapkan pemerintan. “Jika harga obat tak
tercantum dalam bill (bukti pembayaran), bisa langsung ditanyakan ke petugas
penjaga obat. Selama ini apoteker sudah dibekali daftar harga obat gene­rik
atau lainnya,” katanya. (din)

   

Buruknya
Layanan Kesehatan RS Iskak Dibeber 

Tuesday, 13 April 2010 00:42 Harian Bhirawa Jawa Timur  

Tulungagung,
Bhirawa

Dewan Kesehatan Rakyat (DKR)
Kab Tulungagung, Senin (12/4) kemarin, mengungkapkan buruknya layanan kesehatan
bagi warga miskin di Kota Marmer. Mereka membeberkan, saat acara hearing
(dengar pendapat) dengan Komisi III DPRD setempat.

Ketua DKR Kab
Tulungagung, Zainul Fuad menyatakan sesuai temuan fakta di lapangan, masih
banyak masyarakat miskin yang belum sepenuhnya mendapat layanan kesehatan layak
dan memadai. ''Tahun 2005 lalu, dua orang pasien telah ditemukan ditempat
sampah RSUD dr Iskak. Salah satu pasien yang bernama Soenarto (52) warga
Kelurahan Kenayan, kini mengalami kebutaan dan menjadi pengemis,'' ujar Zainul.

Selain itu, lanjut Fuad, Bulan Maret 2010 belum lama ini salah seorang anggota 
DKR Kab Tulungagung bernama
Hery Susanto diusir dan dicaci maki dengan perkataan kotor oleh Satpam RSI
Orpeha Tulungagung, saat memastikan pasien miskin yang didampinginya apakah
mendapat pelayanan kesehatan yang layak dan memadai. Ironisnya, saat dilaporkan
ke Polres Tulungagung sampai sekarang kasusnya terkesan mandheg.

''Sehingga kami mendesak Bupati Tulungagung untuk menghentikan dan mengusut
tindakan yang tidak manusiawi kepada pasien miskin. Memfungsikan secara benar
RSUD dr Iskak tidak mencari keuntungan semata dan menjamin pembiayaan kesehatan
bagi masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas dan Jamkesda,'' tandasnya.

Beberapa anggota Komisi III DPRD Tulungagung secara umum menyatakan sependapat
dengan DKR dalam
menyoal layanan kesehatan. Bahkan Suharminto SH, salah seorang anggota Komisi
III minta agar apa yang dilaporkan DKR
ditindaklanjuti.

Begitupun yang diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Tulungagung, Agung Setyawan. 
Namun, ia
meminta DKR lebih melengkapi
aduannya, karena untuk menghindari laporan yang tendensius dan agar lebih
valid.

Sementara anggota Komisi III DPRD Tulungagung lainnya, Drs Juli Bambang Purnomo
menandaskan harus ada tindaklanjut yang komprehensif dalam menyikapi aduan DKR. 
Seperti DPRD memanggil
pihak-pihak terkait, utamanya korban dari layanan buruk
kesehatan."Semuanya harus dipanggil untuk klarifikasi. DKR boleh saja nanti
mendampingi para korban," tuturnya.

Menurut Juli, perlakuan buruk rumah sakit pada pasien bisa dipidanakan atau
diperdatakan seperti yang tercantum dalam UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit.
"Tinggal nanti bagaimana dengan korbannya apa mau menuntut atau tidak.
Kami DPRD, hanya sebagai jembatan. Sedang soal tahun yang terjadi pada tahun
2005 tak masalah karena relatif baru dan belum lewat 20 tahun
kejadiannya," paparnya. [wed] 




      








      



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke