Saya kebetulan ikut jadi "pemain asing" untuk investasi infrastruktur di
negara-negara lain (terutama negara ketiga) di era 1990-an...
Waktu itu mewakili perusahaan tempat saya bekerja karena UU disini tidak
memungkinkan kami berinvestasi di Indonesia...
Kebetulan juga pernah bekerja pada perusahaan kontraktor infrastruktur
internasional di Eropa.
Proyek-proyek perusahaan kami juga banyak di negara-negara ketiga...
Sebagai "investor dan kontraktor asing" pada kedua jenis pekerjaan diatas,
yang TERUTAMA ada dibenak kami adalah:
"BAGAIMANA MANGERUK DUIT SEBANYAK-BANYAK NYA DARI NEGARA TEMPAT INVESTASI
atau PROYEK kami tsb"...
Meski dalam proposal bisnisnya kami menggunakan argument-argument dan
jargon-jargon yang "SEMUANYA TERLIHAT MENGUNTUNGKAN DAN BERPIHAK PADA NEGARA
TERSEBUT"...

Istilah-istilah seperti "mendatangkan investasi & devisa, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, membawa teknologi baru, menciptakan lapangan kerja,
bahkan pencerdasan masyarakat" ikut digunakan agar kami terlihat seperti
malaikat...
Padahal...
Dalam pelaksanaan bisnisnya, sebenarnya kami TIDAK BEGITU PEDULI DENGAN
ARGUMENT-2 dan JARGON-2 tersebut...
Tentunya kami tidak mau terus-terang dan terbuka dengan itu, kecuali jika
mau dianggap "orang gila" oleh beberapa pihak...
Dana investasi tersebut juga bakal kami pinjam dari pihak lain, bahkan lebih
sering dari dana masyarakat pada bank-bank di negara yang bersangkutan
melalui sindikasi, atau terpaksa di hutang oleh negara tersebut ke pihak
internasional (bahkan sering kami yang mengaturnya)
Pertumbuhan ekonominya memang sedikit naik, tapi lebih banyak lagi yang kami
keruk...
Teknologi baru yang kami bawapun hanya terbatas untuk mereka pakai saja,
bukan untuk kami ajarkan kepada mereka...
Memang kami menyerap tenaga kerja baru, tapi jumlahnya tidak sampai seujung
kuku dari jumlah tenaga kerja yang butuh pekerjaan di negara tersebut.
Pemakaian dana masyarakat negara tersebut untuk investasi padat modal kami,
sebenarnyapun sudah mengurangi/menutup kemungkinan negara tersebut mencipkan
lapangan-lapangan usaha/kerja yang lebih berarti dan bermanfaat buat
mereka...
Entah dimana letak pencerdasan masyarakatnya, karena kami tidak mengajarkan
apa-apa kepada mereka; Bahkan sebenarnya kami membodoh-bodohi mereka dengan
mangeruk "value added ekonomi" yang mereka produksi. Bahkan sebenarnya
melanggengkan kebodohan mereka karena bidang-bidang usaha penting sudah kami
pegang. Mereka lebih sulit atau tertutup kemungkinannya untuk bisa memulai
dan mengerjakan usaha se"pintar" kami.

Namun, jangan terlalu suuzon (berfikir negatif) dulu dengan kami.
Bukan tidak ada sama sekali dampak manfaat yang kami bawa pada negara-negara
tersebut...
Bukankah para pengambil keputusannya yang suka seminar-seminar dan
rapat-rapat IKUT JADI TOP dalam memperjuangkan berjalannya ekonomi negara
mereka setalah "habis" kami keruk? Bahkan mereka top untuk skala
internasional juga?
Bukankah seminar-seminar dan rapat-rapat mereka jadi tambah banyak dan
mereka terlihat lebih penting dan lebih hebat?
Bukankah cecurut-cecurut yang ikut orang-orang besarnya ikut punya
kesempatan ketemu pemimpin-pemimpin besar dari negara lain, termasuk
presiden negara adidaya?
Bukankah setelah itu mereka bisa bicara di kampungnya bahwa mereka sukses
mempengaruhi negara-negara besar dan kaya untuk menambah hutang negaranya?
Bukankah orang-orang di kampungnya jadi lebih yakin bahwa mereka benar-benar
hebat karena tokoh-tokoh negara besar internasional tersenyum bangga
memuji-muji kepiawaian mereka?
Negara-negara ketiga tersebut untuk sementara bisa lega, karena kebutuhan
ekonominya terpenuhi dengan hutang tersebut...
Sang tokoh negara besar juga bisa lebih enak tidurnya karena lebih terjamin
pemasukan negaranya dari bunga hutangnya...
Kapan-kapan, jumlah hutangpun bisa diatur untuk bertambah sendiri dengan
memainkan bursa dan ekonomi negara ketiga tersebut...
Si tokoh-tokoh hebat dari negara ketiga tersebutpun jadi bertambah hebat,
karena setelah itu mereka harus melakukan deal  yang lebih hebat untuk
menambah hutang baru yang lebih besar...
Kehidupan negara merekapun terlihat tambah maju dan modern, namun cuma
terutama bagi karyawan-karyawan yang mengurus usaha kami atau usaha yang
terkait dengan kami... Jika kehidupan mereka jadi lebih sesak-sesakan, macet
dan polutif dan sedikit waktu untuk mengurus anak-anak dan keluarga mereka,
itu memang sudah konsekwensi dari kehidupan modern yang mereka dapatkan
sebagai dampak dari usaha-usaha ... Jadi tidak usah diberitakan...
Si tokoh-tokoh negara penghutangpun, senyumnya bertambah lebar...
Namun, si negara penghutang, hidupnya semakin senen-kemis terjerat hutang...

Entah apa memang sudah ditakdirkan begitu nasib negara Kab-AYAN yang suka
mimpi-mimpi...

Itulah sedikit kisah kami sebagai malaikat...

Salam Z


> ------------------------------
> *From: * "Frans N. Sukardi" <fr...@ptsmi.co.id>
> *Sender: * himar...@yahoogroups.com
> *Date: *Mon, 17 May 2010 11:34:55 +0700
> *To: *<himar...@yahoogroups.com>
> *ReplyTo: * himar...@yahoogroups.com
> *Subject: *[himarine] FW: Tulisan Chatib Basri ttg SMI di Majalah Tempo
> Online
>
>
>
>
>    Sri Mulyani, Nasionalisme, dan Tinju
>
> *Muhammad Chatib Basri**
>
> Pittsburgh, 25 September 2009. Saya catat hari itu dalam ingatan. Presiden
> Obama meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membagikan pengalaman
> Indonesia dalam menurunkan subsidi bahan bakar minyak, dalam forum amat
> penting G-20. Kita ingat pada 2005 dan 2008, Indonesia menaikkan harga BBM
> dan mengalokasikan subsidinya untuk rakyat miskin. Mungkin aneh bagi
> sebagian di antara kita, mengapa kebijakan yang di dalam negeri dicaci maki
> justru layak dijadikan contoh oleh negara anggota G-20.
>
> Siang itu, Presiden SBY sudah bersiap memberikan paparannya. Sayangnya,
> waktu dalam sesi makan siang itu amat terbatas, padahal ada tiga topik yang
> dibahas, dan giliran SBY yang terakhir. Waktu habis dan Presiden pun tak
> jadi bicara. Tentu kami semua-Menteri Keuangan Sri Mulyani; juru bicara
> Presiden, Dino Patti Djalal; Mahendra Siregar; dan saya-amat kecewa.
>
> Kami berusaha meminta keterangan dari delegasi Amerika Serikat, tapi
> jawabannya tak memuaskan. Mereka tentu tak berani menanyakan kepada Obama.
> Saya ingat Sri Mulyani setengah berbisik kemudian mengatakan, "Kayaknya saya
> mesti ngomong langsung dengan Obama." Saya kira dia bergurau. Tapi kemudian
> saya sadar, ia serius. Sri menghampiri Presiden Obama yang baru memasuki
> ruangan setelah jeda makan siang. Mereka berbicara berdua. Saya kebetulan
> berjarak sekitar dua meter dari mereka, sehingga saya bisa mendengar
> percakapan tersebut.
>
> Dengan terus terang-khas Sri Mulyani-ia menyampaikan kekecewaannya. Ia
> mengatakan bahwa Presiden Obama sudah meminta Presiden SBY berpidato, tapi
> waktunya habis. Karena itu, ia meminta Presiden Obama menyampaikan maaf
> kepada Presiden SBY dan memberikan kesempatan di sesi berikutnya. Saya
> terkejut. Presiden Obama-saya kutip dari ingatan-tersenyum dan mengatakan,
> "Itu kesalahan saya, saya minta maaf, akan saya berikan kesempatan di sesi
> berikutnya."
>
> Setelah itu, saya melihat Presiden Obama menghampiri Presiden SBY dan
> berbicara berdua. Di sesi berikutnya, Presiden Obama meminta maaf secara
> terbuka. SBY kemudian berpidato dengan sangat meyakinkan. Bahkan, kemudian
> ada satu bagian dari komunike yang menganjurkan agar kebijakan ini dicontoh
> anggota G-20. Sri Mulyani kelihatan tersenyum. Sambil bercanda kami
> mengatakan kepada Sri Mulyani, sebetulnya ia lebih cocok menjadi Menteri
> Pertahanan!
>
> Itu adalah contoh kecil dari kiprah Sri Mulyani di forum internasional.
> Tentu naif bila kita menyimpulkan bahwa Indonesia berperan dalam G-20 hanya
> dari cerita itu. Yang jauh lebih serius adalah ketika pada pembicaraan di
> tingkat Menteri Keuangan, Sri Mulyani memperjuangkan pembiayaan stimulus
> fiskal bagi negara berkembang. Negara berkembang-termasuk Indonesia-sampai
> September 2008, tumbuh relatif tinggi. Namun krisis keuangan global telah
> membawa dampak yang dalam bagi negara berkembang.
>
> Untuk mengatasi itu, sisi permintaan-seperti resep Keynes lebih dari 70
> tahun lalu-harus didorong. Dan ini mesti dilakukan di tingkat global.
> Masalahnya, tak semua negara, terutama negara berkembang, memiliki kemampuan
> untuk membiayai stimulusnya. Dalam situasi krisis keuangan global, akses
> terhadap pasar keuangan praktis tertutup. Kalaupun terbuka, harganya amat
> mahal.
>
> Di sini, usulan Indonesia agar dibentuk global expenditure support fund
> diadopsi. G-20 sepakat mengguyurkan sedikitnya US$ 100 miliar melalui Bank
> Pembangunan Multilateral untuk membantu bujet negara berkembang, termasuk
> Indonesia. Selain itu, disediakan trade financing US$ 250 miliar untuk
> memulihkan perdagangan global.
>
> Saya yang hadir di sana melihat bagaimana Sri Mulyani berdebat mengenai hal
> ini. Ia begitu dihormati dan didengar oleh para menteri keuangan lain,
> seperti Alistair Darling dari Inggris, Tim Geithner dari Amerika, atau
> Christine Lagarde dari Prancis. Saya ingat bagaimana dalam diskusi, Sri
> Mulyani kerap diminta menjadi pembicara pembuka. Saya catat, Darling atau
> Geithner di beberapa kesempatan, setelah mereka bicara, berpaling dan
> menanyakan, "Sri Mulyani, what do you think...."
>
> Di sana, saya bangga menjadi orang Indonesia karena Indonesia dihormati dan
> didengar dalam forum yang boleh dibilang paling penting di dunia saat ini.
> Sebab, Indonesia berani memperjuangkan nasib negara berkembang di pentas
> global. Di masa lalu, sentimen nasionalisme kita kerap dibangun lewat tinju
> atau bulu tangkis. Keindonesiaan kita menjadi begitu bergelora ketika Ellyas
> Pical juara dunia, atau saat Susi Susanti dan Alan Budikusuma meraih emas
> olimpiade. Atau di tempat lain, nasionalisme kita bergelora ketika kita
> marah, atau terusik atau takut, lalu berteriak "awas asing".
>
> Sri Mulyani membangkitkan kebanggaan akan Indonesia dengan cara lain. Maka,
> bukan hal yang aneh jika Sri Mulyani ditawari posisi nomor dua di Bank
> Dunia. Kiprahnya di dunia internasional memang membuat Indonesia yang
> tadinya sunyi dalam pentas global menjadi berbunyi. Kini, sentimen
> nasionalisme kita justru dibangun oleh Sri Mulyani lewat perasaan dihargai
> dan dihormati, karena Indonesia didengar, karena Indonesia mewakili emerging
> economies memiliki peran mengatasi krisis global. Kita tak lagi menjadi
> tawanan rasa rendah diri kita atau kita tak lagi melihat dunia dengan
> kecemasan di tiap tikungan.
>
> **) Mantan anggota staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mantan
> Deputi Menteri Keuangan untuk G-20*
>
>
>
>
>    
>
> --
> ===============================================================
> Untuk Informasi, Komunikasi & Diskusi antar Siswa, Alumni, Guru atau yg
> pernah menjadi bagian SMA 2 Pdg, dgn topik khusus tentang sekolah zaman
> dulu, kini & masa mendatang, serta SumBar, Minangkabau, Urang Awak pada
> umumnya.
> ===============================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, jika posting:
> 1. Wajib menuliskan NAMA, TAHUN Angkatan (lulus) SMA & Lokasi
> 2. Topik/subjek baru buat email baru, tidak dgn mereply email lama
> 3. Hapus footer & bagian yg tidak perlu dlm melakukan posting reply
> 4. Email attachment atau posting jual-beli barang/jasa, tawarkan di mailing
> list selanjutnya dgn jalur email pribadi.
>
> ----------------------------------------------------------------------------------------------------------
> Berhenti menerima email, kirim email kosong ke:
> sman2padang-unsubscr...@googlegroups.com
> ===============================================================


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke