dari milis tetangga... ---------- Forwarded message ---------- From: Cardiyan HIS <cardiyan_...@yahoo.com> Date: 2010/6/8 Subject: [indonesia] Surat Terbuka untuk Menteri Keuangan RI To: ia-...@yahoogroups.com Cc: senyum-...@yahoogroups.com, itbalumni...@yahoogroups.com, indone...@nextbetter.net
majalah GATRA.(MBM GATRA No. 29 TAHUN XVI, 27 Mei 2 Juni 2010) Surat Terbuka Untuk Menkeu Baru Revrisond Baswir *Deklarator Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)* Tantangan utama seorang menteri keuangan di Indonesia berpangkal pada persoalan utang luar negeri. Sebagaimana dikemukakan Sritua Arief (almarhum), sejak terjadinya *selisih transfer negatif dalam transaksi utang luar negeri pemerintah pada 1984*, perekonomian Indonesia praktis terjerumus ke dalam perangkap paradoks Fisher. Dalam situasi seperti itu, semakin besar cicilan pokok dan bunga utang yang dibayar pemerintah, semakin besar jumlah utang luar negeri yang dipikulnya. Implikasinya, *krisis fiskal cenderung menjadi persoalan akut bagi perekonomian Indonesia*. Bahkan, karena *penarikan utang luar negeri lebih banyak didorong oleh kebutuhan untuk membayar cicilan pokok* dan *bunga yang jatuh tempo*, maka sesuai permintaan IMF dan Bank Dunia, seorang menteri keuangan cenderung menjadi agen dalam pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal di Indonesia. Simak misalnya transaksi utang luar negeri pemerintah pada 2009 berikut. Jumlah utang luar negeri pemerintah pada awal 2009 mencapai *86,60 milyar dollar AS*. Pada 2009 pemerintah menarik utang luar negeri *4,92 milyar dollar AS* serta *membayar cicilan pokok dan bunga 5,81 milyar dollar AS*, atau mengalami selisih transfer negatif sebesar 0,89 milyar dollar AS. Meskipun demikian, jumlah kumulatif utang luar negeri pemerintah pada akhir 2009 justru membengkak menjadi *99,27 milyar dollar AS* atau setara dengan Rp936 trilyun. Padahal, pada saat yang sama pemerintah juga memikul *utang dalam negeri sebesar Rp979 trilyun.*** Dengan beban utang dalam dan luar negeri sebesar *Rp1.915 trilyun* tersebut, dapat dibayangkan betapa *sangat beratnya tugas seorang menteri keuangan di Indonesia*. Dengan mengatakan itu, tentu tidak berarti tidak ada jalan keluar. Alih-alih melanjutkan kebiasaan berutang, atau *menggeser beban tersebut kepada rakyat banyak*, beberapa tindakan berikut patut dipertimbangkan. Pertama, terkait jumlah utang, sudah lama disuarakan agar pemerintah berusaha *mengurangi utang*dengan melakukan beberapa tindakan berikut: *(a) memperjuangkan penghapusan sebagian utang luar negeri yang terindikasi sebagai utang najis atau utang kriminal*; *(b) mengupayakan pengurangan utang melalui mekanisme **debt swap**;* dan *(c) mengupayakan moratorium pembayaran cicilan pokok dan bunga utang tanpa dibebani bunga.*** Kedua, terkait *manajemen anggaran*, beberapa tindakan yang dapat dilakukan pemerintah pada sisi pendapatan adalah: *(a) mengefektifkan penerimaan pajak; (b) merenegosiasikan kontrak-kontrak pertambangan yang merugikan Indonesia; dan (c) menggenjot kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN).*Sedangkan pada sisi belanja adalah: *(a) mengurangi pemborosan dengan cara merampingkan birokrasi dan memangkas berbagai kegiatan yang tidak relevan; (b) memerangi penyelewengan belanja negara secara radikal; dan (c) merestrukturisasi belanja negara untuk mewujudkan anggaran berimbang, meningkatkan belanja modal, dan menanggulangi kemiskinan.*** Daftar tindakan yang dapat dilakukan untuk membebaskan Indonesia dari perangkap paradoks Fisher masih bisa ditambah. Namun sebagaimana berlangsung selama ini, *memperjuangkan terlaksananya daftar panjang tersebut sama sulitnya dengan memperjuangkan terpilihnya seorang menteri keuangan yang tepat untuk mengemban tugas itu*. Artinya, secara keseluruhan, agenda *pembebasan Indonesia dari perangkap paradoks Fisher*tidak hanya sangat komplek dan membutuhkan *keberanian*. Pelaksanaan sebagian besar agenda tersebut sangat tergantung pada komitmen dan dukungan Kepala Negara. Sebab itu, jika disimak berdasarkan latar belakang Agus Martowardoyo sebagai mantan direktur utama Bank Mandiri, satu-satunya nilai plus yang dimilikinya terletak pada peluang untuk turut mendorong *peningkatan kinerja BUMN*. Terkait efektifitas pemungutan pajak, kendala utama terletak pada sangat kuatnya oligarki politik di Indonesia. Wajib pajak yang perlu dikejar seringkali merupakan para pihak yang berada dalam lingkar kekuasaan. Sehingga, peningkatan efektifitas *pemungutan pajak seringkali berakhir di kotak suara atau di bawah meja.*** Peluang Agus untuk turut mendorong peningkatan kinerja BUMN pun bukan tanpa masalah. Sebagai mantan bankir, ia bisa saja lebih condong pada pelaksanaan privatisasi. Desakan Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan kepemilikan tunggal, misalnya, membuka peluang itu bagi Agus. Sebaliknya, sebagai mantan direktur utama Bank Mandiri, walaupun kinerjanya selama ini dinilai cukup bagus, tentu tidak mudah bagi Agus untuk keluar dari pakem yang telah dilembagakannya. Padahal, jika ingin melakukan terobosan, tindakan bunuh diri sejarah itu tidak mungkin dielakkan. *Wallahualam bissawab.* *.* [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com http://capresindonesia.wordpress.com http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/