PENJELASAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
UMUM
Meningkatnya kegiatan pembangunan
di Indonesia dapat mendorong peningkatan penggunaan bahan berbahaya dan
beracun (B3) di berbagai sektor seperti industri, pertambangan, pertanian
dan kesehatan. B3 tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri (impor). B3 yang dihasilkan dari dalam negeri, juga ada yang diekspor
ke suatu negara tertentu. Proses impor dan ekspor ini semakin mudah untuk
dilakukan dengan masuknya era globalisasi.
Selama tiga dekade
terakhir,penggunaan dan jumlah B3 di Indonesia semakin meningkat. Penggunaan
B3 yang terus meningkat dan tersebar luas di semua sektor apabila
pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan
kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan
hidup, seperti pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan
pencemaran laut. Agar pengelolaan B3 tidak mencemari lingkungan hidup dan
untuk mencapai derajat keamanan yang tinggi, dengan berpijak pada
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup
manusia, maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya dengan lebih baik
dan terpadu.
Kebijaksanaan pengelolaan B3 yang
ada saat ini masih diselenggarakan secara parsial oleh berbagai instansi
terkait, sehingga dalam penerapannya masih banyak menemukan kendala. Oleh
karena itu, maka semakin disadari perlunya Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan B3 secara terpadu yang meliputi kegiatan produksi, penyimpanan,
pengemasan, pemberian simbol dan label, pengangkutan, penggunaan, impor,
ekspor dan pembuangannya. Pentingnya penyusunan Peraturan Pemerintah ini
secara tegas juga disebutkan dalam Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional
Untuk Pembangunan Berkelanjutan dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 17
ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka2
Cukup
jelas
Angka 3
Registrasi bertujuan untuk
mengetahui jumlah B3 yang beredar di Indonesia agar dapat dilakukan
pengawasan dari awal sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Registrasi merupakan langkah awal dalam pengelolaan
B3.
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Contoh B3 yang mudah terbakar dengan simbol
api.
Angka 7
Label misalnya tulisan mudah
meledak dan mudah terbakar.
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Cukup jelas
Angka 20
Cukup jelas
Angka 21
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Untuk dapat mengelola B3 dengan
baik dan benar maka perlu diketahui klasifikasi B3 tersebut. Penjelasan
klasifikasi dimaksud sebagai berikut :
-
Mudah meledak
(explosive), adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar
(250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan
atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Pengujiannya dapat
dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorymetry
(DSC) atau Differential Thermal Analysis (DTA),
2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida sebagai
senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai
temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan
lebih besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan
mudah meledak.
-
Pengoksidasi
(oxidizing) Pengujian bahan padat yang termasuk dalam kriteria
B3 pengoksidasi dapat dilakukan dengan metoda uji pembakaran menggunakan
ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedangkan untuk bahan
berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam
nitrat. Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai B3
pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih
pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
-
Sangat mudah sekali menyala
(extremely flammable) adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan
yang memiliki titik nyala dibawah 0 0C dan titik didih lebih
rendah atau sama dengan 35 0C.
-
Sangat mudah menyala (highly
flammable) adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki
titik nyala 00C - 210C.
-
Mudah menyala
(flammable) mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
- Berupa cairan
Bahan berupa cairan yang
mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala
(flash point) tidak lebih dari 600C (1400
F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau
sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya dapat
dilakukan dengan metode Closed-Up Test.
- Berupa padatan
B3 yang bukan berupa
cairan, pada temperatur dan tekanan standar (250C, 760
mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila
terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10
detik. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan B3 mudah
terbakar apabila dalam pengujian dengan metode Seta Closed-Cup
Flash Point Test diperoleh titik nyala kurang dari
400C.
-
Cukup jelas
-
Cukup jelas
-
Beracun (moderately
toxic) B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan
kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit atau mulut.
Tingkatan racun B3
dikelompokkan sebagai berikut :
Urutan |
Kelompok |
LD50
(mg/kg) |
1
2
3
4
5
6 |
Amat sangat beracun
(extremely toxic)
Sangat beracun (highly
toxic)
Beracun (moderately
toxic)
Agak beracun (slightly
toxic)
Praktis tidak beracun
(practically non-toxic)
Relatif tidak berbahaya
(relatively harmless) |
< 1
1 - 50
51 - 500
501 - 5.000
5001 - 15.000
>
15.000 |
-
Berbahaya (harmful)
adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi
kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
-
Korosif
(corrosive)
B3 yang bersifat korosif
mempunyai sifat antara lain :
1) Menyebabkan iritasi
(terbakar) pada kulit;
2) Menyebabkan proses
pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar
dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55
0C;
3) Mempunyai pH sama atau
kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5
untuk yang bersifat basa.
-
Bersifat iritasi
(irritant) Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi
kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan
kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.
-
Berbahaya bagi lingkungan
(dangerous to the environment) Bahaya yang ditimbulkan oleh
suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di
lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak
lingkungan.
-
Karsinogenik
(carcinogenic) adalah sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel
liar yang dapat merusak jaringan tubuh.
-
Teratogenik
(teratogenic) adalah sifat bahan yang dapat mempengaruhi
pembentukan dan pertumbuhan embrio.
-
Mutagenik (mutagenic)
adalah sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti
dapat merubah genetika.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Registrasi B3 dapat dilakukan
dengan cara, antara lain, melalui surat menyurat ataupun melalui
e-mail.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah, antara
lain, untuk hasil produksi tambang, minyak dan gas bumi, serta hasil
olahannya diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang energi
dan sumber daya mineral.
Huruf b
Cukup
jelas
Ayat (4)
Penyampaian tembusan kepada
instansi yang bertanggung jawab dimaksudkan sebagai wujud koordinasi
agar impor dan peredaran B3 dapat diketahui oleh instansi yang
bertanggung jawab.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Ayat (6)
Dalam penetapan sistem
registrasi nasional, instansi yang bertanggung jawab akan membuat
pedoman tentang tata cara registrasi yang antara lain memuat sistem
registrasi, muatan data yang perlu disampaikan oleh penghasil dan atau
pengimpor kepada instansi yang bertanggung jawab tentang pembuatan nomor
registrasi.
Pemberian nomor registrasi
tersebut diperlukan sebagai alat kontrol terhadap peredaran B3 di
Indonesia, sehingga dapat dengan mudah dilakukan pengawasan dan
pencegahan terjadinya dampak B3 terhadap lingkungan
hidup.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Otoritas negara pengekspor
adalah instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup dari negara
pengekspor.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal 9
Ayat (1)
B3 baru adalah B3 yang baru
pertama kali diimpor dan belum termasuk dalam daftar B3 sebagaimana
tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Cukup
jelas
Ayat (5)
Huruf a
Perubahan lampiran Peraturan
Pemerintah ini dilakukan dalam waktu tertentu.
Huruf b
Berdasarkan ketentuan
internasional, instansi yang berwenang dalam memberikan notifikasi B3
adalah instansi yang bertanggung jawab. Sedangkan kewenangan
menerbitkan izin impor merupakan kewenangan instansi yang berwenang di
bidang perdagangan. Oleh karena itu, notifikasi tersebut perlu
diteruskan ke instansi tersebut untuk penerbitan atau penolakan izin
impor.
Penerbitan izin tersebut
diberikan setelah perubahan terhadap lampiran Peraturan Pemerintah ini
selesai dilakukan.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Lembar Data Keselamatan Bahan
(Material Safety Data Sheet) berisi :
-
merek dagang;
-
rumus kimia B3;
-
jenis B3;
-
klasifikasi B3;
-
teknik penyimpanan; dan
-
tata cara penanganan bila
terjadi kecelakaan.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Kemasan adalah tempat atau
wadah untuk menyimpan, mengangkut dan mengedarkan B3.
Lembar Data Keselamatan Bahan
(Material Safety Data Sheet) dapat diperbanyak dengan cara
menggandakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data
Sheet) sesuai dengan kebutuhan.
Pemberian simbol dan label pada
setiap kemasan B3 dimaksudkan untuk mengetahui klasifikasi B3 sehingga
pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi risiko yang
dapat ditimbulkan dari B3.
Ayat (2)
Ketentuan tentang cara
pengemasan, pemberian simbol dan label yang akan ditetapkan oleh Kepala
instansi yang bertanggung jawab disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengertian B3 yang dimaksud meliputi B3 yang
masih dapat dikemas ulang dan B3 yang tidak dapat dikemas
ulang.
Ayat (3)
Kaidah ilmiah yang dimaksud
adalah seperti hand book, text book, dan
manual.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Tempat penyimpanan yang sesuai
dengan persyaratan adalah suatu tempat tersendiri yang dirancang sesuai
dengan karakteristik B3 yang disimpan
misalnya B3 yang reaktif
(reduktor kuat) tidak dapat dicampur dengan asam mineral pengoksidasi
karena dapat menimbulkan panas, gas beracun dan api. Juga tempat
penyimpanan B3 harus dapat menampung jumlah B3 yang akan disimpan.
Misalnya suatu kegiatan industri yang menghasilkan B3 harus menyimpan B3
ditempat penyimpanan B3 yang mempunyai kapasitas yang sesuai dengan B3
yang akan disimpan dan memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan
perlindungan lingkungan.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Sistem tanggap darurat adalah
mekanisme atau prosedur untuk menanggulangi terjadinya malapetaka dalam
pengelolaan B3 yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan,
sehingga bahaya yang terjadi dapat ditekan sekecil
mungkin.
Pasal 20
B3 kadaluarsa adalah B3 yang
karena kesalahan dalam penanganannya (handling) menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga B3 tersebut
tidak sesuai lagi dengan spesifikasinya. Sedangkan B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi adalah B3 yang dalam proses produksinya tidak sesuai dengan
yang diinginkan/ditentukan.
Pasal 21
Ayat (1)
Pemerintah yang dimaksud adalah
instansi yang berwenang di bidangnya seperti perhubungan, pertanian,
perindustrian dan perdagangan, energi dan sumber daya mineral, dan
kesehatan.
Ayat (2)
Contoh Sub Komisi B3 antara
lain Sub Komisi Pestisida.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan
yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Uji kesehatan untuk pekerja dan
pengawas B3 dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun, dengan maksud untuk mengetahui sedini mungkin terjadinya
kontaminasi oleh zat/senyawa kimia B3 terhadap pekerja dan
pengawas.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal 24
Kecelakaan B3 adalah lepasnya
atau tumpahnya B3 ke lingkungan. Untuk mencegah meluasnya dampak B3
tersebut, kecelakaan B3 perlu ditanggulangi dengan cepat dan
tepat.
Keadaan darurat adalah eskalasi
atau peningkatan kecelakaan B3 sehingga membutuhkan penanganan yang lebih
komprehensif.
Pasal 25
Huruf a
Cukup
jelas
Huruf b
Cukup
jelas
Huruf c
Aparat Pemerintah
Kabupaten/Kota setempat antara lain adalah aparat kecamatan dan atau
aparat desa/lurah.
Huruf d
Cukup
jelas
Pasal 26
Langkah-langkah penanggulangan
antara lain dapat berupa instruksi yang diberikan aparat pemerintah daerah
kepada masyarakat untuk menghindar dari lokasi kejadian dan menuju ke
tempat yang lebih aman.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Wewenang pengawasan masih
dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena pengelolaan B3 banyak berkaitan
dengan lintas batas propinsi dan atau lintas batas negara.
Yang dimaksud sesuai dengan
bidang tugasnya masing-masing misalnya di bidang pengangkutan dilakukan
oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang perhubungan, dan di
bidang lingkungan hidup dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab
di bidang lingkungan hidup.
Ayat (2)
Hal tertentu adalah keadaan di
mana Pemerintah Daerah sudah mampu melaksanakan pengawasan di bidang
pengelolaan B3.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Tanda pengenal dan surat tugas
ini penting untuk menghindari adanya petugas-petugas pengawas palsu, atau
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Tanda pengenal minimal
memuat nama, nomor induk pegawai, foto yang bersangkutan serta nama
instansi pemberi tugas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Potensi dampak yang perlu
diberitahukan kepada masyarakat bukan hanya dampak negatifnya saja tetapi
juga dampak positif dari adanya usaha dan atau kegiatan pengelolaan B3
tersebut.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Penyebarluasan pemahaman tentang
B3 dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan penyuluhan dan
pelatihan.
Pasal 35
Ayat (1)
Hak atas informasi tentang
kegiatan di bidang pengelolaan B3 merupakan konsekuensi logis dari hak
dan peran masyarakat dalam pengelolaan B3 yang berdasarkan pada azas
keterbukaan. Hak atas informasi tersebut akan meningkatkan nilai dan
efektivitas peran masyarakat dalam pengelolaan B3,
di samping akan membuka peluang
bagi masyarakat untuk mengaktualisasi-kan haknya atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Informasi tersebut dapat berupa data, keterangan,
atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan B3 yang menurut
sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil
pemantauan pengelolaan B3, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan
perubahan kualitas lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Peran dimaksud meliputi peran
dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan,
maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam
proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan
kebijaksanaan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip
keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan
dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di
bidang pengelolaan B3.
Pasal 37
Sumber dana lain adalah seperti
dana lingkungan atau dana bantuan dari organisasi/asosiasi
tertentu.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Pengertian bertanggung jawab
secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak
perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar
pembayaran ganti kerugian.
Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti kerugian
yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup
menurut pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksudkan sampai batas
tertentu, adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan atau kegiatan
yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan
hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud tindakan pihak
ketiga dalam ayat ini merupakan perbuatan persaingan curang atau
kesalahan yang dilakukan Pemerintah.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4153
|