Daftar berita terlampir: * KAN Akreditasi 161 Laboratorium (2001-06-19) * Kembalikan Jakarta pada Warganya (2001-06-19) * Yudi Berhasil Buat Kontainer Limbah Nuklir (2001-06-19) * Di saat BBM Naik Bersepeda Kunolah di Surabaya (2001-06-19) * Menhut: Lelang Nama untuk Orangutan (2001-06-18) * Lindungi Konsumen dari Peredaran Produk Transgenik (2001-06-18) * Menneg LH Sonny Keraf: Perkuat Lembaga Pengelola Lingkungan di Daerah (2001-06-18) * Mari Atur dan Awasi Sendiri Lingkungan Kita (2001-06-17) * Burung Korban Acara Pejabat (2001-06-16) * Mahal, Pencemaran Tidak Akan Diteliti (2001-06-16) * Produksi Bensin Bertimbal Dihentikan (2001-06-16) * Prof Dr Otto Soemarwoto: Pengelolaan SDA Hayati Alami Kegagalan (2001-06-16) * Menggali DR dan PSDH: Jangan Bunuh Tikus dengan Membakar Lumbung (2001-06-14) * Kerusakan Lingkungan Membahayakan (2001-06-14) * Walhi Khawatirkan Perubahan Status Perhutani (2001-06-13) * Pendekatan Sedimen Sel untuk Kelola Pantai (2001-06-13) * Lingkungan Tercemar, Instansi Saling Lempar Tanggung Jawab (2001-06-13) * Penjarahan Hutan sering Dibekingi Aparat (2001-06-13) * Rute Penjarahan Kayu Tak Akan Diperbaiki (2001-06-13) * River World Purbalingga (2001-06-12) * Menteri Kehutanan: Pengelolaan Hutan Harus Libatkan Semua Pihak (2001-06-12) * Moratorium Pembabatan Hutan Tidak Dapat Diberlakukan (2001-06-12) * Kawasan Muara Angke Semakin Rusak (2001-06-12) TerraNet: Portal Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan http://www.terranet.or.id ================================================================ KAN Akreditasi 161 Laboratorium http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=840 Komite Akreditasi Nasional (KAN) sampai bulan ini telah mengakreditasi 161 laboratorium, yang terdiri dari 14 Lembaga Seritifikasi Sistem Mutu (LSSM), tiga Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan (LSSML), dua Lembaga Sertifikasi Personel, 94 laboratorium penguji, 36 laboratorium kalibrasi, 10 lembaga inspeksi, dan dua Hazard Analysis Critical Control Point atau Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (LSS HACCP). Kepala Badan Standardisasi Nasional selaku Ketua KAN Ir Herudi Kartoswisatro mengemukakan hal tersebut dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Eksekutif Senior KAN Suprato, pada penyerahan sertifikasi akreditasi LSS HACCP pada M-BRIO HCB (HACCP Certification Body), Sabtu (16/6) siang di Bogor. (Kompas, 2001-06-19) Kembalikan Jakarta pada Warganya http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=845 JUNI ini, Jakarta kembali merayakan ulang tahun ke-474. Meski dilanda berbagai masalah berat, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta sejauh ini dinilai tidak memiliki sense of crisis, dan belum mau berkorban untuk kepentingan masyarakat luas. Hal ini terlihat dari alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta Tahun 2001 ini. Dari Rp 7,49 trilyun yang dianggarkan, sekitar 70 persen dialokasikan untuk keperluan pemerintah (eksekutif dan legislatif). Hanya seperempat sisa anggaran saja yang belum tentu utuh-karena kemungkinan dikorupsi serta belum tentu tepat sasaran-dialokasikan untuk pembangunan. Kita berharap bahwa momentum ulang tahun kali ini, mampu menggugah kesadaran pemerintah kota untuk memperhatikan berbagai aspirasi warganya. Belakangan warga menunut "Hak atas Kota bagi Penghuninya" atau "Kembalikan Jakarta pada Warganya". Tampaknya, gencarnya tuntutan tersebut berkaitan erat dengan kurangnya kesempatan bagi aktualisasi diri (sebagian besar) warga Jakarta dalam sebuah proses kreatif perancangan, implementasi rancangan dan pemeliharaan berbagai sarana kota. Termasuk dalam merancang dan mengimplementasikan APBD. (Kompas, 2001-06-19) Yudi Berhasil Buat Kontainer Limbah Nuklir http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=846 Ir Yudi Utomo Imardjoko MSc PhD (38), Ketua Jurusan Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, berhasil membuat kontainer penyimpanan limbah nuklir. Kontainer itu, Maret lalu, sudah memperoleh sertifikat paten dari Indonesia dan kini sedang menunggu proses paten di United States Patent Office, Amerika. Dia mengatakan, limbah nuklir merupakan problem yang menjadi salah satu penyebab PLTN di dunia tidak diminati. Dikatakan, belum satu pun negara dapat mengatasi problem tersebut. Padahal, radiasi limbahnya sangat berbahaya. ''Selama ini, limbah nuklir hanya disimpan di kolam-kolam dekat reaktor.'' (Suara Merdeka, 2001-06-19) Di saat BBM Naik Bersepeda Kunolah di Surabaya http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=859 Pusing akibat BBM naik dan supir angkot mogok? Perhelatan bertajuk Surabaya Full Music ini, agaknya, dapat menginspirasi Anda menghadapi kemelut kenaikan BBM yang berlangsung hari-hari ini. Kenapa? Maklum, salah satu acara pada perhelatan itu, mengenalkan [kembali] sepeda kuno. Dalam bentuk konvoi, acara itu berlangsung, kemarin (17/6). Selain konvoi sepeda kuno dan alat musik kuno, selama empat hari, diadakan pertunjukan aneka jenis musik keliling Surabaya. Konvoi sepeda kuno itu memang bukan khusus meledek pemerintah-DPR yang getol menaikkan harga. Diselenggarakan komunitas musik dan seniman Surabaya, perhelatan ini merupakan bahagian dari memperingati Hari Musik se-dunia. Meski demikian, perhelatan itu secara tak langsung menjadi imbauan: tak perlu menggerutu dengan kegetolan pemerintah-DPR, mending bersepeda ria. (Republika, 2001-06-19) Menhut: Lelang Nama untuk Orangutan http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=852 Menteri Kehutanan Marzuki Usman meminta para pengelola proyek reintroduksi orangutan untuk melelang nama setiap orangutan yang akan dilepasliarkan. "Bikin leaflet yang mudah dimengerti dan jual kepada masyarakat kaya di Eropa serta Amerika," paparnya kepada pers, seusai membuka lokakarya tentang Reintroduksi Orangutan di Balikpapan, Jumat (15/6). Menurut Marzuki, bukan hanya orangutan yang bisa dipasarkan kepada masyarakat di negara maju yang mempunyai kerinduan pada kesegaran dan kemurnian alam, itu juga merupakan sesuatu yang menjadi barang mewah bagi mereka. "Untuk melihat saja orang mau bayar, asal kita pintar menjual," katanya. (Kompas, 2001-06-18) Lindungi Konsumen dari Peredaran Produk Transgenik http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=853 Indonesia adalah pasar terbesar bagi produk-produk hasil rekayasa genetika atau transgenik. Akan tetapi, hingga sekarang belum ada peraturan pemerintah yang cukup kuat untuk melindungi konsumen terhadap produk transgenik tersebut. Sepatutnya hal ini dicer- mati pemerintah, mengingat di dalam produk transgenik tidak jarang ditemukan sesuatu yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Apalagi dalam proses sosialisasi produk-produk transgenik ada kecenderungan tidak transparan, termasuk di Amerika Serikat (AS) yang merupakan negara penghasil produk transgenik terbesar. Demikian masalah yang mengemuka dalam diskusi Dampak Rekayasa Genetika dan Ketergantungannya terhadap Perusahaan Multinasional yang diadakan oleh Yayasan Duta Awam di Solo, Jumat (15/6), dengan peserta kalangan petani di Surakarta. Tampil sebagai pembicara antara lain Dr Hari Hartiko MSc dan Mediansyah SH. (Kompas, 2001-06-18) Menneg LH Sonny Keraf: Perkuat Lembaga Pengelola Lingkungan di Daerah http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=857 Untuk menjaga kerusakan lingkungan yang makin parah, maka di samping melestarikan alam secara baik, pemerintah daerah sepatutnya mendukung lembaga pengelola lingkungan. Jika tidak, maka kerusakan alam Indonesia yang ada saat ini akan semakin sulit diatasi, mengingat di era otonomi daerah muncul kecenderungan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran.Demikian ditekankan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH)/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Sonny Keraf ketika berbicara dalam dialog interaktif, Jumat (15/6) malam, dan peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia hari Sabtu keesokannya di Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Menurut Keraf, lembaga pengelola lingkungan di tingkat daerah seharusnya diperkuat dan didukung oleh tenaga yang profesional, serta memiliki kekuatan koordinasi dalam menanggulangi masalah-masalah lingkungan hidup secara lintas sektoral. "Otonomi daerah memberi peluang bagi pemerintah daerah untuk mengejar pendapatan asli daerah (PAD), dan tak pelak sumber daya alam juga menjadi sasaran pengurasan. Konflik lingkungan tak akan terhindarkan jika setiap kota/ kabupaten mengabaikan wilayah ekosistem," katanya. (Kompas, 2001-06-18) Mari Atur dan Awasi Sendiri Lingkungan Kita http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=878 Cobalah lihat alam sekitar Anda berada. Di jalan-jalan raya, tampak debu dan asap kotor berhamburan. Mata pun kerap pedih dibuatnya. Polusi udara itu juga terasa menyesakkan napas. Lalu tengoklah ke sungai-sungai yang membelah kota. Atau saluran-saluran airnya. Selain bau tak sedap menguap ke mana-mana, warna airnya pun kotor pekat. Jentik-jentik nyamuk pun terlihat bergerombol. Belum lagi aneka biota patogen lainnya. Itulah ”keindahan” Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Hal serupa juga menghiasi hutan belantara kita. Kayu-kayu gelondongan berumur puluhan, bahkan ratusan tahun, itu ditebang seenaknya. Tragisnya lagi, flora lainnya pun ikut-ikutan musnah dalam sekejap lantaran si jago merah yang memang disengaja ditimbulkan oleh mereka yang tak punya hati nurani. (Suara Pembaruan, 2001-06-17) Burung Korban Acara Pejabat http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=863 TERUS terang, enggak enak mencantumkan nama pejabat tinggi negara, maupun petinggi DKI Jakarta yang senangnya beracara lepas-lepas burung ke alam bebas. Maksudnya, sih, baik-barangkali, tapi yang jelas dampaknya mubazir dan malahan agak "tidak metropolitan". Burung lepasan itu, semuanya berasal dari pedagang burung, bukan hasil tangkapan warga instansi. Acara yang katanya bermisi dan visi konservasi, sesungguhnya cuma tempelan dari acara protokoler basi. Burung tekukur, ketilang, jalak, cerukcuk, pipit, dederuk, manyar, merpati, dan lainnya, biasanya menjadi "simbol" rasa peduli seorang pejabat penting. Diiringi dagelan protokol dan muka-muka palsu, ratusan burung dalam kandang besar, serentak dibebaskan. Burung pun terbang kabur serabutan karena bingung melihat banyak orang bertepuk-tepuk tangan. Bagi burung sehat, mereka bisa ngapung dan terbang hilang. Buat burung yang sowak, sering kali terjatuh lagi ke tanah, lalu ditangkap tamu undangan atau orang sekitarnya. (Kompas, 2001-06-16) Mahal, Pencemaran Tidak Akan Diteliti http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=866 Pencemaran di sepanjang pantai selatan Purworejo ternyata dibiarkan. Pemerintah setempat tidak melakukan penelitian, karena benda hitam mirip aspal itu tidak mengandung racun mematikan dan biaya penelitian dianggap mahal. Kasubdin Lingkungan Hidup dan Pertambangan Energi, Ir Sayogo Yulianto mengaku, sudah membawa contoh benda yang mencemari pantai ke Bapedalda Jateng, belum lama ini. Cairan padat mirip aspal yang memenuhi permukaan pantai itu, diduga kuat merupakan komponen residu minyak. Ada kemungkinan merupakan sisa-sisa residu yang tidak terpakai. (Suara Merdeka, 2001-06-16) Produksi Bensin Bertimbal Dihentikan http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=881 Jika Terakumulasi dalam Tubuh Balita, Turunkan IQ 2,5 Poin Kilang minyak Pertamina UP (Unit Pengolahan) VI Balongan di Desa Kedokan, Karangampel, Indramayu, Jawa Barat, yang memproduksi dan menyuplai 100 persen bensin premium ke Jabotabek, menghentikan produksi bensin premium bertimbal. Penghentian itu ditandai dengan penyetopan fasilitas injeksi TEL (tetra etil lead, baca:timbal) di kilang Balongan oleh General Manager UP VI Balongan, M Soehartono, Jumat (15/6). Menurut Soehartono, hal itu dilakukan karena adanya komitmen pemerintah melaksanakan hasil pertemuan ”Earth Summit Watch Report 1994” di Rio de Janerio, Brasil, untuk pelestarian lingkungan dan udara bersih. (Suara Pembaruan, 2001-06-16) Prof Dr Otto Soemarwoto: Pengelolaan SDA Hayati Alami Kegagalan http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=882 Guru besar (emeritus) Universitas Padjajaran Prof Dr Otto Soemarwoto mengatakan, pengelolaan sumber daya alam (SDA) hayati pada umumnya mengalami kegagalan. Sumber utama kegagalan itu, karena manfaat SDA hayati relatif kecil dibandingkan risikonya. Sistem pengelolaan itu bertumpu pada pengaturan dan pengawasan bersifat top down, kaku, dan kurang mengikutsertakan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Sebaiknya sistem pengelolaan lebih bersifat mengatur diri sendiri dan melibatkan masyarakat. Disarankan pula untuk mempertimbangkan perdagangan karbon dalam kerangka Protokol Kyoto sebagai salah satu usaha untuk memperbesar nisbah manfaat maupun risiko, termasuk untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). (Suara Pembaruan, 2001-06-16) Menggali DR dan PSDH: Jangan Bunuh Tikus dengan Membakar Lumbung http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=825 RENTE hutan, berupa dana reboisasi (DR) dan provisi sumber daya hutan kembali mengagetkan para pengusaha bidang kehutanan karena pemerintah bermaksud memungutnya di muka. Kebijakan ini lebih disebabkan banyaknya pengusaha yang menunggak pada saat keuangan pemerintah sedang cekak.Memang sudah beragam cara pemerintah mengatasi para penunggak itu, mulai dari cara halus, didenda hingga ancaman pencabutan perizinan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, misalnya, memberi batas waktu hingga akhir Desember 2001 bagi perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) untuk melunasi DR, serta provisi sumber daya hutan (PSDH) yang masih tertunggak. "Jika tidak, maka pemerintah provinsi akan membatalkan izin HPH, serta menempuh jalur hukum demi menyelamatkan uang negara," ujar Kepala Dinas Kehutanan Kalbar M Arman Malolongan di Pontianak, Rabu (13/6). Di provinsi ini, hingga akhir 2000 terdapat penunggakan DR oleh PT Yamaker sebesar Rp 1,69 milyar dan 13 perusahaan pemegang HPH lain senilai 2,77 juta dollar AS. Sedangkan, penunggakan PSDH oleh 15 perusahaan HPH sebesar Rp 8,66 milyar. (Kompas, 2001-06-14) Kerusakan Lingkungan Membahayakan http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=829 ''Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia sudah sampai taraf membahayakan,'' kata Ir Suwarno Widodo MSi, dosen IKIP PGRI, baru-baru ini. Dia mengatakan hal itu dalam sarasehan kebersihan, keindahan, dan ketertiban lingkungan kampus, di kampus PTS itu, Jl Lontar 1. Pembicara lain, Ary Susatyo SSi MSi dan Drs Sujianto. Dia mengatakan, kondisi riil yang ada yaitu perusakan hutan, pencemaran tanah, air, dan udara, serta krisis sistem kehidupan masyarakat. Kebijakan tetap mempertahankan keberadaan Menteri Negara Lingkungan Hidup belum menjamin kelestarian lingkungan. ''Karena itu, kami berharap masyarakat berpartisipasi menjaga kondisi lingkungan.'' (Suara Merdeka, 2001-06-14) Walhi Khawatirkan Perubahan Status Perhutani http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=805 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah (Jateng) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jateng segera membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengalihan status Perhutani dari bentuk Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Walhi khawatir perubahan status Perhutani akan makin memperbesar kerusakan hutan di Indonesia, yang kini telah mencapai angka sangat memprihatinkan. Penegasan ini diungkapkan oleh Ketua Walhi Jateng Abdul Rochim di Gedung Berlian DPRD Provinsi Jateng, Semarang, Selasa (12/6). Rencananya, kemarin sekitar pukul 09.00 akan ada dengar pendapat antara Walhi, Serikat Petani Kedu Banyumas (Sepkuba), Jaringan Kerja Pendamping Masyarakat (JKPM) Wonosobo, Lembaga Penguatan Pedesaan dan Advokasi Sosial (LePPAS) Wonosobo dengan anggota Komisi D DPRD Tingkat I. Namun, karena Rochim dan kawan-kawan terlambat sekitar satu jam acara tersebut dibatalkan. (Kompas, 2001-06-13) Pendekatan Sedimen Sel untuk Kelola Pantai http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=806 Kerusakan pantai yang terjadi di Muara Dadap Indramayu Jawa Barat akibat pembangunan jetty adalah contoh pengelolaan pantai yang tak memperhatikan pergerakan sedimen (sedimen transport). Padahal bila pergerakan sedimen ini diketahui dan diperhatikan, efek negatif dari abrasi dan akresi pantai bisa diminimalkan. Pendekatan inilah yang kemarin diperkenalkan oleh Coastal Specialist dari BPPT Idwan Suhardi ketika berbicang-bincang dengan wartawan di Gedung BPPT. Ia mengistilahkan pendekatan tersebut dengan pendekatan sedimen sel. Dimana setiap wilayah pantai yang memiliki satu proses pergerakan sedimen, mulai dari asal sedimen itu berada kemudian bagaimana ia bergerak dan ke mana ia berlabuh, dikelompokkan dalam satu sel. Pendekatan ini, kata Idwan, pernah diterapkan di Inggris. Mereka mempilah-pilah wilayah pantai menjadi banyak sel, di mana panjang masing-masing sel bervariasi, tergantung bagaimana proses pergerakan sedimentasi itu berlangsung. Hasilnya, perlakuan terhadap pantai dalam satu sel tak akan mempengaruhi pantai di sel yang lain. (Republika, 2001-06-13) Lingkungan Tercemar, Instansi Saling Lempar Tanggung Jawab http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=807 ISU Lingkungan tampaknya masih merupakan barang langka. Bagi sebagian besar masyarakat, isu tersebut kalah menarik jika dibandingkan dengan isu politik amburadulnya penyelenggaraan negara. Kerusakan lingkungan yang berakibat langsung terhadap kesehatan manusia, salah satunya adalah polusi udara. Tingkat polusi udara di Surabaya sudah harus mendapatkan perhatian khusus. Pencemaran tidak hanya disebabkan hadirnya ratusan industri, melainkan juga dari asap kendaraan bermotor. Untuk mencegah semakin tercemarnya udara kota, harus ada keberanian untuk mereduksi polutan dari sumber pencemaran itu. Salah satu bentuk ketidakpedulian terhadap masalah lingkungan adalah meracuni udara dengan asap kendaraan. Kebijakan pemerintah yang masih menggunakan bahan bakar bertimbal akan menciptakan anak-anak yang tidak berkualitas karena memiliki IQ rendah. (Kompas, 2001-06-13) Penjarahan Hutan sering Dibekingi Aparat http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=810 Sejumlah kalangan menilai kasus penjarahan hutan di wilayah Jawa Timur (Jatim) sepertinya sudah menjadi lingkaran setan. Selain perhutani tidak berdaya mengatasi lantaran kurangnya jumlah personel polisi hutan (polhut), hampir seluruh kasus selalu melibatkan oknum aparat penegak hukum (baik TNI maupun Polri) di belakangnya. Akibatnya, kasus penjarahan ini bukan hanya bertambah marak, tapi puluhan pelaku yang berhasil ditangkap, selalu lolos dari jeratan hukum. Kenyataan memprihatinkan itu mencuat dalam seminar 'Mencari Solusi Penjarahan Hutan secara Massal di Jawa Timur' yang berlangsung di Hotel Mirama Surabaya, Selasa (12/6). "Inilah yang membuat kami frustrasi dan mengecewakan masyarakat," kata Administratur (Adm) Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) Madiun, Ir Harmono, kepada wartawan di sela-sela seminar, kemarin. (Republika, 2001-06-13) Rute Penjarahan Kayu Tak Akan Diperbaiki http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=811 Wakil Bupati Wonosobo Drs HA Kholiq Arief mengatakan, jalan-jalan yang rusak akibat dilewati truk pengangkut kayu jarahan di wilayahnya, tidak akan diperbaiki. ''Jika penjarahan masih berlangsung, saya minta jalan di kawasan tersebut tidak diperbaiki, karena perbaikan jalan justru akan memperlancar para penjarah,'' tegasnya, kemarin. Jalan-jalan yang rusak parah akibat dilewati truk pengangkut kayu jarahan, lanjutnya, antara lain berada di Kecamatan Kaliwiro, Wadaslintang, dan Sapuran. (Suara Merdeka, 2001-06-13) River World Purbalingga http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=815 Siap Sambut Jamnas dan Liburan Sekolah<br> <br> Saat memasuki River World kita akan melewati sebuah terowongan yang kanan-kiri dan atas terbuat dari kaca. Di dalamnya terlihat ikan-ikan air tawar beraneka warna. Seorang pengunjung mengamati ikan gurameh putih.<br> <br> ''PADA saat saya masih membangun tempat ini, saya merasa bekerja sendirian. Tidak ada orang yang berpartisipasi. Tetapi begitu peresmian pada 4 Juni lalu, ternyata baru terungkap kepedulian masyarakat dan pejabat di sini luar biasa. Saya betul-betul terharu.'' Itulah perasaan H Sarimun, warga Desa Purbayasa, Kecamatan Padamara, Purbalingga yang telah berhasil menyelesaikan sebuah proyek yang cukup spektakuler. Dia membangun Taman Aquarium Air Tawar (River World) Purbasari Pancuran Mas. Di tempat ini kita bisa menyaksikan kehidupan ikan air tawar yang barangkali sebelumnya belum pernah kita lihat.<br> (Suara Merdeka, 2001-06-12) Menteri Kehutanan: Pengelolaan Hutan Harus Libatkan Semua Pihak http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=820 Menteri Kehutanan (Menhut) Marzuki Usman mengatakan, kerja keras pengelolaan hutan untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai paru-paru dunia harus melibatkan semua pihak, bukan hanya mengandalkan pemerintah.Hal itu diungkapkannya kepada pers di Gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin (11/6), usai membuka konferensi internasional mengenai Konservasi In Situ dan Ex Situ Pohon Tropika Komersial. Pendapat itu merupakan kelanjutan atas ajakan Presiden Abdurrahman Wahid di Semarang beberapa hari lalu, yang mengharapkan kerja keras semua pihak untuk mengembalikan sejumlah hutan Indonesia yang kini sudah rusak. Menurut Marzuki, kerja keras itu harus dimulai oleh masyarakat lokal dengan menggalakkan penanaman pohon-pohon meranti. Proyek ini disebut Public Campaign dan Public Education. Sebab, jika tidak dilakukan sejak saat ini maka Pulau Sumatera akan menjadi semak belukar pada tahun 2005, Kalimantan tahun 2010, dan di Jawa mulai terasa adanya defisit air. (Kompas, 2001-06-12) Moratorium Pembabatan Hutan Tidak Dapat Diberlakukan http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=821 Pemberlakuan moratorium pembabatan hutan oleh industri, menyusul terjadinya eksploitasi besar-besaran hingga mengancam kelestarian hutan Indonesia, merupakan hal yang ideal untuk dilakukan. Namun, bila hal itu dilaksanakan maka akan terjadi masalah sosial yang sangat besar. Sebab, kenyataannya sektor kehutanan menyerap banyak tenaga kerja dan menyangkut aspek ekonomi yang dipertimbangkan. "Moratorium tidak bisa berlakukan secara mutlak. "Harus dicari jalan tengah untuk menjembatani antara moratorium dan realitas yang ada," demikian pendapat Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH)/Kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Sonny Keraf, menjawab wartawan usai dialog interaktif tentang keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan, di Jakarta, Senin (11/6). (Kompas, 2001-06-12) Kawasan Muara Angke Semakin Rusak http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=822 Suaka Margasatwa Muara Angke di DKI Jakarta yang luasnya 25,02 ha dari waktu ke waktu mengalami banyak penurunan habitat. Proses yang menyebabkan suaka itu tercemar dan rusak terjadi sebagai akibat dampak negatif pembangunan di DKI Jakarta. Oleh karena itu, upaya perencanaan pengelolaan Muara Angke sangat mendesak dilakukan, mengingat kerusakan terus berlangsung dengan cepat. Dikhawatirkan, kondisi Muara Angke bisa semakin parah dan bukan hal yang tidak mungkin kawasan suaka ini akan hancur atau tidak berfungsi sebagai kawasan konservasi. Ketua Yayasan Mangrove/ Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPPM) Hadi Alikodra didampingi Ketua Harian Nyoto Santoso mengemukakan hal itu kepada wartawan, Senin (11/6) pagi, di Bogor. (Kompas, 2001-06-12) --------------------------------------------------------------------- Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id