Daftar berita terlampir: * Negara Maju Belum Meratifikasi Protokol Kyoto * Kelola SDA secara Lokal * Masyarakat Telantarkan 12.050 Ha Lahan Eks HTI * Bambu Indonesia Dipaten Pihak Asing * Perlu Nota Kesepahaman Taman Nasional Bali Barat * Paradigma Baru di Pariwisata * Untuk Menekan Laju Penjarahan, Industri Kayu Harus Ditertibkan * Razia Satwa Langka di Restoran Hidangan Laut * Protokol Kyoto Perlu Dikukuhkan Melalui UU * Dilarang Membunuh Ular! * Tak ada kalimat komitmen negara maju ratifikasi Kyoto * Konsekuensi Indonesia setelah COP6 di Bonn * Protokol Kyoto harus diratifikasi dengan UU * Jepang Harapkan Ada Kesimpulan Mengenai Protokol Kyoto Kliping tematik lainnya dapat diperoleh di http://www.terranet.or.id/terramilis.php http://www.terranet.or.id/berita.php TerraNet: Portal Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan http://www.terranet.or.id ================================================================ Negara Maju Belum Meratifikasi Protokol Kyoto http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1422 Kalangan lembaga swadaya masyarakat mempertanyakan komitmen negara-negara maju yang hingga kini belum meratifikasi Protokol Kyoto. <br> "Keputusan COP (convention of parties) keenam di Bonn baru langkah awal. Sayang sekali, di dalam naskah keputusan tidak tercantum sama sekali komitmen negara-negara Annex 1 untuk meratifikasi Protokol Kyoto. Apalagi, pasal yang dengan tegas menetapkan batas waktu untuk ratifikasi," ujar Agus P Sari, Presiden Direktur Yayasan Pelangi kepada Media di Jakarta, kemarin. (Media Indonesia, 2001-07-26) Kelola SDA secara Lokal http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1426 Pengelolaan sumber daya alam (SDA) sebaiknya diletakkan selokal mungkin, tempat sumber daya itu berada. Kalau pengelolaan itu diserahkan kewenangannya kepada pusat, maka tangan birokrasi akan terlalu panjang. Dengan demikian, dibutuhkan kebijakan dari pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat setempat karena pengawasan tidak bisa lagi diserahkan hanya kepada birokrasi. Hal itu diungkapkan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Sarwono Kusumaatmadja di sela-sela lokakarya "Reef Check Indonesia" yang diprakarsai oleh WWF Wallacea, di Denpasar, Rabu (25/7). (Kompas, 2001-07-26) Masyarakat Telantarkan 12.050 Ha Lahan Eks HTI http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1427 Sedikitnya 12.050 hektar (ha) lahan eks-areal hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada (MHP) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, sejak satu tahun belakangan ditelantarkan oleh masyarakat setempat. Padahal, lahan produktif yang masih ditumbuhi kayu-kayu HTI itu sebelumnya sengaja direbut kembali oleh warga dari pemegang konsesi karena dianggap milik ulayat masyarakat setempat. Kenyataan ini ditemukan Kompas ketika meliput kunjungan kerja Duta Besar Uni Eropa Sabato Della Monica ke proyek Forest Fire Prevention and Control Project (FFPCP), sebuah proyek pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan kerja sama antara Departemen Kehutanan RI dengan konsorsium Uni Eropa di areal HTI milik MHP di Muara Enim, Selasa (24/7). (Kompas, 2001-07-26) Bambu Indonesia Dipaten Pihak Asing http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1429 Indonesia tergolong negeri yang memiliki spesies bambu terkaya di dunia. Tanaman tersebut juga sudah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sayangnya, sekarang ini kekayaan dan pengetahuan tradisional soal itu telah dibajak melalui pendaftaran Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) produk terkait-oleh pihak asing di berbagai negara. Kondisi ini bisa mengancam hak masyarakat dalam memanfaatkan hasil karyanya di negeri sendiri. Hal itu terungkap dalam Seminar "Meningkatkan Nilai Komersial Bambu dan Potensi Pasokannya" di Jakarta, Selasa (24/7), yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Departemen Kehutanan-Perum Perhutani. Seminar ini diselenggarakan LIPI untuk menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-34 LIPI pada 23 Agustus mendatang. (Kompas, 2001-07-26) Perlu Nota Kesepahaman Taman Nasional Bali Barat http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1431 Bupati Buleleng Wirata Sindhu berpendapat, pengelolaan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) untuk hal-hal tertentu perlu dituangkan dalam nota kesepahaman. Sebab, sekarang ini pengelolaan TNBB-yang sebagian masuk dalam wilayahnya-tidak pernah dikoordinasikan kepadanya, baik oleh Kabupaten Jembrana maupun pihak TNBB (selaku pengelola). Pendapat senada diungkapkan Bupati Jembrana I Gde Winasa. Demikian masalah yang dikemukakan dalam rapat koordinasi kabupaten dan kota se-Provinsi Bali, Selasa (24/7), di Bedugul. Kawasan TNBB sebagian berada di wilayah Kabupaten Buleleng, dan sebagian lagi, terutama Hutan Bali Barat berada di Kabupaten Jembrana. (Kompas, 2001-07-26) Paradigma Baru di Pariwisata http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1433 Inilah paradigma baru di sektor pariwisata. Di era otonomi, pemerintah pusat sekadar menjadi fasilitator dan pelakunya daerah. Berkaitan dengan itu, daerah dituntut lebih kreatif dan inovatif. Adalah staf ahli Mendikbudpar bidang Sumber daya lingkungan Myra P Gunawan yang mengungkapkan paradigma baru itu. Ia mengungkapkannya pada Forum Koordinasi Kebudayaan dan Pariwisata yang digelar di Jakarta, kemarin. Berlangsung hingga hari ini, forum itu untuk memperjelas tentang prosedur dan teknis pelaksanaan di lapangan. Dari sisi pariwisata sudah jelas karena produk yang akan ditawarkan sudah ada di tiap daerah. Tapi perencanaan secara makro atau nasional, antara satu dengan lainnya masih ada hubungan. (Republika, 2001-07-26) Untuk Menekan Laju Penjarahan, Industri Kayu Harus Ditertibkan http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1438 Industri kayu yang berada di wilayah Kabupaten Blora, Rembang, Pati, Kudus dan Jepara (Jawa Tengah) harus ikut ditertibkan karena sejumlah oknum pengusaha secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam aksi penjarahan kayu hutan yang merebak, khususnya kayu jati di wilayah ini. Hal itu terungkap dalam sarasehan Mencari Model Pengelolaan Hutan yang Ideal di Wilayah Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pati di Hotel Pati, Rabu (25/7). (Kompas, 2001-07-26) Razia Satwa Langka di Restoran Hidangan Laut http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1442 ORANG Eskimo umumnya dikabarkan memiliki tubuh lebih segar dibandingkan suku bangsa lainnya. Mereka jarang mengeluhkan adanya persoalan pada jantung ataupun persendian. Selidik punya selidik, ternyata rahasianya terletak pada makanan mereka sehari-hari, yakni ikan laut. Ikan-ikan laut itu mengandung asam lemak tidak jenuh, protein, yodium, dan zat-zat lain yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. (Kompas, 2001-07-26) Protokol Kyoto Perlu Dikukuhkan Melalui UU http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1448 Hasil keputusan Protokol Kyoto tentang Konvensi Perubahan Iklim, khususnya penurunan emisi gas rumah kaca, perlu dikukuhkan dalam bentuk undang-undang (UU). Tujuannya, untuk menjamin setiap negara anggota agar mematuhi kesepakatan tersebut. Hal itu dikatakan Presiden Direktur Yayasan Pelangi, Agus P Sari dalam siaran pers tentang pertemuan Conference of Parties 6 (COP 6) yang diterima Pembaruan di Jakarta, Rabu (25/7). (Suara Pembaruan, 2001-07-26) Dilarang Membunuh Ular! http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1439 SEKELOMPOK petani di Kecamatan Kedunggalar, Kabupatan Ngawi, Jawa Timur kini punya aktivitas baru: menegur teman mereka yang gemar berburu ular. Karena jika binatang melata ini dihabisi maka mereka harus kerja keras lagi untuk menangkal serangan tikus. Padahal jika serangan cukup besar, panen dipastikan gagal. Harga beras melambung dan ancaman kelaparan menanti di depan mata. Sejumlah lahan pertanian di Jawa kerap menjadi sasaran empuk serangan tikus. Data yang dikemukakan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Dinas Pertanian Jawa Barat bahkan cukup mencemaskan. Sedikitnya 9.773 hektar tanaman padi siap panen di sentra produksi beras Jabar sudah diserang tikus. Sementara sekitar 71.550 hektar dari 520.500 hektar tanaman padi usia 90 hari juga terancam. (Sinar Harapan, 2001-07-25) Tak ada kalimat komitmen negara maju ratifikasi Kyoto http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1443 Sebagian besar delegasi dan NGO (non-governmental organization) menyambut gembira hasil negosiasi selama lebih dari sepekan di COP6, Bonn, Jerman. Namun Yayasan Pelangi menyayangkan di dalam teks yang disepakati tidak ada satu kalimat pun mengenai komitmen negara-negara maju (Annex I) untuk meratifikasi Protokol Kyoto. (SatuNet.Com, 2001-07-25) Konsekuensi Indonesia setelah COP6 di Bonn http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1444 Pemerintah harus memikirkan konsekuensi telah diterimanya kesepakatan di Bonn. Salah satunya adalah semua kebijakan pemerintah harus menggambarkan kepedulian pada isu perubahan iklim. Selama ini Indonesia selalu mendapat kritikan dalam mengelola hutan yang tidak berkelanjutan. "Sekarang pemerintah sudah harus dipikirkan mengubah kebijakan yang berpihak pada lingkungan. Kebijakan yang mempengaruhi lingkungan harus semaksimal mungkin dikonsultasikan kepada DPR,“ kata Agus P Sari, Presiden Direktur Yayasan Pelangi. (SatuNet.Com, 2001-07-25) Protokol Kyoto harus diratifikasi dengan UU http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1445 Pedoman dasar supaya Protokol Kyoto dapat diratifikasi sudah disetujui di COP6 di Bonn. Semua negara bersiap-siap meminta pemerintah dan parlemennya agar meratifikasi Protokol Kyoto sebelum pertemuan peringatan KTT Bumi 10 tahun (KTT +10) di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 2002. Begitupun Indonesia --sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim-- harus segera meratifikasi Protokol tersebut sebelum September 2002. Ratifikasi tidak cukup hanya dengan Keputusan Presiden, tetapi harus dengan undang-undang yang disahkan DPR dan pemerintah. (SatuNet.Com, 2001-07-25) Jepang Harapkan Ada Kesimpulan Mengenai Protokol Kyoto http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1414 Juru bicara Pemerintah Jepang, Senin (23/7) mengatakan, Jepang berharap secepatnya ada suatu kesimpulan dalam pembicaraan di Bonn, Jerman. Kesimpulan itu menyangkut penyelamatan Protokol Kyoto yang berisi peringatan, bagi masalah pemanasan global. Saat ditanya apakah Jepang bersedia untuk mencapai suatu kesepakatan di Bonn, menyangkut Protokol Kyoto, Kepala Sekretaris Kabinet Yasuo Fukuda mengatakan, ”Saya pikir kita akan memulai dengan suatu kesimpulan singkat.” (Suara Pembaruan, 2001-07-24) --------------------------------------------------------------------- Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id