Daftar berita terlampir:
* Moratorium Penebangan Hutan Harus Dimulai Sekarang
* Apakah Kerja Menhut Hanya Berebut Popularitas?
* Pengembangan Wisata Bahari Salah Konsep
* Lima Program Prioritas M Prakosa
* Potensi Migas Hanyalah Fatamorgana bagi Daerah Penghasil


Kliping tematik lainnya dapat diperoleh di
http://www.terranet.or.id/terramilis.php
http://www.terranet.or.id/berita.php

TerraNet: Portal Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
http://www.terranet.or.id
================================================================



Moratorium Penebangan Hutan Harus Dimulai Sekarang
http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1985
Indonesia tinggal memiliki sedikit waktu tersisa untuk menyelamatkan hutan tropis yang 
masih ada. Dengan tingkat kerusakan yang begitu parah, dan kompleksitas masalah yang 
dihadapi, tidak banyak yang masih dapat dilakukan. Salah satu aksi yang masih dapat 
dilakukan adalah moratorium penebangan hutan, karena di beberapa negara tindakan ini 
terbukti manjur untuk menghentikan kerusakan hutan. 

Hal itu diungkapkan Kepala Divisi Kampanye dan Lobi Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) 
Longgena Ginting dalam disku-si tentang Illegal Logging, Senin (10/9), di Denpasar. 
"Moratorium penebangan (pembalakan) hutan harus dimulai sekarang juga, tidak bisa 
ditunda lagi, mengingat kerusakan yang begitu parah," ujar Ginting. 
(Kompas, 2001-09-11)



Apakah Kerja Menhut Hanya Berebut Popularitas?
http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1986
Dugaan banyak pihak tampaknya mulai terbukti. Ganti pimpinan pasti ganti kebijakan dan 
aturan. Kenyataan ini kerap terlihat di Departemen Kehutanan.

Tiap ada menteri baru pasti muncul pula gagasan baru. Tidak ada konsistensi. 
Akibatnya, pembangunan sektor kehutanan pun tak terlalu maju. Usaha dan industri 
sektor kehutanan kini bahkan jauh merosot ketimbang beberapa tahun lalu.

Pemerintah tak pernah serius menggarap satu program. Sialnya, kondisi politik nasional 
pun terus memicu ketidakfokusan pembangunan sektor ini. Sejak reformasi, terjadi enam 
kali suksesi menteri. Ketika BJ Habibie menjadi presiden, ia langsung memilih Muslimin 
Nasution menjadi menteri. Muslimin lengser begitu Habibie melepas jabatannya.
(Republika, 2001-09-11)



Pengembangan Wisata Bahari Salah Konsep
http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1988
Indonesia memiliki potensi menjadi negara tujuan wisata bahari terbesar di dunia. 
Namun, Indonesia tidak dapat memanfaatkan dan tidak menjadikannya sebagai andalan 
utama wisata. Padahal, pertumbuhan wisata bahari rata-rata di dunia mencapai sekitar 
30 persen per tahun. 

Konsep wisata Indonesia masih dititikberatkan pada MICE (Meetings, Incentives, 
Conventions, Exhibitions), sehingga infrastruktur untuk wisata bahari lemah. 
Seharusnya, kalau ingin memiliki daya saing yang kuat, termasuk dalam mengembangkan 
wisata bahari, basisnya pada kekhasan kultur.
(Kompas, 2001-09-11)



Lima Program Prioritas M Prakosa
http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1989
Sepekan menjabat sebagai menteri kehutanan, M Prakosa langsung mengumumkan program 
kerjanya. Ia menyatakan punya lima program prioritas yang menjadi strategi pembangunan 
sektor kehutanan.

Menurut Prakosa, kebijaksanaan sektor kehutanan secara makro adalah pengelolaan hutan 
secara lestari (sustainable forest management). Berikut lima program prioritas dari M 
Prakosa beserta argumentasinya:

1. Pemberantasan penebangan liar.
Kerugian akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial (karena tak terpungutnya 
DR dan PSDH) tetapi juga akan memiliki dampak yang lebih luas yakni kehilangan 
kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opportunity cost). Untuk 
itu aturan pelaksanaan penegakan hukum dan sanksi pidananya dilaksanakan secara 
konsekuen bila perlu diperberat kekuatan hukumnya melalui keppres.
(Republika, 2001-09-11)



Potensi Migas Hanyalah Fatamorgana bagi Daerah Penghasil
http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=1991
Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah tak seindah isinya. Daerah, 
menurut undang-undang itu, punya hak potensi, hak ekonomi, hak eksistensi, hak policy, 
dan hak untuk mengelola sumber kekayaan alamnya. Kenyataan toh berbicara lain. Untuk 
pengelolaan dan pengolahan minyak dan gas (migas), misalnya, hak-hak daerah itu masih 
dipasung oleh perundang-undangan yang berlaku.

Kekayaan melimpah dari perut bumi itu bagi daerah penghasil bagaikan fatamorgana. 
Padahal, segalanya nyata di depan mata. Dan senyatanya dana bagi hasil dari sumberdaya 
alam (SDA) itu yang diterima daerah penghasil migas sangatlah kecil.
(Republika, 2001-09-11)




---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke