http://kompas.com/kompas-cetak/0110/25/JATENG/pemb26.htm
>Kamis, 25 Oktober 2001

Dari Diskusi Kedungombo 
Pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Terhambat

Semarang, Kompas - Perjuangan warga Kedungombo, Jawa Tengah (Jateng) untuk 
menyelesaikan kasus Kedungombo ternyata tidak berjalan mulus. Keinginan warga 
mewujudkan forum independen Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo, guna 
penyelesaian kasus Kedungombo, mengalami hambatan. Ada kelompok tertentu dan lembaga 
swadaya masyarakat (LSM), yang menginginkan masalah Kedungombo tidak selesai.Hingga 
saat ini, pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo belum terwujud, karena 
masih ada keraguan kelompok masyarakat untuk menempuh jalan penyelesaian melalui forum 
independen tersebut.
Hal ini jelas terlihat dari Diskusi Kedungombo Babak Kedua yang diselenggarakan 
Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng, Rabu (24/10) di Gedung Serba Guna DPRD Jateng. 
Diskusi dihadiri wakil warga Kedungombo dari tiga kabupaten (Boyolali, Sragen dan 
Grobogan), yakni Paguyuban Warga Kedungombo (PWK), Warga Korban Kedungombo/Forum 
Perjuangan Rakyat Kedungombo (FPRK), Serikat Warga Korban Kedungombo (SWKKO). 

Selain itu hadir juga, LSM pendamping warga Kedungombo seperti Lembaga Bantuan Hukum 
(LBH) Semarang, LSM Sari Solo, LBH Yogyakarta, dan LP3M-SMRB Boyolali. Dari DPRD 
Jateng hadir antara lain Drs Noor Achmad MA (Komisi A) dan Bona Ventura SH (Komisi D), 
dan dari perguruan tinggi, Dr Nasikun (Sosiolog UGM), Drs Aris Mundayat (Antropolog 
UGM), dan Tri Kadarsilo (UKSW) serta Kepala Bappedal Jateng, Mohammad Saleh.

Pada diskusi ini masing-masing kelompok warga Kedungombo, LSM pendamping, Dr Nasikun 
menyampaikan konsep pemikiran penyelesaian masalah Kedungombo. Sayangnya, pada akhir 
pertemuan tidak ada titik temu yang jelas mengenai formulasi penyelesaian kasus 
Kedungombo. 

Pada satu sisi WKKO/FPRK mendukung dibentuknya tim kecil atau "panitia sementara" 
untuk merumuskan Komite Pemberdayaan Warga Kedungombo. Sedangkan PWK, belum sepakat 
dan minta pembentukkan tim kecil ditunda sampai ada musyawarah warga yang tergabung 
dalam PWK. Diskusi diakhiri dengan kesepakatan melanjutkan diskusi tanggal 1 November 
2001. Diharapkan sesudah diskusi berikutnya bisa dibentuk tim kecil untuk merumuskan 
konsep pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo.

Sebelumnya, Hartono dari LP3M-SMRB Boyolali mempertanyakan apakah komite yang akan 
dibentuk bisa diterima masyarakat bawah atau tidak. Ia juga mempertanyakan, apakah 
pemerintah memiliki hati nurani dalam menyelesaikan kasus ini, Tetapi, latar belakang 
pernyataan itu tidak disampaikan dengan jelas. Bahkan, ada Anggota LP3M yang lain, 
yang menyatakan forum diskusi belum merupakan representasi dari warga Kedungombo.

Paradigma baru

Dr Nasikun, menyatakan pembentukan dan penyusunan agenda kegiatan Komite Pemberdayaan 
Masyarakat Kedungombo, dilakukan di atas landasan, aplikasi "paradigma baru 
pembangunan" yang memberikan tempat yang sangat penting pada partisipasi dan kemitraan 
yang seimbang antara semua pihak.

Diakuinya, perjuangan yang dilakukan warga Kedungombo berbeda-beda, karena masalah dan 
tuntutannya berbeda. Berangkat dari perbedaan itulah, perlu dibentuk komite 
pemberdayaan untuk merumuskan penyelesaian kasus Kedungombo.

"Kita jangan berpegang pada prinsip 'pokoknya' tetapi bagaimana mencari penyelesaian, 
tanpa memaksakan dan merugikan kepentingan yang lain. Penyelesaian ini tergantung kita 
semua, bagaimana mengatur sehingga menjadi konfigurasi bersama," ujar Nasikun yang 
menawarkan metode penyelesaian dengan pendekatan kesejahteraan dan keadilan.

Sedangkan Tri Kadarsilo mengusulkan komite harus melibatkan masyarakat yang selama ini 
menikmati air Waduk Kedungombo. "Teman-teman yang dari bawah mestinya tahu, mereka 
menikmati irigasi dengan mengorbankan warga Kedungombo. Ini yang perlu dipikirkan 
mereka," ujarnya.

Paris Rajanto, Koordinator WKKO/FPRK menawarkan tiga pokok pikiran yakni mekanisme 
peran dan fungsi komite, prinsip penyelesaian dan mekanisme kontrol. Komite ini harus 
terbuka dan menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dalam rangka penyelesaian kasus 
Kedungombo, dan semua anggota komite punya hak yang sama.

"Supaya komite mempunyai kekuatan hukum, perlu adanya Surat Keputusan Gubernur. Komite 
ini harus dipimpin oleh presidium yang anggotanya mewakili semua unsur," ujar Paris 
yang sempat mengkritik keberadaan sebuah LSM yang dinilainya tidak jelas posisinya. 
(son) 


---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke