SEPUTAR PENERBITAN IJIN PENDIRIAN GEREJA Umat Kristiani pada umumnya/ atau Gereja pada khususnya banyak sekali menghadapi tantangan dalam setiap keberadaannya. Ada yang ditutup, diusir, dilarang ibadah, diintimidasi, dihancurkan, dirusak, dibakar, dihentikan baik yang dilakukan oleh masyarakat (warga setempat) maupun oleh pemerintah. Penyebab utama yang biasanya dijadikan pemicu kejadian tersebut di atas biasanya tidak adanya Ijin Mendirikan Rumah Ibadah (IMB) dari pihak Gereja. Pada dasarnya dalam beberapa contoh kasus pihak Gereja telah berinisiatif dan berusaha untuk mendapatkan IMB tersebut, namun dalam kenyataannya kesulitan untuk mendapatkan ijin tersebut sangat besar. Sebagian besar Gereja yang mengurus IMB ternyata dihalangi oleh sebagian besar warga masyarakat, bahkan diperparah lagi justru dihambat oleh aparat Pemerintah. Dan ironisnya bentuk dari hambatan tersebut cenderung ke arah intimidasi yang akhirnya bermuara kepada tindakan yang destruktif. Hal ini merupakan suatu kondisi yang memprihatinkan bagi bangsa Indonesia yang menggembar-gemborkan dirinya sebagai bangsa yang demokratis. Melihat kondisi yang terjadi saat ini maka perlulah tetap diketahui persyaratan standar yang perlu dipenuhi dalam mengurus IMB dan proses penerbitan ijin tersebut. Pada dasarnya perlulah dibuat suatu surat yang ditujukan kepada Walikota/ Bupati dari wilayah setempat berupa permohonan ijin untuk memperoleh IMB tersebut dengan tidak lupa dilampiri dan diperhatikan beberapa hal dibawah yakni : 1. Akte jual beli tanah Suatu bukti outentik/ tertulis yang menunjukkan telah adanya jual-beli tanah dan penyerahan tanah tersebut kepada pemilik yang baru. 2. Sertifikat tanah Merupakan suatu bukti pendaftaran hak kepemilikan atas tanah kepada negara (dalam hal ini oleh kantor Agraria/ BPN). Secepatnya diurus balik nama hak kepemilikan atas tanah tersebut. 3. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sebelumnya Bila sebelumnya telah diterbitkan IMB walaupun dengan peruntukan sebagai rumah tinggal, IMB tersebut harus dilampirkan untuk menjadi pertimbangan. 4. Akta pendirian Gereja Bila Gereja itu sudah memiliki Sinode sendiri, maka dapat dilampirkan surat pengesahan keberadaan Gereja dari Sinodenya. Bila Gereja tersebut awalnya merupakan cabang/ Pos PI dari sebuah Gereja, maka yang dimaksud dengan akta pendirian Gereja adalah surat pengesahan menjadi sebuah Gereja dari Gereja asal/ pusat. Bila tidak termasuk 2 kategori sebelumnya, maka perlulah dibuat akta pendirian Gereja secara notariil. 5. Surat pengalihan dari rumah tinggal menjadi rumah ibadah Berupa bukti tertulis tentang penghibahan/ pengalihan hak atas suatu tanah dengan kepemilikan pribadi sebagai tempat tinggal kepada pihak Gereja untuk menjadi rumah ibadah. Hal ini dikhususkan untuk bangunan/ tanah dengan asal peruntukan untuk rumah tinggal. 6. Persetujuan warga sekitar dengan pengesahan oleh RT dan RW Berupa sebuah daftar berisi identitas dan tanda tangan warga di sekitar Gereja yang menegaskan persetujuannya atas keberadaan Gereja tersebut. Hal ini diperkuat dengan pengesahan berupa tanda tangan dari pihak RT dan RW. 7. Daftar anggota warga jemaat Gereja Berupa suatu daftar yang berisi identitas dan tanda tangan anggota jemaat Gereja. Hal ini untuk menjelaskan dengan terbuka dan jelas bahwa Gereja tersebut mempunyai anggota, bukan Gereja baru yang fiktif. 8. Persediaan dana yang cukup Beberapa hal yang tersebut di atas merupakan pokok-pokok yang biasanya diminta sebagai pelengkap dalam hal pengurusan penerbitan ijin pendirian Gereja. Tetapi bila mau dikaji lebih dalam perlu diketahui bersama bahwa melaksanakan kewajiban peribadatan adalah merupakan suautu hak yang asasi bagi setiap umat manusia. Oleh sebab itu perijinan seharusnya dapat memperlancar kegiatan peribadatan, bukan sebaliknya dipakai sebagai penghambat. Dalam beberapa hal kita harus prihatin bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang seharusnya dapat menjamin suatu keadilan dan kepastian hukum, ternyata telah dipolitisir oleh beberapa kepentingan golongan sehingga mengebiri hak asasi yang seharusnya dimiliki oleh golongan yang lain dengan berbagai macam dalih. Ironisnya lagi, pemerintah sebagai pelaku dari sistem hukum itu sendiri ternyata ikut andil terhadap kejadian ini. Tetapi marilah kita umat kristiani dapat tetap bijaksana dalam menyikapi dan menempatkan diri atas semua kejadian ini. Terlebih lagi di era reformasi sekarang ini, hendaknya semua pihak dapat lebih terbuka demi suatu tujuan yang lebih besar lagi yakni demi persatuan dan kesatuan setrta kepentingan bangsa Indonesia. ++++++++++ "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36) *********************************************************************** Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk. Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED] Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya, a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772 *********************************************************************** Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan: subscribe eskolnet-l ATAU unsubscribe eskolnet-l