Semoga data - data yang anda tulis merupakan fakta dikemudian hari, saya adalah 
salah satu pihak netral karena dari kajjian manapun saya kurang memahami 
substansi yang di inginkan PANSUS angket century ini. Tpi sebaiknya manusia 
adalah mereka yang memberikan peluang kepada orang lain untuk membela diri dan 
tidak menghakimi berdasarkan opini

Sebagai manusia yang berbudi sebaiknya kita masih menjaga azas praduga tak 
bersalah (husnudzon)

--- Pada Sel, 12/1/10, humtia...@hotmail.com <humtia...@hotmail.com> menulis:

Dari: humtia...@hotmail.com <humtia...@hotmail.com>
Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] SIAPAKAH YANG BANGSAT!?!

Tanggal: Selasa, 12 Januari, 2010, 6:37 PM





                                                                                
              SIAPAKAH YANG BANGSAT!?!



Memaki-maki dengan kata-kata kotor -bangsat dsb- yang dilakukan Ruhut Sitompul 
terhadap Gayus Lumbuun, dalam rapat Pansus DPR Angket Bank Century yang baru 
lalu- sama sekali bukan menggambarkan kepribadian asal ethnis dari 
Ruhut-seperti yang dituturkan editorial Suara Pembaruan, tapi pada hakekatnya 
diucapkan atau dituturkan hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari 
'monetary crime' (kejahatan moneter) yang selama ini jelas-jelas dijalankan Sri 
Mulyani sendiri dan Boediono sebagai kaki-tangannya. Pola pikir kotor dari 
Ruhut  tidak lain dari cermin pola pikir kotor dari partainya Partai Demokrat 
sendiri. Sama halnya dengan peristiwa pelemparan buku "Cikeas" oleh George 
Aditjondro ke mukanya Ramadan Pohan, anggota DPR dari Partai Demokrat, yang 
mengejek George dengan kata-kata kotor juga. Ritonga berdalih, dia pribadi 
tidak merasa terhina dengan pelemparan buku tadi, tapi yang paling diresahkan 
Pohan -katanya- adalah dengan penerbitan buku
 "Cikeas"-nya, George melakukan pelanggaran atas prinsip-prinsip dan azas 
demokrasi. Pelanggaran demokrasi inilah -dan bukan pelemparan buku ke mukanya- 
yang diadukan 'jagoan-demokrasi' Ritonga ke Kepolisian. Masa' George memuat 
foto palsu SBY beserta Ibu Negara dengan Artalyta, cetus Pohan. Itu perbuatan 
tidak etis dan demokratis terhadap Kepala Negara.



Begitu kotornya pola pikir Partai Demokrat hingga sanggup memlintir pola pikir 
Sri Mulyani berubah dari ilmuwan menjadi non-ilmuwan dan -bagaikan pembajak dan 
perompak Somalia- membajak dan merampok Bank Century dan menyulapnya  menjadi 
bank Pemerintah. Itulah sebabnya mengapa Partai Demokrat mati-matian 
mempertahankan Sri Mulyani dan Boediono. Sejarah berulang kembali: L'histoire 
se repete. Bila pada zaman Golkar "PETRUS"  berkuasa dan meraja lela, maka pada 
zaman Partai Demokrat sekarang ini "MARKUS"-lah yang bicara dan sanggup 
memperalat Menteri Keuangan,Sri Mulyani, dan Gubernur BI, Boediono.



Ruhut merasa yakin bahwa Rapat Angket Bank Century minggu yl bila tidak 
diinterupsinya dengan kata-kata kotor, maka Sri Mulyani dan Boediono akan 
semakin tersudut dan terjepit, karena ulah kotor mereka berdua -melalui KSSK- 
mempermainkan Rp 6.7 triliun yang dikucurkan Sri Mulyani ke dan dari Bank 
Century/Bank Mutiara demi kepentingan Partai Demokrat. Ruhut merasakan momentum 
tiba untuk mencegah  supaya Pansus jangan sampai mengusulkan pada Pres. SBY 
supaya kedua otoritas-moneter- palsu tadi dicopot dari jabatan mereka. 
Pencopotan tsb dianggapnya  otomatis membahayakan kedudukan SBY sendiri.



Taktik kepribadian kotor Ruhut Sitompul membuahkan hasil yang gemilang. Sebab 
ternyata kemudian, pimpinan DPR mengambil keputusan untuk nantinya tidak akan 
mengusulkan pada Presiden SBY pencopotan Sri Mulyani dan Boediono dari kursi 
mereka sekarang ini.



Sedemikian itulah hasil gemilang yang dicapai  intimidasi dengan makian kotor 
Ruhut Sitompul, yang bertindak melulu sebagai SatPam-Tukang- Pukul Partai 
Demokrat. Ruhut tidak ada rasa malu sedikitpun untuk pura-pura minta maaf pada 
Gayus Lumbuun.



Sebelum tulisan ini, sudah kita antisipasi Pansus akan menemui kegagalan total, 
karena salah kaprahnya approach Pansus dalam investigasi pengucuran dana Rp 6.7 
triliun tsb di atas tadi. Bagaimana mungkin Pansus -yang tidak mengerti ilmu 
ekonomi moneter dan perbankan, mampu menginvestigasi otoritas moneter palsu Sri 
Mulyani dan Boediono yang sama sekali buta huruf dalam ilmu moneter? Di samping 
itu mayoritas anggota Pansus merasa diri mereka tetap tunduk pada permainan 
kotor Partai Demokrat demi pengamanan kursi Aliansi.



Sri Mulyani dan Boediono pun merasa aman dalam tangan Presiden SBY selalu dan 
oleh karenanya bersyukur bisa terlepas dari jerat pengkhianatan mereka terhadap 
bangsa dan negara.



10-1-2010.                                                                      
hmt oppusunggu

Kirim email ke