"Aku beku dalam matahari."

Demikian cuplikan puisi yang dibacakan Ketua Umum Partai Amanat Nasional 
periode 2005-2010 Soetrisno Bachir dalam pembukaan Kongres III PAN di Batam, 
Kamis (7/1) malam.

Puisi yang disusun kelompok pengajian Tasawuf Soetrisno itu menggambarkan 
berbagai paradoks di partai berlambang matahari itu secara filosofis.

"Awan gelap berarak mengepung angkasa yang terkoyak. Cahaya matahari memang 
masih bersinar. Tapi, semua ngumpet dan bersembunyi di balik dinding. Semua 
merasa lebih nyaman menggunakan payung dan berlindung di dalam istana agar 
terhindar dari cahaya matahari. Aneh, aneh," ucapnya.

Pembukaan Kongres PAN dikemas apik dan modern serta menghadirkan banyak artis. 
Sayangnya, saat Soetrisno membacakan puisinya, suasana kurang dipersiapkan 
matang sehingga tak menunjang penghayatan secara mendalam. Padahal, apa yang 
diungkapkan Soetrisno bukan sekadar kata.

Mencermati sekilas pembukaan kongres, memang tak tampak ada permasalahan, 
bahkan memberikan harapan. Hubungan antara Ketua Majelis Pertimbangan Partai 
(MPP) PAN Amien Rais dan Soetrisno yang dikabarkan retak sejak Pemilu Presiden 
(Pilpres) 2009 terlihat merekat kembali.

Dalam pilpres lalu, Amien mendukung Hatta Rajasa dan mendorong koalisi dengan 
Susilo Bambang Yudhoyono. Soetrisno memilih tidak berkoalisi dan cenderung 
bergandengan dengan Prabowo Subianto dari Partai Gerakan Indonesia Raya.

Soetrisno dengan rendah hati menyebut Amien sebagai imam dan meminta maaf. 
Sebaliknya, Amien yang membangun PAN sejak awal juga memuji Soetrisno yang 
mengorbankan banyak hal untuk membesarkan partai itu lima tahun terakhir.

"Kalau pemimpin PAN nanti bisa membuat PAN lebih besar, jangan pernah melupakan 
Amien Rais dan Soetrisno Bachir. Sebab, Anda menaiki pundak Amien Rais dan 
Soetrisno Bachir," kata Amien yang disambut tepuk tangan.

Siap kecewa

Namun, melihat apa yang terjadi pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN yang 
berlangsung beberapa jam sebelum pembukaan kongres, terasa mengiris hati. Puisi 
Soetrisno terasa menjadi nyata.

Dalam rakernas, kehadiran Soetrisno seakan tidak diperhitungkan lagi. Rakernas 
dijalankan tanpa menunggu kedatangannya di Batam. Padahal, ia masih menjadi 
Ketua Umum PAN.

Menurut keterangan Sekretaris Jenderal PAN Zulkifli Hasan, pesawat yang 
ditumpangi Soetrisno baru mendarat di Batam sekitar pukul 12.30. Sekitar pukul 
10.00, rakernas dibuka Amien. Zulkifli yang memimpin rapat.

Ketika rakernas akan ditutup pukul 11.35, Soetrisno kembali ditinggalkan. 
Zulkifli, selaku pemimpin rapat, menanyakan kepada peserta apakah penutupan 
menunggu Ketua Umum atau ditutup sekarang. Sejumlah peserta rakernas spontan 
berteriak meminta rapat segera ditutup. Amien, yang duduk di baris depan, pun 
menggerakkan tangannya memberikan isyarat kepada Zulkifli agar segera menutup 
rapat.

Saat ditanya soal itu, Soetrisno mengaku tak merasa ditelikung. "Saya memang 
dijadwalkan membuka rakernas, tetapi karena pesawat pukul 10.00, tak bisa 
membuka kalau pukul 09.00. Disepakati tutup acara pukul 13.00. Saya datang 
pukul 12.00-an, tapi diberi tahu panitia, acara sudah selesai. Jadi, tidak 
perlu tutup lagi. Ya, enggak apa-apa," ucapnya.

Soetrisno bercerita, sebelum masuk ke partai politik, dirinya sempat bertemu KH 
Mustofa Bisri, pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibien, Rembang, Jawa 
Tengah. Saat itu, Mustofa atau Gus Mus sempat berpesan supaya dia siap 
menghadapi dan mengalami kekecewaan tersebut.

"Untuk itu bagaimana me- manage kekecewaan itu. Kalau tak di-manage dengan 
baik, bisa stroke, frustrasi. Bahkan, gila. Lihat pemilihan kepala daerah 
(pilkada). Jika ter-manage, akan jadi inspirasi baru. Orang bilang saya 
dizalimi. Saya tidak merasa seperti itu," ucapnya.

Dalam pembukaan Kongres III PAN, Soetrisno pamit. Ia kini memilih memberikan 
tenaga, waktu, dan uangnya untuk membantu rakyat miskin melalui lembaga 
keuangan mikro, semacam Grameen Bank yang digagas peraih Nobel Muhammad Yunus.

Apa yang terjadi pada Soetrisno menunjukkan praktik politik di negeri ini 
terkadang mengabaikan rasa kemanusiaan, humanisme, dan kehangatan sebagai 
sesama. Ini terjadi tak hanya pada PAN, tetapi juga pada partai lain.

Apabila biasanya Soetrisno disambut dari bandara dengan iring-iringan mobil, 
kemarin dia dibiarkan sendirian. Bisa jadi ini menunjukkan, penghormatan 
sebelumnya itu diberikan hanya karena kekuasaan, bukan karena dasar ketulusan.

Sebagai partai yang memelopori reformasi dan demokratisasi, PAN memiliki tugas 
memperbaiki budaya politik di negeri ini. (sutta dharmasaputra)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/09/03241791/kehangatan.yang.tersisih

Reply via email to