Gawat! Bagaimana dengan 'Post Power Syndrome' ? Blog Kompasiana Koswara | 13 Februari 2010 | 11:55
Pernah mendengar penyakit sindrom suharto? Kayaknya ini adalah penyakit aneh, yang hanya ada di Indonesia. Penyakit ini bercirikan, apa yang dilakukan oleh pemerintah selalu dianggap salah. Apa saja. Padahal tidak semua yang dilakukan oleh pemerintah itu bertujuan untuk kepentingan pribadi dan salah. Mengapa disebut sindrom suharto? Tampaknya penyakit ini tumbuh saat pak harto berkuasa. Saat itu, pak harto melakukan tindakan yang baik karena untuk kepentingan negara dan yang tidak baik, karena untuk kepentingan sendiri. Contohnya adalah saat impor sapi dari israel. Proses impornya sangat rahasia, karena saat itu indonesia menyatakan bermusuhan dengan israel. Tapi pak harto mendapat informasi bahwa sapi yang paling bagus adalah yang ada di israel. Untuk kepentingan agar bangsa indonesia mampu mengembangkan sapi sendiri dan mampu makan protein hewani yang cukup, maka pak harto melakukan operasi rahasia impor sapi israel dan dikembangkan di peternakan milik pak harto sendiri di tapos, Bogor. Akibat tindakan pak harto itu, sebagian orang yang mulai curiga. Timbullah bisik bisik yang macam macam sekali. Pokoknya bisik bisiknya bernada sinis. Tentu saja, karena sumber sapi itu berasal dari israel itu. Padahal, seperti kita ketahui bersama, anakan sapi sapi dari Tapos itu kemudian disebarkan ke seluruh Indonesia agar peternak indonesia memilik sapi bagus. Dengan kata lain, niat baik pak harto berbalik menjadi nada sinis. Banyak sebenarnya nada sinis yang diesbut sindrom suharto ini, yang dilontarkan terhadap niat baik pak harto. Diantaranya lagi adalah pengembangan industri penerbangan di indonesia. Tujuannya baik, agar indonesia mandiri dan mampu membuat pesawat terbang sendiri. Sampai sampai N250 buatan pt IPTN (sekarang pt DI) yang prototipe awalnya disebut TETUKO, dilecehkan dengan kata kata Sing TEko ora TUku tuku sing tuku ora teko teKO. Padahal tetuko dalam pewayangan adalah anak manusia terbang gatutkoco. Yang sinis mengatakan buang buang duit saja. Indonesia itu tidak perlu industri pesawat terbang, tapi industri rakyat agar lapangan kerja banyak. Setelah Suharto lengser, nada sinis sindrom suharto dipakai untuk menyingkirkan Habibie dari kursi kepresidenan. Bahkan saat gusdur jadi presiden, nada sinis atas apapun yang dilakukan oleh presiden makin kencang saja. Bahkan kasus ajinomoto pun dituduhkan kepada gusdur. Saking kuatnya sindrom suharto pada Gusdur itu, sampai akhirnya masyarakat berpendapat bahwa memang gusdur tidak cocok jadi presiden. Sindiran sindrom suharto ini berujung pada pemakzulan Gus dur. Sindrom suharto juga berhembus kencang saat megawati jadi presiden. Memang tidak sampai ke pemakzulan megawati. Tapi, apapun niat baik megawati dalam membenahi negara, pasti salah, sehingga citra megawati jelek yang membuat megawati kalah melawan SBY dalam pemilu. Di jaman SBY berkuasa juga demikian. Kita tentu ingat saat penggantian minyak tanah ke LPG 3 kg. Kata kata sinis atas usaha penggantian itu banyak sekali yang diantaranya adalah kebakaran terjadi akibat kompor gas meledak. Ketika pak SBY membentuk tim 8 untuk mengatasi kriminalisasi KPK, angin kecurigaan sindrom suharto berhembus sangat kencang. Untungnya kasus kriminalisasi KPK itu selesai dengan baik. Selanjutnya, muncul kasus bail out bank Century. Satu tahun setelah bail out itu dilakukan, terjadilah rame rame mempertanyakan mengapa dilakukan bail out. Bahkan, saking kencengnya kecurigaan mengapa dilakukan bail out, dibentuklah pansus hak angket Century. Sekarang, ketika Antasari divonis 18 tahun penjara, timbul kecurigaan bahwa SBY bermain dalam vonis hakim itu. Hebatnya, tuduhan itu diucapkan oleh tokoh partai. Ketika KPK mulai menetapkan Bahtiar Chamsah menjadi tersangka korupsi sapi dan mesin jahit, timbul kecurigaan bahwa SBY menekan PPP agar tidak mendukung anti bail out. Ketika SBY meminta kriminal pajak diusut, timbul kecurigaan bahwa SBY menekan Golkar agar kembali mendukung upaya bail out Century. Terakhir, ketika Dudhie Makmun Murod ditahan KPK, maka Sekjen PDI-P himself menuduh bahwa SBY menekan PDI-P agar mendukung tindakan SBY membail out Century. Ternyata, sindrom suharto itu sudah sangat mendarah daging. Artinya, apapun yang dilakukan pemerintahan, MAU BAIK ATAU BURUK, PASTI SALAH.