Bung Liman,
 
Anda ini memang jago dalam membangun Logika Miring.
Dalam upaya untuk membela SBY, anda kelihatannya tidak kenal lelah dan selalu 
berupaya untuk membenarkan apapun yang dilakukan oleh SBY dan Partai Demokrat.
Upaya SBY dan Partai Demokrat untuk mengancam Partai Koalisi yang berani 
menyatakan bahwa kasus bailout Bank Century banyak unsur pelanggaran hukumnya, 
baik dengan ancaman Penggantian Mentri dan Pemeriksaan Pajak Yang Tertunggak, 
ternyata tidak membuat mereka ketakutan.
Anggota Partai Koalisi kelihatannya lebih takut dengan ancaman masyarakat 
dibandingkan ancaman dari SBY dan Partai Demokrat.
Masyarakat mengancam akan menghukum Partai manapun yang bersedia untuk 
melacurkan diri dengan cara mengabaikan fakta yang terungkap di Pansus Bank 
Century demi untuk menikmati bagian dari Kue kekuasaan yang dibagikan oleh SBY..
Jadi rakyat tidak bodoh dalam menyikapi hasil Pansus Bank Century.
 
SBY dan Partai Demokrat harus segera merubah strategi bila ingin memenangkan 
pertempuran ini.
 
Salam,
 
Adyanto Aditomo


--- Pada Jum, 12/2/10, liman PAP <liman_...@yahoo.com> menulis:


Dari: liman PAP <liman_...@yahoo.com>
Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Zero Sum Game SBY?
Kepada: "FP Kompas" <Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com>
Tanggal: Jumat, 12 Februari, 2010, 2:51 AM


 



Blog Kompasiana | 12 Februari 2010 | 09:24

Logika bahwa parpol ‘berkoalisi untuk kebenaran’ atau ‘hanya berkoalisi dengan 
SBY’, bukan dengan Demokrat sebenarnya adalah strategi untuk menyandera SBY 
sekaligus mengejek Partai Demokrat. Wacana dengan logika berpikir tersebut, 
yang terus dimunculkan merupakan unjuk kekuatan bahwa kebijakan bail out salah 
sehingga Pansus telah bertindak benar dengan kesimpulan awalnya. Parpol akan 
membela kebenaran walaupun telah berkoalisi. Pernyataan yang menohok rezim 
pemerintah diperparah dengan pernyataan Sekjen partai koalisi yang menantang, 
‘walaupun berkoalisi apa diajak maling kita juga akan maling’.

Terlepas dari pernyataan di atas yang berbentuk mind-game, jika SBY membiarkan 
saja maka yang ditangkap rakyat adalah bahwa memang kebijakan pemerintah salah 
dan Pansus sudah pasti benar sehingga Parpol koalisi wajib membela kebenaran 
demi kepentingan rakyat. Bukan kepentingan yang salah! gawat bukan. Upaya 
pen-delegitimasi simbol negara yang meniru langkah ‘kudeta merangkak’ terhadap 
Soekarno dan Gus Dur dengan pembentukan opini publik.

Parpol yang berkoalisi, terutama PG adalah partai sarat pengalaman dan penuh 
ahli politisi petualang. Masih segar dalam ingatan kita, Pemilu 1997 PG (belum 
jadi partai) mendulang suara sekitar 90%. Hasil yang diperoleh bukan hanya 
murni dari kerja keras dan simpatik rakyat tetapi juga setelah penggembosan PDI 
Mega 1996. KSAD saat itu juga bermanuver dengan mengenakan jacket kuning dan 
menggandeng mbak Tutut ke mana-mana. Apakah KSAD melakukan itu demi PG ? Tentu 
saja bukan. Mantan KSAD melakukan itu sudah pasti demi Ketua Pembina PG saat 
itu, Soeharto. Dan putrinya mbak Tutut adalah kader PG yang digadang-gadangkan 
sebagai calon pemimpin masa depan.

Siapa yang ‘berkoalisi’ dengan PG? Semua berkoalisi dengan Soeharto yang 
kebetulan merupakan ketua Pembina PG. Maret 1998 ketua MPR Harmoko, yang juga 
Ketum PG menyatakan rakyat masih menginginkan Soeharto jadi Presiden. Mei 1998 
Harmoko juga yang meminta Soeharto turun karena aspirasi rakyat dalam 2 bulan 
ini telah berubah. Apakah PG juga ikut jatuh?

Ternyata tidak. PG segera berubah menjadi partai dgn semboyan PG baru. 
paradigmanya, tidak akan pernah die-hard lagi untuk presiden, siapapun 
presidennya, supaya PG tetap selamat berada di dalam lingkaran kekuasaan 
siapapun. Pemilu 1999 PG melorot ke No 2. Berhubung presiden Habibie sedang 
terkena sorotan skandal bank bali, maka PG tidak mendukung penuh sehingga 
pidato pertanggung jawaban habibie ditolak MPR. Apakah PG juga kehilangan? 
Tidak. Ketum PG malah dapat jabatan ketua DPR dan tetap berada di lingkaran 
kekuasaan, walaupun Presiden nya dari Poros tengah, dari PDI-P dan sampai saat 
ini dengan Presiden dari Ketua Pembina PD. Hebat bukan?

Tidak heran jika PG menyatakan cuma berkoalisi dengan pemerintah SBY bukan? PG 
sudah pasti tidak ingin mengulangi kesalahan Harmoko. Menilik sejarah, cuma 2 
partai yang die-hard untuk Presidennya, yakni PKB untuk Gus Dur dan PDI-P untuk 
Mega. Jika PD meniru langkah 2 partai ini, SBY sebagai Ketua Pembina PD 
mestinya jangan menyia-nyiakan dukungan PD.

Jika rezim SBY memang salah, walaupun didukung rakyat, memang lebih baik 
berkoalisi dengan sebanyak mungkin Parpol yang ada di DPR. Tetapi bagaimanapun 
legitimasi nya sudah hilang. Tinggal tunggu waktunya saja.

Tetapi jika rezim SBY tidak salah, tetapi tetap mengalah dan berusaha menjalin 
koalisi dengan ahli politisi petualang, hanya karena tidak ingin seperti 
Soekarno dan Gus Dur yang dijatuhkan tanpa dasar kebenaran yang sahih, maka SBY 
memang bukan Presiden yang baik. Kekuasaan tetap di tangan, tetapi telah 
mempermalukan integritas SMI, Boediono, PD dan 60% rakyat yang mencoblos 
kemaren.

Politik memang penuh hitung-hitungan yang orang awam tak mengerti. Mungkin SBY 
ingin menyenangkan semua pihak. Atau mungkin SBY takut kehilangan SDM-SDM yang 
tangguh di kabinet. tetapi jika itu sebabnya, mestinya SBY tidak perlu kuatir. 
Banyak ahli yang benar-benar ahli dan berintegritas. Masih ada Faisal Basri, 
Aviliani dll. Dan jangan lupa masih ada TNI dan purnawirawan TNI yang merupakan 
SDM yang tangguh dan terlatih sejak di AKABRI bahwa semua kerja dan tugas demi 
kepentingan bangsa dan negara sesuai SAPTA MARGA.

Era bisnis TNI sudah berakhir. Tidak akan ada konflik kepentingan atau kolusi 
bisnis dengan penguasa. Dan jangan lupa, anggota TNI pasti akan membayar pajak 
penghasilannya, karena doktrinnya adalah semua demi bangsa dan negara, bukan 
untuk kepentingan bisnis.

Salam,

Liman





Kirim email ke