Kemarin  seorang teman di facebook men-tag saya sebuah tulisan yang mengkritisi 
rencana pembangunan PLTA Peusangan 
http://serambinews.com/news/view/27529/plta-peusangan-merusak-alam yang ditulis 
oleh Arwinsyah Abdul Rahim

Penulis artikel ini sangat saya kenal dengan baik, karena penulis artikel ini 
adalah Pak Cik (adik ibu) saya, yang juga sekaligus adik angkatan saya di UKM 
PA Leuser Unsyiah.

Sudah lebih dari 5 tahun ini saya tidak pernah bertemu ataupun melakukan kontak 
dengan penulis ini, sampai tiba-tiba artikel tentang PLTA Peusangan yang dia 
tulis ini muncul, tapi orangnya masih tidak saya ketahui keberadaannya dimana.

Kalau saya bisa bertemu dengannya sebetulnya saya ingin menanyakan beberapa hal 
mengenai argumen dalam tulisannya ini.

Petanyaan penting yang akan saya ajukan terhadap artikelnya yang dimuat oleh 
Serambi ini adalah indrustri apa yang tidak merusak Alam?...Pertanyaan yang 
sama diajukan oleh seseorang yang bernama Oryza Sativa ketika tulisan ini di 
post oleh seseorang di facebook.

Pertanyaan ini perlu diajukan karena sekarang manusia sudah sangat bergantung 
pada yang namanya industri. Meskipun banyak orang yang menuding industri adalah 
sebuah bentuk keserakahan, tapi sebenarnya Industri sendiri adalah kebutuhan.

Tanpa industri, tanpa teknologi, tanpa merusak Alam, BUMI sudah tidak bisa lagi 
menampung manusia dengan sejumlah yang ada sekarang ini.

Tanpa industri kita harus mengembalikan seleksi manusia kepada alam sehingga 
kita harus benar-benar konsisten dengan HUKUM ALAM,  artinya kita kembali 
menjadi seperti makhluk-makhluk lain yang menganut Selection of the Fittest, 
hanya yang terkuatlah yang berhak hidup. 
Untuk itu filsafatnya Nietsche soal Ueber Man, Sikap dan Gaya pemerintahan 
Hitler yang kejam tanpa kompromi harus secara luas kita adopsi. 

Untuk menjadikan bumi asri tanpa harus merusak alam sama sekali, setidaknya 80% 
manusia yang menghuni planet ini harus dihabisi.

Saat ini banyak LSM yang katanya pecinta lingkungan yang banyak mendapatkan 
suntikan dana dari luar yang selalu demikian gencar mengkritisi dan berusaha 
menghambat setiap keputusan yang sedikit saja mengganggu lingkungan. Alasan 
mereka untuk memprotes jelas dikatakan karena didasari oleh alasan mencintai 
alam dan menyelamatkan bumi. Tapi ide mereka itu seringkali lebih banyak untuk 
menguntungkan kebijakan para pendonor LSM mereka tanpa sama sekali 
mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.

Contohnya sekarang, ada banyak LSM lingkungan yang memprotes rencana 
pembangunan PLTA Peusangan secara berlebihan, alasannya selalu alasan klise, 
merusak alam.

Salah satu model pendapat seperti itu adalah seperti yang ada dalam artikel 
yang ditulis oleh Pak Cik ku ini yang terlihat sedemikian menggebu-gebu 
menentang pembangunan PLTA ini.

Beberapa argumennya dalam artikel ini cukup bisa diterima, misalnya argumennya 
soal akibat keberadaan PLTA ini akan ada banyak lahan yang harus dibebaskan. 
Dan memang berdasarkan pengalaman yang ada, saat ada proyek pembebasan lahan, 
akan kemudian diikuti oleh penebangan dan pengalih fungsi hutan di lingkungan 
sekitarnya.

Tapi menurut saya, untuk mengatasi persoalan seperti ini, pengawasan peruntukan 
lahan itulah yang harus dengan ketat dilakukan, bukan pembangunan PLTA-nya yang 
dipermasalahkan.

Oke lah keberadaan PLTA ini kita akui agak sedikit merusak, tapi keberadaannya 
jelas bisa mengatasi solusi Listrik di Gayo secara khusus dan di Aceh secara 
umum.  Karena faktanya Aceh memang kekurangan listrik dan keberadaan PLTA 
Peusangan di daerah ini memang sangat dibutuhkan.

Ketersediaan pasokan listrik yang terjamin pada gilirannya akan memudahkan 
pengembangan ekonomi Aceh yang akan mensejahterakan rakyat banyak. Jadi kalau 
dihitung-hitung, saya pikir, keberadaan PLTA Peusangan ini masih lebih banyak 
manfaat ketimbang mudharatnya.

Sementara argumen lain soal kemungkinan adanya skenario besar kapitalisme 
asing, yang akan menggunakan energi yang dihasilkan oleh PLTA Peusangan sebagai 
pemasok energi listrik untuk menggerakkan tambang-tambang itu adalah dugaan 
yang terlalu spekulatif dan berlebihan.

Tapi bagaimanapun informasi dari Cik Win tentang adanya rencana pembangunan 
pertambangan emas besar-besaran di wilayah Aceh ini wajib kita cermati dan kita 
tentang, karena kalau industri ini memang lebih banyak mudharat ketimbang 
manfaatnya bagi Aceh dan Gayo secara khusus.

Kemudian solusi dari Cik Win soal mengalihkan fokus penyediaan listrik dari 
PLTA ke tenaga panas Bumi, saya pikir tidaklah semudah dan sesederhana yang dia 
bayangkan. Karena untuk membuat sebuah pembangkit listrik panas bumi, tidaklah 
bisa sim salabim langsung jadi.

Proses dari mulai risetnya, untuk meneliti uji kelayakan, dampak lingkungan dan 
yang terpenting untuk mendapatkan pemodalnya, akan utuh waktu yang sangat lama. 
Ada banyak proses birokrasi dan berbagai macam lobi dan berbagai konflik 
kepentingan yang harus dilewati. Untuk bisa memproduksi listrik dari panas bumi 
Burni Telong,  kalau semuanya berjalan lancar,  proyek itu baru bisa mulai bisa 
berjalan paling cepat 20 tahun dari sekarang. Sementara segala urusan tentang 
PLTA ini udah sampai pada tahap yang mendekati awal pengerjaan. 

Desember 2008 yang lalu, saya pernah mengikuti sebuah seminar tentang listrik 
tenaga panas bumi di hotel Oasis Banda Aceh. Di sana saya bertemu dengan orang 
dari Chevron, pemilik pembangkit listrik panas bumi terbesar di negeri ini. 
Dari dia saya mengetahui kalau untuk melakukan eksplorasi dan studi kelayakan 
pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi itu diperlukan riset yang 
panjang dan berbiaya sangat mahal.

Sebagai contoh, untuk membuat sebuah titik untuk menguji apakah panas bumi di 
suatu daerah cukup layak dieksploitasi atau tidak, kita butuh setidaknya 3 juta 
dollar. Dan untuk bisa mendapatkan titik eksplorasi yang layak digunakan untuk 
pembangkit listrik, tidak cukup cuma melakukan dua tiga kali ujicoba. 

Pertanyaannya, kalau kita ingin mengalihkan proyek PLTA Peusangan ini ke proyek 
listrik panas bumi, dari mana kita mendapatkan dana awal sebanyak itu untuk 
melakukan eksplorasi. Perusahaan mana yang akan kita ajak bekerja sama, 
bagaimana cara kita melakukan lobinya?

Jadi menurut saya jangan lagilah kita banyak buat masalah yang membuat 
pengerjaan PLTA Peusangan ini tidak jadi dilaksanakan.

Wassalam

Win Wan Nur

Keponakan Arwinsyah A.R

www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to