Yayasan Bayi-Cikeas yang Masih Ngompol

 
Limantina_sihaloho
|  26 Maret 2010  |  23:04


 
1 dari 1 Kompasianer menilai Aktual.




 
(Sumber: http://www.indofamily.net/women)
Mereka juga mendapat saran untuk mendirikan yayasan yang akan mengelola rumah 
pintar tersebut. Ketika mencari-cari nama yayasan, kebetulan, cucu Ny Ani 
Bambang Yudhoyono yang bernama Tunggadewi lewat. ”Maka, diberi saja nama 
Tunggadewi,” ujar Ny Ani. ”Jadi, jangan dihubung-hubungkan dengan ’gurita 
Cikeas’ itu,” ujarnya.
 
Uraian di atas saya kutipkan dari link ini:  Jangan dikaitkan dengan gurita 
Cikeas. 
 

Kebetulan:Yayasan Bayi Berpopok yang Masih Ngompol

Mengapa manusia senang berkuasa? Salah satu jabawannya adalah karena kekuasaan 
itu memberikan dan menjamin berbagai macam keistimewaan bagi yang sedang 
memilikinya. Maka tak heran, bahkan, lintasan seorang anak kecil yang masih 
balita yang kebetulan lewat, kalau si anak kecil merupakan bagian dari 
kekuasaan, dalam hal ini kebetulan merupakan cucu seorang presiden yang sedang 
menjabat, menjadi terlalu penting.
 
Sebutkan saja Yayasan itu bernama Yayasan Tunggadewi sesuai nama cucu pertama 
presiden yang masih balita yang bahkan masih berpopok itu tanpa harus 
menyebut-nyebut bahwa ketika mencari nama yang cocok bagi yayasan, si balita 
yang masih berpopok dan masih ngompol di popok itu kebetulan lewat. Tanpa 
embel-embel bahwa si kecil sedang lewat saja sudah cukup menjadikan nama 
Yayasan Tunggadewi sebagai sebuah nama dengan mengambil nama cucu pertama 
presiden yang sedang menjabat itu cukup norak dan tak tahu batas rasa malu. 
Kemaruk.
 
Sikap terbuka yang lugu nian dari istri seorang presiden yang biasa nempel ke 
mana pun presiden pergi yang mengatakan bahwa cucunya sedang lewat dan 
kelewatannya itu menjadi penting sampai telah menjadi nama sebuah yayasan 
merupakan salah satu bentuk kenorakan orang-orang yang berada di lingkaran 
kekuasaan.
 
Mumpung masih menjadi orang-orang penting, hayo, kita bangun yayasan A sampai Z 
dengan mempergunakan bahkan nama anak-anak yang baru lahir dan masih mengompol.
Pada umumnya yayasan-yayasan melambangkan atau mengandung sebuah simbol atau 
nama di mana simbol dan nama itu penting. Kalau nama, maka biasanya nama itu 
adalah nama orang-orang yang selama hidupnya telah berjasa melakukan sesuatu 
bagi sesama, bagi kemanusiaan.
 
Yang terjadi di lingkungan keluarga presiden di Indonesia sekarang ini dengan 
memberikan nama seorang bayi yang masih ngompol dan berpopok menjadi nama 
sebuah yayasan benar-benar…he…he…he…! Kekuasaan jenis apa pula ini?
 

Cikeas Semakin Menggurita?

Jangan kaitakan dengan gurita Cikeas, begitu permintaan istri presiden sekarang 
ini. Alaamaaak, kalau sudah nekad menjadikan nama bayi yang masih berpopok dan 
mengompol di popok menjadi nama sebuah yayasan, bukankah itu sudah melebihi 
gurita Cikeas? Bukankah itu malah sudah bisa merupakan pengembangbiakan gurita 
Cikeas?
 
Tentu saja tidak sulit bagi kebanyakan orang yang punya nalar bahkan nalar 
pas-pasan saja untuk menalar sepak terjang Rumah Pintar Cikeas yang berada di 
bawah Yayasan Tunggadewi. Dari segi penggunaan kata saja, kedua istilah ini 
sudah mengandung alias hamil berat dengan berbagai macam isi. Dari lima butir 
kata yang ada dalam Yayasan Tunggadewi Rumah Pintar Cikeas sudah ada tiga kata 
yang membuat bulu kuduk saya terkulai lemas: Yayasan, Tunggadewi, Cikeas.
 
Yayasan merupakan tempat orang berpayung; cara legal untuk memperoleh dan 
meraup dana dari berbagai sumber. Konon lagi kalau yayasan itu merupakan milik 
orang-orang yang sedang berkuasa. Ah, sudah bisa Anda perkirakan kan? Apalagi 
dalam kultur Indonesia yang masih berjiwa feodaaaaal.
 
Tunggadewi, nama seorang cucu presiden yang sedang berkuasa yang masih berpopok 
dan mengompol yang belum tahu menahu soal politik dan kekuasaan. Masih 
mengompol kok namanya sudah harus menjadi nama sebuah yayasan? Ada juga sih 
para orang tua yang menjadikan nama diri, anak atau cucu mereka menjadi nama 
perusahaan atau sejenis itu tetapi menjadikan nama seorang cucu presiden 
menjadi nama sebuah yayasan itu jelas merupakan pamer kekuasaan pada tingkat 
berlebihan.
 
Cikeas, sebuah kata yang menjadi sangat terkenal setelah terbitnya buku 
berjudul Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro. Justru dengan mengatakan, 
“Jangan kaitakan dengan gurita Cikeas”, oleh istri presiden yang sedang 
menjabat sekarang ini, saya justru melihat ada keterkaitan. Yayasan Tunggadewi 
ini justru merupakan pengguritaan oligarki keluarga Cikeas yang sebelum menjadi 
presiden merupakan keluarga biasa-biasa saja di negeri ini seperti kebanyakan 
orang; nggak kaya dan nggak punya berbagai macam perusahaan. Nah, setelah SBY 
menjadi presiden dalam 6 tahun terakhir, berbagai yayasan bermunculan dan 
keterlibatan anggota-anggota keluarga dalam berbagai bidang usaha semakin 
jelas. Apa maksud dan tujuan? ***


***












Tags: Yayasan Tunggadewi, Gurita Cikeas


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke