Asset dari kasus Bank Century ini yang disimpan oleh ROBERT TANTULAR dan 
kroninya, HESHAM ALWARRAQ dan RAFAT ALI RIZVI sebagai berikut:

1. Di dalam negeri:
===================
Berupa uang senilai Rp. 258,5 Milyar ditambah dengan Saham KSEI sebanyak 
3.295.837.885 lembar, dana Saham di PT. Bahana Securitas 269.250.000 lembar.

2. Di luar negeri:
==================
Temuan asset tersangka di luar negeri senilai Rp. 11,832 Trilyun, terdiri dari 
sebagai berikut :

a) Asset milik ROBERT TANTULAR total senilai USD 19,25 Juta atau setara dengan 
Rp 192,5 M
==================================================
1. USB AG Bank Hongkong sejumlah USD1,822,082.67.
2. Trust Structure di PJK Jersey sejumlah USD16,5 Juta.
3. Private Wealth Management Division (Divisi Pengelolaan Kekayaan Pribadi) di 
British Virgin Island (Inggris) sejumlah USD927,776.54.

b) Asset milik HESHAM AL WARRAQ dan RAFAT ALI RIZVI (DPO) total senilai USD 
1,164 Milyar atau setara dengan Rp 11,64 Trilyun:
============================================================
1. UBS AG Bank sejumlah USD 3,503,435.96.
2. Standard Chartered Bank sejumlah USD 650,005,942 dan sejumlah SGD 4,006.
3. ING Bank sejumlah USD 388,843,415

c) Asset milik ROBERT TANTULAR yang lain :
=========================================
1. Asset di Greensey bernama JASMICO TRUST sejumlah USD 14,8 juta
2. Asset di Bermuda berupa polis asuransi senilai USD 7,227,573.00.
3. Asset di Swiss berupa deposit di Dresdner Bank sebesar USD 220 juta

Dari serentetan peristiwa yang terjadi dimulai dari persitiwa merger hingga CAR 
negatif maka Bank Century bisa dikategorikan sebagai Bank gagal/ bank rapuh 
bukan akibat terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia(krisis global) 
tetapi karena adanya perampokan yang tersusun rapi.

KENAPA BISA DIRAMPOK karena tidak adanya pengawasan oleh otoritas moneter 
keuangan yang tidak tersistem dengan baik. Jika kemudian Pemerintah berasumsi 
berdampak sistemik tentu kesalahan harus ditimpakan kepada Pemerintah Indonesia 
selaku otoritas moneter keuangan.

Meminjam istilah Pak JK jika terjadi badai topan beliung kenapa badai tidak 
menghancurkan seluruhnya, Kenapa badai hanya mengancurkan Bank Century saja ?. 
Jika terjadi gempa kenapa gempa tidak menghancurkan semuanya kenapa gempa cuma 
menghancurkan satu bangunan Bank Century ?

Bank Rapuh:
=============
Bank dipandang sebagai lebih rapuh untuk tiga alasan.
(1) modal rendah-untuk-aset rasio (CAR yang rendah)
(2) rendahnya kas ke-aset rasio (pecahan cadangan perbankan), yang mungkin 
memerlukan penjualan aktiva untuk memenuhi kewajiban.
(3) permintaan yang tinggi utang-utang jangka pendek-ke-total utang rasio ,yang 
mungkin memerlukan penjualan aset dan non-cair aktiva dll.

Dengan demikian, semakin besar kerapuhan diyakini dapat mengakibatkan kegagalan 
yang lebih besar pada sebuah bank.

Contoh:
Bank CIC melakukan transaksi surat-surat berharga (SSB) fiktif senilai US$ 25 
juta yang melibatkan Chinkara. Selain itu terdapat pula SSB berisiko tinggi 
sehingga Century wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif 
(PPAP). Ini berakibat CAR Bank CIC menjadi negatif. Kondisi ini membuat 
penarikan dana pihak ketiga besar-besaran yang mengakibatkan bank mengalami 
keseretan likuiditas dan telah melanggar ketentuan posisi devisa netto (PDN).

Regulator pebankan di Indonesia memberikan persetujuan merger atas Bank Pikko, 
Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century yang dinilai sebagai bank rapuh.
Sebagai bank rapuh CAR Century per 28 Februari 2005 atau dua bulan setelah 
merger, adalah negatif 132,5 persen. Dalam kondisi ini, seharusnya otoritas 
moneter keuangan di Indonesia seharusnya menetapkan Century sebagai bank dalam 
pengawasan khusus.

Dalam perbankan, Bank rapuh (bank gagal) dianggap mengidap penyakit menular 
karena penularan:
(1) terjadi lebih cepat;
(2) menyebar lebih luas dalam industri;
(3) menghasilkan lebih banyak kegagalan;
(4) mengakibatkan kerugian yang lebih besar kepada kreditur (deposan) di 
perusahaan gagal; dan
(5) menyebar lebih luas ke industri perbankan, ke sektor lainnya, makroekonomi, 
dan negara-negara lain.

Bank skala kecil dengan interbanknya yang kecil tidak mempunyai dampak 
sistemik, sementara perbankan skala besar dengan interbanknya besar kegagalan 
bisa memperparah kemerosotan ekonomi.

Rapuhnya sebuah bank (lembaga penyimpan) secara luas dapat dianggap memiliki 
efek lebih besar pada perekonomian dan dengan demikian dianggap lebih penting 
daripada kegagalan jenis usaha lain.

Kegagalan sebuah bank rapuh dipandang lebih merusak daripada kegagalan lain 
karena khawatir mereka akan dapat membuat efek (jika interbank besar=> baca 
domino) pada sistem perbankan.

Apa yang membuat, setidaknya, persepsi kegagalan bank dan rapuhnya bank lebih 
penting, terutama untuk kebijakan publik, adalah ketakutan bahwa kegagalan atau 
lemahnya sebuah bank mungkin tumpah ke bank lain dan mungkin bahkan di luar 
sistem perbankan terhadap sistem keuangan secara keseluruhan, makroekonomi 
domestik, dan negara lainnya.

Ketakutan serupa umumnya tidak dirasakan atas kegagalan perusahaan lain. 
Kegagalan pabrik baja, produsen perangkat lunak, atau toko kelontong tidak 
secara luas dianggap menumpahkan ke perusahaan lain dalam industri yang sama.

Namun, sebagian besar bukti-bukti menunjukkan bahwa bahaya terbesar dari risiko 
sistemik tidak berasal dari kerusakan yang dapat dikenakan pada perekonomian 
dari serangkaian kegagalan bank, tetapi kerusakan yang dikenakan pada 
perekonomian yang merugikan dan dampak buruk kebijakan publik yang diambil 
untuk mencegah risiko sistemik.

Selain itu, karena bank secara finansial terjalin erat satu sama lain melalui 
pemberian pinjaman dan meminjam dari satu sama lain, memegang saldo deposit 
dengan satu sama lain, maka kegagalan sistem kliring pembayaran, lemahnya satu 
bank pun diyakini lebih mungkin untuk menularkan ke bank yang lain(Interbank).

Dengan demikian, sistem perbankan dianggap lebih rentan terhadap risiko 
sistemik, di mana risiko sistemik didefinisikan sebagai akumulasi kerugian 
(kumulatif probabilitas) yang akan terjadi dari suatu peristiwa yang membakar 
dan serangkaian kerugian yang berturut-turut sepanjang mata rantai yang terdiri 
dari lembaga ekonomi atau sistem pasar

Untuk merancang kebijakan publik yang efisien yang dapat mencegah kerapuhan 
bank-bank yang akan diterjemahkan ke dalam tingkat kegagalan yang tinggi, maka 
perlu untuk memahami penyebab potensial baik individu kegagalan bank(lemahnya 
sebuah bank) dan risiko sistemik.

Risiko sistemik dianggap terjadi karena semua lembaga ekonomi(pasar) yang 
saling berhubungan (Interkoneksi ini) memberikan sebuah mata rantai guncangan 
salah satu lembaga ekonomi atau pasar yang ditularkan kepada yang lain. Neraca 
Satu bank atau institusional dari masing-masing lembaga ekonomi atau pasar 
termasuk aset baik kewajiban atau nilai-nilai tergantung pada perilaku pelaku 
ekonomi/pasar.

Pengawasan otoritas moneter dan keuangan yang tersistem dengan baik:
====================================================================

Posisi CAR Bank Century per 28 Februari 2005. Saat itu, posisi CAR Bank Century 
adalah negatif 132,5 persen. "Seharusnya Bank Century sudah masuk dalam Spesial 
Survailence Unit (Pengawasan khusus).

Pengawasan bank oleh otoritas moneter keuangan jauh lebih penting dimana 
pengenaan peraturan kehati-hatian oleh regulator perbankan telah diidentifikasi 
sebagai "unik," dan kadang-kadang memiliki potensi keterlibatan pemerintah pada 
proses politik.

Hal ini yang kemudian membuat lebih mudah bagi pemerintah untuk membenarkan 
menerapkan peraturan-peraturan lain terutama yang memiliki tujuan politik dan 
sering bertentangan dengan tujuan peraturan kehati-hatian, misalnya, alokasi 
skema kredit.

Contoh:
Kita bisa menyimpulkan, kolapsnya Bank Century merupakan akumulasi
ketidaktegasan Bank Indonesia sejak awal gabungnya Bank Pikko, Bank Danpac, dan 
Bank CIC menjadi Bank Century. Bahkan BI tidak menerapkan aturan merger 
sebagaimana yang diatur dalam SK Direksi BI Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 
1999 tentang Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum. BI juga 
tidak menerapkan SK Direksi BI Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 
tentang Kualitas Aktiva Produktif yang menyebabkan rasio kecukupan modal (CAR)
Century negatif.

Akibatnya, dapat dikatakan bahwa kinerja buruk yang dialami perbankan tanpa 
pengawasan dan sistem yang baik dari otoritas moneter keuangan di Indonesia 
terutama diakibatkan pelanggaran peraturan yang telah dibuat oleh regulator 
perbankan mencerminkan kegagalan pemerintah, daripada kegagalan pasar(dampak 
sistemik).

Contoh:
Pada saat Bank Century melakukan pencairan dana FPJP tahap I pada tgl
14/11/2008, pada tgl yang bersamaan juga dilakukan perubahan terhadap PBI 
No.10/26/PBI/2008 dengan PBI No.10/30/PBI/2008.

PBI No.10/26/PBI/2008 adalah: "Bank dapat mengajukan permohonan FPJP wajib 
memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) 
paling kurang 8%.
Sementara dalam PBI No.10/30/PBI/2008 pasal 2 butir 2 berbunyi yang diubah: 
Bank dapat mengajukan permohonan FPJP wajib memiliki rasio kewajiban penyediaan 
modal minimum (capital adequeacy) positif.

Di sebagian besar negara, kegagalan sebuah bank tidak boleh lebih penting 
daripada kegagalan jenis usaha lain dengan ukuran yang sebanding dalam 
masyarakat.

Dalam ketiadaan asuransi deposito, potensi dampak negatif kepada masyarakat 
bisa diperkecil, semakin cepat diselesaikan bank bangkrut(Bank lemah) maka 
semakin kecil kerugian deposan.

Ini bukan untuk mengatakan bahwa kegagalan bank adalah costless. Kerugian 
dibebankan kepada para pemegang saham dan kemungkinan besar juga untuk deposan, 
kreditor tidak aman, dan asuransi deposit.

Pinjaman kecil pelanggan mungkin sangat terganggu oleh perubahan-perubahan 
dalam pinjaman, pinjaman standar, dan aspek-aspek lain dari hubungan bank 
berkelanjutan. Tapi ini tidak berbeda dari kerugian dan gangguan dalam hubungan 
perusahaan-pelanggan yang menyertai kegagalan hampir semua badan usaha dengan 
ukuran yang sebanding dalam masyarakat.

Untuk itu di perlukan peraturan kehati-hatian bank dan pengawasan bank oleh 
otoritas moneter yang didasarkan pada persepsi untuk mencegah bank gagal yang 
berdampak sistemik. Jika otoritas moneter keuangan lemah dalam pengawasan bank 
maka akan terjadi perampokan bank seperti pada kasus Bank Century.

Potensi risiko sistemik dapat dihilangkan jika regulator perbankan lebih 
hati-hati dalam pengawasan bank dengan sistem yang tersusun baik dan 
merekomendasikan inisiatif kebijakan publik yang akan sangat mengurangi, kalau 
tidak menghilangkan, resiko ini.

Pengenalan jaring pengaman pemerintah, dimana setiap bank harus punya rasio 
modal jauh lebih tinggi dan suku bunga kredit yang baik dan risiko kecil dalam 
portofolio mereka.

Jika tidak ada pengawasan yang baik tidak hanya memberikan kontribusi untuk 
meningkatkan biaya kegagalan bank jika sebuah bank terindentifikasikan gagal, 
namun, dengan menunda peraturan pengenaan sanksi terhadap lembaga-lembaga atau 
bank yang bermasalah, juga memberikan kontribusi untuk meningkatkan jumlah bank 
yang gagal.

Ini menunjukkan bahwa tingkat kegagalan bank juga tidak dapat dikaitkan dengan 
peningkatan ketidakstabilan dalam ekonomi atau pasar.(apalagi bank gagal atau 
lemahnya bank yang merugikan karena moral hazard). Karena mungkin saja 
masalah-masalah yang muncul lemahnya sebuah bank diakibatkan karena jaring 
pengaman yang dirancang dengan buruk.

Kasus yang penting yang terjadi di Indonesia: Paket Oktober 88 hingga kasus 
BLBI merugikan pemerintah triliunan rupiah


Reply via email to