Jika Anda berada di Jakarta, 17 -27 Juni 2010 ini, ada pameran seni
yang tak boleh Anda lupakan, yakni Biennale Indonesian Art Award 2010
bertema Contemporary, di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta. Anda akan
jumpa dengan Obama naik becak. Sayang seribu sayang, seniman Indonesia
mengkritik Obama menerima Nobel Perdamaian, tetapi tak satu pun
mengkritisi Miranda Goeltom, Ketua Yayasan Seni Rupa Indonesia, yang
membuka pameran ini. Bukankah karena Miranda, seorang Nunun, isteri
Adang Dorodjatun, kini mengaku pikun? Entah pikun benaran atau
pikun-pikunan karena tersangka di urusan indikasi sogokan demi
mentasnya sang Miranda jadi Deputi Gubernur BI?







TERKADANG tungau di seberang lautan tampak, tetapi gajah di
pelupuk mata seakan kealingan. Ungkapan itulah dapat saya tuliskan
setelah menyimak beragam karya seni, lukis, patung, grafis, dan video
yang dipajang di Galeri Nasional selama sepuluh hari ini. 



Utamanya sebuah becak istimewa di Jogja. Penumpangnya sosok berjas,
berdasi. Ia seorang diri. Kaki kirinya disilangkan ke kanan, sehingga
ujung sepatunya seakan menjulur ke depan. Tangan kanannya mengacung ke
atas. Jari telunjuk dan tengah, membentuk simbol peace. Wajahnya
tersenyum. Di kanan kirinya ada dua bendera kecil Amerika Serikat. Ya,
penumpang istimewa, memang, sosok Barack Obama, Presiden AS.



Itulah seni patung karya Wilman Syahnur berjudul: Membuat Obama dan
Perdamaian Dibuat-buat. Karya ini dinobatkan sebagai pemenang Biennale
Indonesian Art Award 2010. Seniman asal Yogyakarta ini mengalahkan
1.200 perupa lainnya.



Di arena pemeran, sosok patung Obama duduk di atas becak itu dapat Anda
temukan. Selain itu, dapat dilihat foto sikuel, di mana becak pernah
jatuh, lengan dan kaki Obama patah. Lalu patung dan becak tersungkur
itu beradegan berfoto di jalanan di depan rumah sakit umum di
Yogyakarta.



Anak saya yang paling kecil, meminta ke ibunya.



“Mama mau berfoto di atas becak dengan Obama.”



Tentulah becak itu tak bisa dinaiki.

 

Pematungnya , Wilman Syahnur menyuguhkan Barack Obama tersenyum lebar
di atas becak itu sebagai kritik atas anugerah Nobel Perdamaian untuk
Presiden Amerika Serikat tersebut.

 

"Ini kepercayaan buat saya agar berkarya lebih baik lagi," kata Wilman kepada 
media di  pembukaan pameran Kamis, 17 Juni  malam.



Sayangnya saya tak hadir di pembukaan pameran itu. 



Saya baru bisa datang pada Sabtu, 26 Juni, sehari sebelum penutupan.



Jika saja saya hadir di pembukaan pameran itu, saya akan bertanya
kepada Wilman. Mengapa Anda tidak membuat saja saja patung Miranda
Goeltom, sosok yang membuka pameran ini, sedang berangkulan dengan
Nunun, isteri Adang Dorodjatun, yang kini mengaku pikun itu? 



Nunun pikun karena tersangka di kasus indikasi menyogok anggota DPR
komisi keuangan perbankan, demi indikasi mentasnya Miranda jadi deputi
Gubernur BI? Dan becak mereka berdua itu diberdirikan di pembatas jalan
dengan latar gedung Komisi Pemilihan Umum (KPK). 



Jika Miranda dan Nunun yang dipatungkan, apakah kurator Jim Supangkat,
ketua tim juri akan memenangkan karya seni itu? Wallhuawam, wong
namanya juga baru di angan. Dan cumalah angan saya yang bukan seniman
patung.



Lalu apakah momen Juni ini dipaskan dengan rencana kehadiran Barack
Obama, yang tertunda lagi untuk kedua kalinya ke sini? Bisa jadi,.
Setidaknya bukan di pameran ini saja ada sosok Obama. 



Di Geleri Cipta II, Taman Ismail Marzuki (TIM) sosok Damien Dematra
juga menggelar pameran tunggalnya, dengan tema yang full Obama. Ketika
menyimak pameran di TIM itu, panitia penyelenggara secara terang-terang
bilang, “Bahwa pameran ini sedianya memang ingin menyambut kedatangan
Obama ke Indonesia, selain sebagai kegiatan amal mengumpulkan dana
untuk penderita penyakit Lupus”



“Sayang Obama tertunda lagi datang.”









KEMBALI ke Biennale. Yang pasti Jim Supangkat memilih juga The
Good, The Bad and The Restless karya Erwin Pandu Pranata dari Bandung
dan lukisan Teater Dari Saluran 99 karya Tatang Ramadhan dari Jakarta
sebagai pemenang II dan III.



Dari tiga nama pemenang itu, hanya Tatang Ramadhan yang saya kenal.
Pada era perubahan majalah Zaman, terbitan kelompok TEMPO, di 1985,
saya sebagai reporter bersama dengannya di majalah Matra. Ia redaktur
perwajahan yang mengubah Zaman ke Matra. Dari Tatang saya mengenal
tipografi, bahwa huruf dapat dimainkan, di-condent, misalnya. Kini
Tatang redaktur perwajahan harian Media Indonesia.



Sosok Tatang saya kenal rendah hati. Biacaranya kalem. Jika Anda pernah
mampir ke gedung Metro TV, banyak karya lukis Tatang yang lulusan
Senirupa ITB dipajang. Pada pertemuan terakhir dengannya, saya pernah
menyampaikan pertanyaan mengapa tak kunjung berpameran tunggal?
Bukankah sosok Surya Paloh yang mengoleksi banyak lukisannya dengan
mudah membuatkan sebuah pameran bagi Tatang.



“Ia nih, ayuklah kita buat pameran,” ujar Tatang, di suatu kesempatan ketika 
saya pernah tampil di Metro TV.



Dan sebagaimana biasa, Jakarta, yang radiusnya cuma se-Ibu Kota ini,
terkadang membuat jarak bagaikan antara Sabang sampai Merauke, sehingga
sebuah ide dan rencana, pergi menguap begitu saja. Kami pun seakan
sibuk entah ngapain, lalu siluturahim tak lagi terjalin.



Selain tiga karya terbaik di atas diberikan pula penghargaan Spesial
Mentioned untuk karya grafis dan lukisan, Police Shoot Them, Ariswan
Adhitama dari Yogyakarta dan Instalasi Dinding Aman-Suraman Smile,
karya MG Pringgondono dari Jakarta. Pringgondono melukis air brush
aneka wajah tersenyum di lengkungan helm yang dideretkan di dinding.



Biennale Indonesian Art Award 2010 bertemakan Contemporary diikuti
1.200 perupa Indonesia dengan berbagai karya lukisan, grafis tiga
dimensi, dan video art. "Di tengah maraknya kegiatan pameran, lelang,
dan berbagai kompetisi seni rupa, IAA tetap mendapat sambutan luar
biasa. Hal ini sangat menggembirakan, karena seni rupa tanpa dukungan
masyarakat seni tentulah tidak akan berkembang dengan baik," kata Ketua
Yayasan Seni Rupa Indonesia, Miranda S Goeltoem, dalam sambutannya. 



Pada penyelenggaraan 2012 nanti keikutsertaan seniman berdasarkan pengajuan, 
bukan lagi undangan atau seleksi khusus. 



Sehingga ide saya patung Miranda dan Nunun berangkualan di atas becak
dengan latar KPK, bolehlah saya usulkan untuk dibuat kepada Wilman
Syahnun. Toh momen Obama datang Juni lewat, sementara kasus suap
anggota DPR itu juga belum tuntas di KPK. Dan bisa-bisanya Nunun
mengaku pikun, juga bisa-bisanya Miranda masih berkesenian dan mebuka
pameran seni. 



Padahal dari seni, dari kesenian dan kesenimanan, saya menemukan oase kejujuran.



Dengan dibukanya pameran seni utama ini oleh sosok Miranda, sosok yang
terindikasi bermasalah, bagi saya sebagai simbol alam sekaligus, bahwa
sudah begitu keruh beragam ranah di Indonesia, tak terkecuali seni
rupanya. ***



Iwan Piliang, Literary Citizen Reporter, blog-presstalk.com





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke