Kalo mencermati ribut2 soal arah kiblat, bagi saya yang orang awam mungkin 
nggak begitu paham soal arah sembahyang seseorang kok menjadi suatu masalah sah 
tidaknya orang dalam beribadah. Meski belum berupa fatwa MUI, namun wacana 
untuk memindahkan arah yang selama ini sudah menjadi pakem kini bukan hal yang 
tabu untuk diperdebatkan umat. Tokh, MUI bukan dewa, apalagi Tuhan.
Ketimbang mencari tema diskusi yang membuat orang2 lupa akan kasus korupsi, 
mending MUI menggembar-gemborkan lagi perihal korupsi itu haram, korupsi itu 
haram, dan korupsi itu haram ! Itu lebih baik untuk kemaslahatan masyarakat, 
ketimbang berkontroversi soal arah shalat. Bukankah kemanapun kita menghadap, 
wajah Sang Khalik bisa kita tatap di segala arah. Karena Beliau Maha Hadir dan 
tidak dibatasi oleh kiblat yang dipatok manusia. IA Maha ditemui siapapun.
Dan alangkah lebih baiknya, MUI mengaudit ongkos naik haji. Halal dan haram 
bukan sekedar makanan dan minuman, tapi juga akhlak dan moral. Jadi penasaran, 
apa komentar MUI soal kekerasan fisik yang kerap dilakukan beberapa anggota 
FPI, halalkah tindakan itu ?  
………………
 
 
 
 
 
fwd 
Sebuah Kisah Yang Meng-Inspirasi
 
Kisah Nyata Seorang OB menjadi Vice President Citibank
 
Sungguh sebuah karunia yang luar biasa bagi saya bisa bertemu dengan seorang 
yang memiliki pribadi dan kisah menakjubkan. Dialah Houtman Zainal Arifin, 
seorang pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice 
President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena 
Presiden Direktur Citibank sendiri berada di USA. 
 
Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala itu saya 
sedang mengikuti training leadership yang diadakan oleh kantor saya, Bank 
Syariah Mandiri di Hotel Treva International, Jakarta. Selama satu minggu saya 
memperoleh pelatihan yang luar biasa mencerahkan, salah satu nya saya peroleh 
dari Pak Houtman. Berikut kisah inspirasinya:
 
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari 
desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan penuh impian dan harapan, 
Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima 
kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak 
ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah 
diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang 
asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan 
dagangannya. 
 
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan 
impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia 
memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para 
penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja 
pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis 
dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan 
cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam 
hatinya. 
 
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah 
nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran 
kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang 
menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. 
Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan 
digunakan untuk membiayai lamaran kerja. 
 
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang 
sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank 
(citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai 
seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah 
hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang 
kerja dan ruangan lainnya.
 
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan. 
Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita yang tinggi. Houtman 
percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya Houtman telah 
membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda. 
 
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan 
baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat 
seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan 
bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank 
yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau 
sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB 
nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman 
sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of 
Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll. 
 
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen 
(saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin foto kopi 
sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin 
tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap 
selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut 
dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya. Houtman pun akhirnya 
mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa 
depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan 
praktis hanya Houtman yang bisa menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi 
naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi. 
 
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman 
tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah 
pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang 
staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan 
kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau 
bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. “iya bener saya 
mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab. “Tapi hati-hati ya 
ngga boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff 
mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia 
adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom 
tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang 
atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk 
menyelesaikan pekerjaan
 tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas 
tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen 
yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan 
teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang 
tidak pernah diduganya. 
 
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu 
mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu 
orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk 
membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya 
menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal 
Houtman hanyalah lulusan SMA. 
 
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa 
heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan 
sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap 
tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB 
juga” begitu rekan sesama OB menggugat. 
 
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun 
tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu 
rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, 
karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu 
jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman 
selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak 
panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang 
istilah bank. 
 
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National 
City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah 
jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank sendiri berada 
di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
 
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk 
sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman 
pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli 
citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat 
CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
 
(Kisah Nyata Houtman Zainal Arifin, disampaikan dalam training Leadership bank 
Syariah Mandiri)
 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke