Psikologi Kalajengking
Sumber: http://bukik.com/2010/07/19/psikologi-kalajengking/

Seekor Kalajengking ingin melintasi sebuah sungai, akan tetapi si Kalajengking 
tentu saja tidak bisa berenang. Setelah berjalan kesana kemari, lalu akhirnya 
ia 
bertemu dengan seekor Katak.
“Tuan Katak, bisakah engkau membawaku dipunggungmu untuk menyeberangi sungai 
ini?” pinta si Kalajengking
“Sebenarnya aku mau” jawab si Katak. “Tapi sepertinya dalam kondisi ini, aku 
harus menolak. Kamu bisa saja menyengatku saat aku berenang membawamu ke 
seberang”
“Tidak mungkin aku melakukan itu, aku tidak tertarik menyengatmu, karena kalau 
kusengat kau akan mati, dan kita akan tenggelam bersama” jawab si Kalajengking.
Meskipun si Katak sangat mengetahui betapa berbahayanya si Kalajengking, tapi 
penjelasan yang disampaikan oleh si Kalajengking menurutnya masuk akal. “hmmm 
iya, jika dia menyengatku maka dia pun juga akan mati karena tenggelam, tidak 
ada untungnya buat dia” begitu kira-kira pemikiran si Katak.
Akhirnya si Katak setuju. Si Kalajengking langsung naik ke punggung si Katak, 
dan si Katak pun berenang. Akan tetapi begitu mereka mencapai pertengahan 
sungai, si Kalajengking menggoyangkan ekornya dan menyengat si Katak.
“Arrrrggggghhhhh kenapa engkau menyengatku? Sekarang aku akan mati dan kau akan 
tenggelam di sungai ini”
“Aku tahu” jawab si Kalajengking saat dia mulai perlahan-lahan tenggelam di 
tengah sungai. “Tapi aku Kalajengking, aku harus menyengatmu, itu sudah sifatku”

”Apa yang salah dalam cerita ini?”

Kalajengking dalam cerita ini melukiskan bagaimana setiap makhluk mempunyai 
kekuatan. Sengatan adalah kekuatan alami kalajengking. Walaupun ada upaya 
membatasi, kekuatan tak akan hilang begitu saja. Kekuatan itu akan mencari 
jalan 
untuk menampilkan diri. Sebuah kekuatan alami akan mencari jalannya sendiri.
Apa kekuatan alami anda? Apa kekuatan alami anak anda? Apa kekuatan alami 
bawahan anda? Apakah kita sudah mengapresiasi kekuatan alami diri kita dan 
orang 
lain?

Dalam kenyataannya, apresiasi atas kekuatan alami biasanya hanya di awal 
relasi. 
Ketika pertama bekerja, kita biasanya kagum dengan kekuatan alami atasan atau 
bawahan kita. Ketika masih bayi, kita kagus dengan kekuatan alami anak kita. 
Sayangnya, itu hanya sebentar saja.

Ketika anak kita masuk SD, ketika anak kita mendapat raport, kita akan mulai 
beralih fokus pada kelemahan anak kita. Kita lebih fokus pada nilai berwarna 
merah atau yang buruk. Semisal, nilai matematika. Kita diskusikan persoalan 
nilai itu dan bahkan bila perlu mengirim anak kita mengikuti les matematika. 
Harapannya, nilai anak kita akan jadi lebih baik.

Fokus pada nilai buruk membuat kita melupakan kekuatan alami anak kita. Padahal 
raport itu sebenarnya sudah menampilkannya. Kita justru membuat anak kita 
bergelut lebih lama dengan kelemahannya. Dan kehabisan waktu untuk 
mengembangkan 
kekuatannya. Anak kita yang kekuatan alaminya, semisal pada kemampuan 
berbahasa, 
sama sekali tidak mendapatkan kesempatan mengembangkannya.

Apa yang terjadi kemudian? Kekuatan alaminya akan sia-sia. Kekuatan alami itu 
akan tampil dalam bentuk-bentuk yang justru tidak bisa kita terima. Bahkan, 
bisa 
jadi anak kita tumbuh berkembang menjadi orang lain. Tidak percaya diri. Tidak 
yakin dengan kemampuan dirinya.

Pola serupa terjadi dalam dunia kerja. Ketika awal kagus pada kehebatan bawahan 
kita. Sampai kemudian datang saatnya penilaian kinerja dan bawahan kita tidak 
mencapai target kinerja. Kita mulai tergoda untuk mencari kelemahannya dan 
berusaha memperbaiki kelemahan itu. Segala upaya dilakukan. Dengan sendirinya, 
kita akan menyia-nyiakan kekuatan alami bawahan kita.

Sistem yang kita bangun saat ini memang memperlakukan semua orang itu sama. 
Anak 
harus baik nilainya di semua pelajaran. Karyawan kita mencapai sasaran kinerja 
dengan cara yang sama. Sistem yang tidak menghargai kekuatan alami orang-orang 
didalamnya. Jangankan mengapresiasi orang, pilihan seseorang pun tidak tidak 
dihargai.

Apa yang terjadi kemudian? Seperti kisah kalajengking itu, terjadilah kekerasan 
dan konflik dengan berbagai bentuknya, bisa fisik, psikologis, maupun sosial.

Apa pelajarannya?
Kenali dan apresiasi kekuatan alami kita!  Kenali dan apresiasi kekuatan alami 
orang lain!

Ini adalah kunci pertama sebagai seorang manajer hebat!
Ini adalah kunci pertama sebagai orang tua hebat!
Psikologi kalajengking!

Penulis: Bukik dan Dimas

Baca juga:
Sekolah Membunuh Kreativitas
Manajer hebatkah anda?
Menjadi Manajer yang Hebat
Employee Engagement: Bukan Cuman Puas di Dolly
Manager atau Leader?


Sumber: http://bukik.com/2010/07/19/psikologi-kalajengking/



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke