hari ini Indonesia adalah hari kemerdekaan, namum sejatinya kita masih belum 
benar-benar merdeka. cita-cita bangsa yang termaktub dalam Undang-undang dasar 
1945 masih belum terealisasi. masih banyak noda-noda ketidak adilan di bangsa 
ini. jika mengkaji hal tersebut terjadi karena kekeliruan yang dibiarkan 
berlarut-larut sehingga menjadi bukan hanya menjadi kekeliruan indvidual tetapi 
sudah menjadi kekeliruan secara kolektif. ini sungguh ironis sekali untuk 
negara seagung Indonesia. bagi saya secara pribadi Indonesia harus kembali 
kepada ideologi pancasila, dan setia padanya karena hanya dengan itu semua 
kepentingan termaktub dan kita memiliki arahan yang jelas untuk keluar dari 
kekeliruan kolektif ini. selamt ulang tahun negeriku, kami mencintaimu. 


--- On Mon, 8/16/10, lanogan ginting <olano...@yahoo.com> wrote:

From: lanogan ginting <olano...@yahoo.com>
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pembiaran Negara (Indonesia ini mau dibawa 
ke mana?)
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Monday, August 16, 2010, 11:34 AM







 



  


    
      
      
      Mau tanya, ada ngga siy President negara lain yang suka cengeng mengeluh 
curhat kepada rakyatnya? Cengeng koq bisa jadi jenderal ya...untung tidak lagi 
perang, kalau lagi perang dan ketangkep musuh, jangan2 semua informasi 
markasnya bisa dikasi tahu karena takut diancam musuh. Cengegng siy...



--- On Fri, 8/13/10, Satrio Arismunandar <satrioarismunan...@yahoo.com> wrote:



From: Satrio Arismunandar <satrioarismunan...@yahoo.com>

Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pembiaran Negara (Indonesia ini mau dibawa ke 
mana?)

 



Pembiaran Negara



Jumat, 13 Agustus 2010 | 1:59 WIB 



 



Editorial 



Di negeri ini, berbagai 



persoalan rakyat sepertinya tak kunjung selesai: kenaikan harga-harga kebutuhan 



pokok, kekerasan yang terus merebak, gangguan terhadap kebebasan berkeyakinan, 



kemiskinan. Pemberitaan mengenai penderitaan rakyat di seluruh pelosok negeri 



hadir dihadapan kita, silih berganti. Situasi ini sangat kontras dengan 



syarat-syarat kemajuan yang kita punyai, misalnya sumber daya alam, gotong 



royong, dan lain sebagainya. Krisis multidimensi adalah kata yang tepat untuk 



melukiskan keadaan negara saat ini. Dan kita sedang memasuki suatu fase yang 



disebut ‘nation and character destruction’.



Sementara itu, tidak terasa, bahwa republik ini akan berusia 65 tahun sejak 



diproklamirkan pad tanggal 17 agustus 1945. Dibandingkan dengan cita-cita 



proklamasi, situasi sekarang ini sudah sangat jauh bertolak belakang. Dalam 



pembukaan UUD 1945 jelas-jelas disebutkan tujuan dan arah negara ini dibentuk, 



yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah 



Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan 
bangsa, 



dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian 



abadi dan keadilan sosial.



Namun, setelah berpuluh-puluh tahun hidup berbangsa dan bernegara, negara 



tidak lagi melindungi tumpah darah Indonesia. Negara-negara benar-benar absen 



dalam kehidupan real rakyat sehari-hari; golongan minoritas ditindas, TKI/TKW 



disiksa di luar negeri, rakyat dirampas tanahnya, buruh menuntut kesejahteraan, 



dan lain sebagainya. Apakah itu tujuan dari negara hasil proklamasi kemerdekaan 



17 Agustus 1945?



Bagaimana kita bisa menamakan seorang anak yang katanya sudah dewasa, kalau 



kenyataannya dia masih disuap oleh ibunya. Begitu pula dengan sebuah bangsa 
yang 



dikatakan merdeka, namun sebagaian besar rakyatnya masih terjajah secara fisik 



dan fikirannya. Negara hasil proklamasi 17 Agustus 1945 sedang berusaha 



dilikuidasi oleh neo-kolonialisme, yang dibantu oleh agen-agen politik dan 



ekonominya di dalam negeri.



Pemerintah kita, meskipun dipilih secara rutin melalui pemilu oleh rakyat, 



namun mereka tidak pernah bekerja untuk kepentingan nasional dan seluruh 
rakyat; 



sebaliknya, pemerintah kita justru memilih bekerjasama dengan kepentingan 



kapitalisme global.



Akibatnya, kendatipun kita disebut negara merdeka, namun kebijakan ekonomi 



dan politik kita dikendalikan dari luar. Sudah begitu, semua produk kebijakan 



politik pemerintah ini tidak pernah melindungi dan mensejahterakan rakyat, 
malah 



mendorong eksploitasi dan penindasan yang tiada taranya; UU nomor 25 tahun 2007 



tentang Penanaman Modal, UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, UU 



nomor 22 tahun 2001 mengenai Migas, dan masih banyak lagi.



Dapat disimpulkan, bahwa kita sedang mengalami “kevakuman� kepemimpinan 



nasional, tidak ada pemerintah yang benar-benar bisa memerintah. Tokoh legenda 



kuno Jepang, Toyotomi Hideyoshi, pernah berkata; “jadilah seorang pemimpin, 



bukan atasan�. Menurutnya, seorang pemimpin harus berani memasuki masalah, 



mengambil langkah, dan memutuskan sebuah solusi. Jangalah seorang pemimpin 



melakukan pembiaran, melakukan curhat, dan hobby menyampaikan perkataan yang 



tidak jujur kepada rakyat.



Presiden SBY kurang memahami pesan Hideyoshi di atas. Ada banyak pihak yang 



mengeluh dengan gaya kepemimpinan presiden SBY, yang terlihat sangat lamban, 



kurang tegas, dan terlalu mudah untuk mengeluh di hadapan rakyat. Jika seorang 



pemimpin keseringan mengeluh, maka bagaimana dia bisa menyakinkan rakyat untuk 



maju?



Tentu saja, mau tidak mau kita harus memilih diantara dua pilihan; 



melanjutkan cita-cita negara hasil proklamasi 17 Agustus 1945, ataukah memilih 



untuk menjadi bangsa yang terombang-ambing,-bangsa kuli di antara 



bangsa-bangsa.



Akhirnya, menutup editorial ini, kami kembali menegaskan perkataan Bung 



Karno; kita bertujuan bernegara untuk satu windu saja, kita bertujuan bernegara 



untuk seribu windu lamanya. Bernegara untuk selama-lamanya. Sekali merdeka, 



tetap 



merdeka!]



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke