Pak Haniwar terkasih,

        Saya menyambut baik posting Bpk sebelumnya yg menyatakan, diskusi ini
bertujuan utk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Hal ini
tentunya ttg manajemen beras yg saya klaim sbg hal positif yg (sempat)
dibuat oleh Pak Harto (setidaknya ketika masa Swasembada Beras).
Namun, di posting Bpk sblmnya, saya merasa pertanyaan saya belum Bpk
jawab secara lugas...atau ini hanya kemampuan menyimak saya yang
kurang baik :-)
        Agar diskusi ini lebih terfokus, perlu kiranya kita menyepakati
apa-apa saja aspek manajemen beras itu. Hal ini perlu utk mencegah
diskusi in tidak mengarah kpd "debat kusir"...Menurut saya, aspek
manajemen beras (secara sederhana) dpt diuraikan ke dalam:
1. aspek perencanaan,
2. pelaksanaan,
3. pengawasan dan pengendalian, serta
4. koordinasi berbagai kebijakan dan program.
Bila Bpk. tidak sependapat dgn aspek-aspek itu, Bpk. bisa berkomentar
lebih jauh lagi.
        Nah, berikutnya, saya mencoba menguraikan realisasi dari sejumlah
aspek di atas yang telah dilakukan oleh Pak Harto. Menyoal aspek
perencanaan, Pak Harto telah menetapkan manajemen beras sebagai salah
satu prioritas kebijakan pemerintah ketika itu.
        Kedua, Pak Harto melaksanakan program-programnya melalui sejumlah
instrumen seperti: penyuluhan & pemberdayaan petani (baca: Bimas);
intensifikasi faktor-faktor produksi (baca: pembangunan pabrik pupuk
domestik, kontrol ketat atas distribusi pupuk, optimalisasi Kredit
Usaha Tani (KUT) & Koperasi Unit Desa (KUD), pembangunan irigasi,
penyediaan benih padi unggul dgn harga murah, pembangunan irigasi).
        Hal ketiga menyoal aspek pengawasan dan pengendalian. Di sini, peran
Bulog sbg institusi pangan dimaksimalkan. Peran produsen pupuk
domestik (BUMN) yg memiliki instansi di hampir setiap provinsi juga
dioptimalkan.
        Hal keempat, menyangkut ttg koordinasi berbagai kebijakan dan
program. Saya melihatnya dari contoh kasus rencana kenaikan harga
pupuk yg diumumkan Menteri Pertanian Anton Apriantono di berbagai
media massa beberapa bulan yg lalu. Bagaimana bisa seorang menteri
pertanian mengumumkan kenaikan harga pupuk? Atas kapasitas apa seorang
menteri pertanian mengeluarkan pernyataan tersebut? Apakah Departemen
Pertanian merupakan "share-holder" di salah satu BUMN yg memproduksi
pupuk? Kalaupun rencana kenaikan harga pupuk diumumkan oleh seorang
menteri, bukankah kenaikan harga pupuk sudah menjadi "domain" seorang
menteri keuangan, yg notabene memiliki kapasitas sebagai komisaris di
BUMN yg memproduksi pupuk bersubsidi? Kejadian ini sungguh
menggelikan, setidaknya bagi saya. Nah, hal-hal semacam ini, sangat
jarang terjadi ketika masa Orba (sekali lagi, setidaknya pada masa
swasembada beras).
        Jadi Pak Haniwar, sudikah Bpk menjelaskan (lagi) bagaimana manajemen
beras yg telah dilakukan oleh pemerintah pasca-Orba melalui sejumlah
aspek? Oya Pak, ternyata swasembada beras pada masa Megawati, turut
juga "dibantu" oleh membaiknya harga beras di pasar internasional dari
165 dollar AS/ton tahun 1998 menjadi 270 dollar AS/ton tahun 2005
(lihat di "Swasembada versus Impor Beras", penulis: Siswono Yudo Husodo,
URL:
http://perpustakaan.bappenas.go.id/pls/kliping/data_access.show_file_clp?v_filename=F21944/Swasembada%20Versus%20Impor%20Beras.htm).

Salam hangat & jabat erat,

Patrick Hutapea


--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Haniwar Syarif
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Lalu, klaim pada rezim Mega bhw kita telah berstatus Swasembada Beras
kok tidak dpt pengakuan dari pihak lain, spt FAO pada masa Orba yah?

> Wah ... coba deh .. lihat datanya...data itu sahih lho.. kita mencatat
> berkurangnya impor pd tahun tahun 2002, 2003   lalu swasembada..
>
> tahun lalu aja kita cuma impor kurang dr 500,000 ton di banding
produksi 50
> juta ton gabah  ekivalen dgn 30 juta ton beras,kecil kan,, , cuma 1
persen..:(
>
> Pengakuan .. itu dilihat dr data nyata bukan  dr
> penghargaannya.jangan  kaget smile... soalnya Mega kebetulan senang
> diam....biar aku aja yg gembar gemborkan..
>
>
>
>
> >Ayah saya kebetulan bekerja di salah satu BUMN yg memproduksi pupuk
> >bersubsidi selama masa hidupnya. Dan, ia berulang kali berkeluh kesah
> >tentang respon pemerintah pasca-Orba dlm manajemen beras. Salah satu
> >yg dikemukakannya, spt yg telah sy sebutkan dlm posting sblmnya.
> >Intinya, tidak ada satupun rezim pemerintahan pasca-Orba yg berani
> >ngotot & memprioritaskan manajemen beras!
> >
> >Ayah sy bilang, walaupun ia mengakui pendekatan Orba yg bernada "apa
> >saja blh naik asal bukan harga beras", tapi ia juga memuji
> >konsistensi Pak Harto (setdknya pd masa Swasembada Beras awal thn
> >1980-an) dlm menstabilisasi harga beras & menyediakan faktor2
> >produksi yg terjangkau bagi petani...Sekali lg Pak, apakah pemerintah
> >pasca-Orba melakukan hal ini? Kalau iya, apa2 saja kebijakan &
> >buktinya?
>
>
> Percaya atau tidak.. , justru margin yg di peroleh petani tahun tahun
> terakhir ini justru jauh lebih baik.. pendekatan dr MenTan jaman
Mega mau
> pun SBY jauh lebih berorientasi kpd petani.... sementara dulu pd
kestabilan
> pemerintah.....Itu tercermin dr makin naiknya nilai tukar petani
khususnya
> petani padi
>
>
> Masalahnya  krn lahannya terlalu kecil yg bikin susah...
>
> lalu,penyebab lain,    krn kehancuran saat resesi ekonomi akhir 97,
> mengakibatkan pemerintah nggak punya duit memelihara prasarana spt
> irigasi  yg ada, jangankan bangun yg baru..( saat itu buat gaji pegawai
> negeri aja sudah sulit nyarinya)
>
> >Itu poin saya Pak...Adanya prioritas yg lalu dituangkan dlm kebijakan
> >riil ttg manajemen beras! Itu yg dilakukan Pak Harto (stdknya pada
> >masa Swasembada Beras)...Itu yg harus kita akui agar kita tidak
> >disebut sbg BANGSA PELUPA!!!
> >Sekali lagi, saya bukan simpatisan Orba & org yg anti thdp
> >IMPUNITAS!!!
>
>
> Yg sy takutkan hr ini.. justru penggunaan issue beras .. cuma utk
> kepentingan politik... padahal sejatinya.. sy nggak sependapat  bhw
> pemerintahan pasca Suharto entah Mega maupun SBY  ..tidak mengakomodasi
> kepentingan petani.
>
> Justru di jaman orba  ada yg berpendapat penanganan pertanianan tebu
dgn
> TRI dan juga persawahan    malah dilakukan mirip jaman kultur stelsel..
> :(  Tidak berorientas pd kesejahteraan petani..
>
> Yg juga jadi soal ,dlm manajemen perberasan, yang dikiritik kini,
justru
> peran Bulog sekarang,  ini terjadi  krn masuknya IMF yg diundang di
jaman
> Soeharto  yg kemudian mamaksa mengebiri Bulog.. sebelum saatnya
kondusif
> utk itu.....
>
> Banyak yg berpikir pengebirian Bulog.. dgn berorientasi spt pada pasar
> bebas ...belum saatnya dilakukan...
>
> Saya percaya Mas Patrick bukan simpatisan orba.. diskusi ini hanya
ingin
> menempatkan segala nya pd tempatnya,, sy juga ingin kalo betul ada jasa
> beliau.. ya harus diakui... tapi hal yg saya bantah ini.. krn sy
pendapat
> itu bukan bagian dr hal yg bisa di banggakannya.
>
> Salam...
>
>
> Haniwar

Kirim email ke