Dear All,

  Diskusi ini sebaiknya kita fokuskan pada substansi dan tidak menggunakan 
prinsip ad hominem.

  Saya ingin mengomentari analisis bung Rudy soal GRK, karena saya yang 
menghitung bahwa kontribusi PLT terhadap konsentrasi CO2 tidak signifikan, 
hanya 6.15 %. Bung Rudy menyebut itu sebagai sangat pesimis dan mengusulkan 
angka 1800/13000= 13.5 %. Disini diasumsikan bahwa yang disubstitusi seluruhnya 
adalah PLT yang menggunakan Batubara. Bung Rudy, apakah benar bahwa saat ini 
PLT yang menggunakan batubara menempati posisi utama ? Jika mau sangat teliti, 
angkanya pasti antara 800 dan 1800 dimana kontribusi masing masing PLT 
diperhitungkan secara lebih cermat.

  Bung Rudy malah lebih jauh lagi, memakai anggka 10.000 sebagai penyebutnya 
dan mengabaikan sendiri referensi yang dipakai yang jelas menyebutkan estimasi 
kenaikan duka kali lipat antara 2002 dan 2050. Anda tidak konsisten !

  Saya selipkan berita dari Reuters yang publish di Jerman sebagai berikut:

  Reuters Deutschland
Bericht - Indonesien drittgr��ter Erzeuger von Treibhausgasen
Mo Jun 4, 2007 1:31 MESZ148

Jakarta (Reuters) - Indonesien ist einem offiziellen Bericht zufolge
 der
weltweit drittgr��te Erzeuger von Treibhausgasen.

Vor allem Waldbr�nde und die Abholzung des Regenwaldes trieben den
Kohlendioxid-Aussto� auf ein Niveau, das nur von den USA und China
�bertroffen werde, hie� es in einem am Montag ver�ffentlichten
 Bericht
der Weltbank und der britischen Regierung. Anders als in Deutschland
verursachen Indonesiens Industrie und Energiebranche demnach noch einen

relativ geringen Teil der CO2-Emissionen. Der Anteil steige aber rapide
 an.

Dem Bericht zufolge bel�uft sich der CO2-Aussto� in Indonesien auf
 gut
drei Milliarden Tonnen pro Jahr. Die USA erzeugen etwa doppelt so viel
CO2 und China gut f�nf Milliarden Tonnen. Das Ergebnis des
Weltbank-Berichts kommt f�r viele �berraschend, weil zumeist Russland

oder Indien als weltweit drittgr��ter Umweltverschmutzer gilt.

Dem Weltbank-Bericht zufolge hat der Klimawandel in Indonesien bereits
jetzt zu mehr Trockenheit, st�rkeren Regenf�llen und Flutwellen
 gef�hrt.
Dadurch sei die Artenvielfalt der Inselgruppe bedroht. Auch Land- und
Forstwirte sowie Fischer m�ssten mit negativen Auswirkungen rechnen,
hie� es. In Indonesien ist im Dezember das n�chste Jahrestreffen zum
Kyoto Protokoll geplan
--

Bung Rudy anda bisa lihat. Kini baru 2007 dan kontribusi Indonesia sudah 
sekitar 3 Miliar Ton, atau dalam skala yang kita pakai di perhitungan diatas: 
sudah 3000. Bagaimana anda dapat dengan gegabah menurunkan penyebutnya menjadi 
hanya 10.000. Referensi anda mengatakan will probably, bagaimana itu diartikan 
? Pasti dibawah itu ???

  Saya hanya mau mengatakan sekali lagi, bahwa argumen penurunan emisi CO2 
dapat dipakai di tanah air secara signifikan tidak untuk PLTN tetapi untuk 
upaya upaya menanggulangi kebakaran hutan, deforestasi serta untuk kota seperti 
Jakarta pasti adalah emisi oleh kendaraan bermotor. (NB. Jika argumen paling 
optimis dari anda diikuti PUN, itu sekitar 18 %).

  Hal lain saya kira akan dikomentari oleh teman teman lain.

  Salam, Irry






rudyanto_nebeng <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Rekan-Rekan FPK,

Rupanya banyak yang sudah tidak betah bicara masalah Jerman & AS.
Rekan Djoko, sebagai pihak yang pertama kali bicara mengenai masalah
Vatenfall, setujukah Anda kita bicara masalah berbau Jerman di TOPIK
lain? Kau yang memulai, kau pula yang mengakhiri (mirip lagu apa
ya?).

Kalau setuju, silakan reply dengan mengganti judulnya terlebih
dahulu. Sebelumnya saya simpulkan hal berikut yang kelihatannya
sudah bisa diterima oleh Rekan-Rekan Anti PLTN:
1) AS mempunyai NIAT untuk membangun 46 PLTN baru.
2) Jerman MAJU MUNDUR dalam melakukan phase-out PLTN-nya.

Sesuai rekomendasi Herr Bodo, marilah kita bicara dalam negri dulu.

Berhubung permasalahan ini berawal dari pernyataan Rekan Djoko (atau
Rekan Surahman?) berikut:
"Ekspor LNG dapat devisa, import PLTN juga
keluar devisa. Netonya mungkin malah kita kehilangan devisa".

Di sinilah saya lihat Rekan Djoko belum keluar dari kebiasaan
nyeletuknya. Coba disebutkan dulu dasar-dasar dari pernyataan Anda
(terutama masalah KEHILANGAN DEVISA). Mungkin silakan belajar dari
Herr Bodo dan Rekan Fauziah dulu (tidak asal nyeletuk).

Rekan-Rekan FPK menunggu Anda, Rekan Djoko alias Rekan Surahman
(atau KTP dobel?).

Kalau masalah keberadaan PLTN dengan GRK, coba lihat dulu kutipan
dari studi 9 profesor MIT berikut:

Today, nuclear power is not an economically competitive choice.
Moreover, unlike other energy technologies, nuclear power requires
significant government involvement because of safety, proliferation,
and waste concerns. If in the future carbon dioxide emissions carry
a significant "price," however, nuclear energy could be an
important � indeed vital � option for generating electricity. We do
not know whether this will occur. But
WE BELIEVE THE NUCLEAR OPTION SHOULD BE RETAINED, PRECISELY BECAUSE
IT IS AN IMPORTAN CARBON-FREE SOURCE OF POWER.

--
TRUNCATED
--

To explore these issues, our study postulates a global growth
scenario that by mid-century would see 1000 to 1500 reactors of 1000
megawatt-electric(MWe) capacity each deployed worldwide, compared to
a capacity equivalent to 366 such reactors now in service. Nuclear
power expansion on this scale requires U.S. leadership, continued
commitment by Japan,Korea, and Taiwan, a renewal of European
activity, and wider deployment of nuclear power around the world. An
illustrative deployment of 1000 reactors, each 1000 MWe in size,
under this scenario is given in following table.

This scenario would displace a SIGNIFICANT AMOUNT of carbon-
emitting fossil fuel generation. In 2002, carbon equivalent
emission from human activity was about 6,500 million
tonnes per year; these emissions WILL PROBABLY more than
double by 2050. The 1000 GWe of nuclear power postulated
here would avoid annually about 800 million tonnes of carbon
equivalent if the electricity generation displaced was
gas-fired and 1,800 million tonnes if the generation was
coal-fired, assuming no capture and sequestration of carbon
dioxide from combustion sources.

Sayangnya Table Global Growth Scenario tidak bisa di-paste di sini,
silakan download PDF-nya di http://web.mit.edu/nuclearpower. Kutipan
di atas diambil dari bab 1 (chapter 1).

Para opponent PLTN mengabaikan SIGNIFICANT AMOUNT dan WILL PROBABLY
dan secara sepihak menghitung dengan metode paling pesimis yaitu:
800 /(2 x 6.500) x 100% = 6,15% (asumsinya yang digantikan adalah
gas alam)
Kalau mau moderat:
1800 /(2 x 6.500) x 100% = 13,85% (asumsinya yang digantikan adalah
batubara).
Kalau mau optimis lagi, kita harus mempertanyakan apakah angka
13.000 ton CO2 per tahun bisa tercapai pada tahun 2050? Sudah keburu
dunia kiamat dulu (Water World)! Kalau bulan Agustus ini Topan
Katrina, Rita dan Fau (bonus topan baru) kembali menghajar AS,
apakah AS tinggal diam? (Lihat dulu film The Day After Tommorrow).
Jadi angka optimisnya adalah:
1800 / 10.000 = 18%.

Kembali lagi ke dalam negri, apa hubungannya dengan Indonesia? Coba
kita ambil cuplikan dari kutipan di atas:
Nuclear power expansion on this scale requires U.S. leadership,
continued commitment by Japan,Korea, and Taiwan, a renewal of
European activity, and WIDER DEPLOYMENT of nuclear power around the
world.
Bahasa Jermannya: Masing-masing negara punya kontribusi.

Kalau diumpamakan seperti buang sampah di sungai. Tanggung jawab
tidak buang sampah di sungai bukan cuma ada di pabrik, rumah makan
dan hotel (tetap tanggung jawab lebih besar), tapi rumah tangga pun
punya tanggung jawab juga (tapi lebih kecil).

Kalau dilihat lebih luas lagi, tanggung jawab GRK tidak cuma di PLTN
saja, melainkan juga tanggung jawab bahan bakar nabati, hidrogen,
PLTA, energi angin, matahari, panas bumi, pelestarian hutan dan
penghematan energi.

Last but not least:
In our view, it would be a mistake at this time to exclude any of
these four options from an overall carbon emissions management
strategy.

Empat opsi tersebut adalah:
1) increase efficiency in electricity generation and use;
2) expand use of renewable energy sources such as wind, solar,
biomass, and geothermal;
3) capture carbon dioxide emissions at fossil-fueled (especially
coal) electric generating plants and permanently sequester the
carbon; and
4) increase use of nuclear power. Istilah trend-nya Nuclear
Renaissance.

Best Regards,
Rudyanto

Kirim email ke